6 Persiapan Penting Sebelum Anak Masuk Sekolah, Orangtua Wajib Tahu

Sebelum anak masuk sekolah, orangtua wajib mengetahui dan mempersiapkan sederet hal penting agar anak menjadi pribadi yang bahagia dan cinta belajar.

oleh Putu Elmira diperbarui 24 Agu 2022, 05:01 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2022, 05:01 WIB
Ilustrasi Sekolah
Ilustrasi belajar di sekolah. (dok. Unsplash.com/@element5digital)

Liputan6.com, Jakarta - Sebelum anak masuk sekolah, ada sederet hal penting yang harus diketahui orangtua. Persiapan ini tak lain untuk membentuk anak menjadi pribadi yang bahagia dan cinta belajar.

Montessori and Certified Positive Discipline Parents Educator sekaligus Co-Founder Good Enough Parents, Damar Wijayanti menjelaskan enam persiapan yang dapat menjadi panduan orangtua sebelum anak masuk sekolah. Simak rangkuman selengkapnya seperti di bawah ini.

1. Menggunakan pendekatan Universal Design For Learning (UDL)

Damar mengungkapkan bahwa UDL dikembangkan Centre for Applied Science berdasarkan wawasan tentang bagaimana otak manusia memproses informasi. Ternyata, tidak ada satu otak pun punya cara yang benar-benar sama dalam memproses dan menggunakan informasi.

"Dari situ dikembangkan Universal Design For Learning dan biasanya UDL ini dipakai oleh sekolah-sekolah yang mendukung adanya inklusivitas pada pembelajaran sehingga apapun metode dan kurikulumnya, itu bisa mendukung pembelajaran yang unik pada masing-masing anak," kata Damar dalam bincang virtual Lazada Mother and Kids Festival "Raising a Little Happy Learner", Senin, 22 Agustus 2022.

Ia menyebut, ada tiga macam hal yang perlu disediakan orangtua bila menggunakan pendekatan UDL:

- Variasi pada apa yang dipelajari.

"Jadi anak-anak karena belum mengenal dunia seutuhnya mereka masih sangat membutuhkan paparan. Dengan banyaknya paparan tentang apa yang bisa dipelajari, bisa jadi anak menemukan minatnya di situ," ungkapnya.

- Perlu ada variasi mempelajari sesuatu dan cara menunjukkan pemahaman terhadap apa yang sudah anak pelajari.

"Kenapa perlu variasi? Karena setiap orang itu cara belajarnya beda-beda. Ada yang suka belajarnya lebih masuk kalau diceritakan, ada yang pakai science experiment. Dengan adanya variasi yang tadinya terbatas hanya pemahamannya sekian persen dari satu cara, ditambah variasi-variasi lain maka yang dia serap lebih optimal," kata Damar.

- Variasi alasan mengapa anak harus belajar sesuatu.

"Ini alasannya bukan karena sekolah atau disuruh, tapi setiap anak harus punya alasan pribadi kenapa dia mempelajari sesuatu. Alasan yang datangnya dari dalam diri sendiri sehingga dia punya dorongan yang kuat untuk belajar sesuatu," terangnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2. Bantu Anak Siapkan Alat Belajarnya

Ilustrasi Anak Bermain
Ilustrasi anak. (dok. Unsplash.com/@anaklipper)

Damar menjelaskan bahwa alat-alat belajar bagi anak bukan hanya buku dan alat tulis, tetapi yang ada dalam dirinya. Hal tersebut biasanya berkaitan dengan indra, kemampuan otak, hingga kemampuan dasar yang harus diasah dengan baik terlebih dahulu.

"Setelah ini yang perlu dipersiapkan ada sensorik, motorik, kemandirian, pra-membaca, pra-menulis, dan pra-berhitung. Ini semua enggak susah sebenarnya stimulusnya, kita sering melibatkan anak dalam kehidupan sehari-hari menggunakan tangan, indra-indranya itu secara otomatis kitasedang mengasah kemampuan-kemampuan ini," tambahnya.

3. Pastikan anak siap secara holistik untuk masuk sekolah

"Kalau misalnya anak enggak siap masuk sekolah, bisa jadi dia akan kewalahan untuk mengikuti, pulang sekolah bukannya happy dan dapat pengalaman baru, tapi stres. Harus ada stres yang dikelola terus menerus sehingga waktu belajar semakin berkurang," kata Damar.

Ia menambahkan, kesiapan bukan hanya tentang usia, tetapi juga beberapa hal di bawah ini:

- Fisik dan motorik, apakah anak sudah sanggup karena di sekolah belajar berjam-jam.

- Kemandirian, karena di sekolah anak akan berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa ada bantuan dari orangtua.

- Kognitif dan pengetahuan umum, ini untuk memahami apa yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran.

- Sosio emosional, biasanya anak itu lebih mudah dalam mengelola emosi dengan adanya kehadiran orang yang paling dia percaya, misalnya orangtuanya. "Tapi di sekolah enggak ada, apakah anak mampu pengelolaan emosi dan pengendalian diri tanpa kehadiran orang yang paling dia percaya, kalau sudah mampu walau masih usaha bisa menjadi salah satu tanda dia siap sekolah," terang Damar.

- Kemampuan komunikasi yang baik, karena nantinya akan berfungsi untuk proses pembelajaran dan kemampuan sosial dia dengan anak lain.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

4. Pertimbangkan Komponen yang Memengaruhi Pilihan Sekolah yang Cocok dengan Kebutuhan Anak

Ilustrasi
Ilustrasi persiapan anak masuk sekolah. (dok. Unsplash.com/Jessica Lewis)

"Mau sebagus apapun sekolahnya kalau kita tidak mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi anak saat itu, bisa jadi anak bukannya happy di sekolah, tapi mungkin ada hal-hal yang membuat dia merasa kesulitan dan tertekan," kata Damar.

Maka, penting untuk mempertimbangkan komponen berikut:

- Kualitas dan kuantitas pengajar

"Apakah memang pengajar ini punya kualifikasi untuk mendampingi anak-anak sesuai anak kita, lalu jumlahnya, perbandingan antara pengajar dengan siswa-siswi yang didampingi itu berimbang atau tidak. Jika jumlah pengajar lebih sedikit itu memengaruhi stres para pengajarnya dan stres yang berlebihan pada pengajar bisa memengaruhi pada proses mengajarnya," jelasnya.

- Kurikulum, apakah sudah sesuai dengan tujuan pendidikan anak.

- Bahasa yang diajarkan. Seperti apa bahasa yang digunakan apakah anak juga menggunakan bahasa itu dalam keseharian dan apakah anak mampu mengikuti pembelajaran dengan bahasa tersebut.

- Fasilitas dan peraturan sekolah yang jelas. Peraturan sekolah yang jelas perlu digarisbawahi, bukan hanya peraturan untuk siswanya tapi juga untuk guru dan staf terutama bagaimana cara mereka berinteraksi dengan anak-anak yang didampingi.

- Lokasi yang sesuai

- Bujet yang sesuai

- Kenyamanan anak saat belajar

5. Rasa Aman Sangat Diperlukan untuk Anak Belajar dengan Optimal

Ilustrasi anak
Ilustrasi anak. Sumber foto: unsplash.com/Caleb Woods.

"Kita bisa mewujudkan rasa cinta belajar dengan cara memahami Cycle of Wonder bekerja. Ini diawali dengan rasa ingin tahu dan setiap anak punya rasa ingin tahu yang besar dan ini akan mendorongnya terjadinya eksplorasi, eksplorasi mendorong penemuan, penemuan mendorong terjadinya praktik secara berulang, dan pengulangan itu akan menghasilkan penguasaan," ungkap Damar.

Ia melanjutkan, ketika anak sudah menguasai sesuatu, biasanya dia akan tertarik atau jadi ingin tahun hal yang lain, di level yang lebih lagi. Namun sayangnya, rasa ingin tahu itu tidak akan bisa melahirkan eksplorasi bila di tengahnya terdapat rasa tidak aman, rasa terancam.

"Jadi di sinilah pentingnya kita memerhatikan apakah proses belajar anak sudah membuat dia merasa aman dan happy," katanya.

6. Manfaatkan The Happiness Advantage (Keuntungan dari Kebahagiaan)

"Yang lebih baik bahagia dulu baru bisa sukses, karena ternyata saat kita bahagia otak itu kebanjiran hormon dopamin yang membuat kita makin happy lagi dan mengaktifkan seluruh saraf di pusat pembelajaran otak kita, bagian otak inilah yang akan bertanggung jawab terhadap kesuksesan kita. Itulah kenapa kita perlu mendukung anak kita menjadi happy little learner, harus happy dulu biar pembelajaran bisa optimal," tutupnya.

Infografis 6 Cara Dukung Anak dengan Long Covid-19 Kembali ke Sekolah. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Cara Dukung Anak dengan Long Covid-19 Kembali ke Sekolah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya