Isi Pesan Tisu Toilet Cegah Bunuh Diri di Jepang

Sebuah daerah di Yamanashi, Jepang membuat pesan di tisu toilet untuk mencegah kejadian bunuh diri yang tinggi di negara itu.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 23 Nov 2022, 13:09 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2022, 13:00 WIB
Isi pesan di tisu toilet mencegah upaya bunuh diri
Isi pesan di tisu toilet mencegah upaya bunuh diri. (Dok: AFP/Yamanashi Prefectural)

Liputan6.com, Jakarta - Pihak berwenang di Jepang tengah mencoba pendekatan baru yang tidak biasa untuk mengatasi masalah bunuh diri yang sudah berlangsung lama di negara itu. Mereka mencetak pesan dukungan di atas kertas toilet.

"Ya ampun, siapa yang mungkin ingin mengakhiri semuanya," bunyi kertas toilet yang digunakan dalam inisiatif baru yang tidak biasa untuk menjangkau anak muda yang ingin bunuh diri di negara itu.

Mengutip dari Japan Today, Rabu (23/11/2022), bunuh diri adalah masalah lama di Jepang, seperti banyak tempat lain di dunia, negara itu mengalami lonjakan kematian akibat bunuh diri selama pandemi. Jumlah siswa SD, SMP, dan SMA yang meninggal karena bunuh diri mencapai rekor baru sebanyak 499 orang pada 2020, menurut catatan kementerian kesehatan.

Para pejabat di Prefektur Yamanashi berpikir mencetak pesan-pesan yang menenangkan dan nomor hotline pencegahan bunuh diri pada lembaran kertas toilet sebagai cara efektif dan bijaksana untuk membantu kaum muda yang tertekan. "Anda sendirian di toilet. Kami merasa bahwa pada saat-saat seperti ini Anda mungkin lebih cenderung memikirkan kesedihan," pejabat Yamanashi Kenichi Miyazawa mengatakan kepada AFP.

Kampanye ini melibatkan 6 ribu gulungan yang dicetak dengan pesan dan nomor telepon, yang didistribusikan ke 12 universitas regional bulan lalu. Disela-sela ilustrasi seperti kucing meringkuk dan wanita memegang payung yang memandang ke langit adalah pesan yang dibuat oleh seorang profesional kesehatan mental yang dimaksudkan untuk menghilangkan kesepian.

"Dear you, menghabiskan hari-hari yang menyakitkan berpura-pura baik-baik saja untuk orang lain", membaca satu pesan yang ditulis dengan warna biru di kertas putih. "Kamu tidak perlu memberi tahu kami semuanya... tapi bagaimana kalau hanya sedikit?"

Pencegahan Bunuh Diri

Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu mengedukasi masyarakat lewat buku 'Cegah Bunuh Diri Remaja, Yuk Deteksi'
Dokter Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu mengedukasi para remaja untuk mencegah bunuh diri lewat buku 'Cegah Bunuh Diri Remaja, Yuk Deteksi'. (Istimewa)

Terkait dengan masih tingginya kasus bunuh diri pada remaja mendorong peneliti melakukan pendeteksian. Psikiater dan penulis, dr Nova Riyanti Yusuf memberikan edukasi ke masyarakat lewat buku ‘Cegah Bunuh Diri Remaja, Yuk Deteksi’.

Perempuan yang akrab disapa Noriyu ini mengatakan, peluncuran buku ‘Cegah Bunuh Diri Remaja, Yuk Deteksi’ merupakan hasil penelitian disertasinya sewaktu menjalankan program doktoral (S3) ilmu kesehatan masyarakat di FKM Universitas Indonesia (UI). Menurut dia, sebelum remaja muncul ide bunuh diri, penting untuk memperhatikan dan memelihara wellbeing mental remaja. 

"Hal ini bukan hanya berdasarkan penelitian tetapi juga fakta temuan di tempat praktek saya," ungkap Noriyu dikutip dari News Liputan6.com, Minggu, 13 November 2022.

Noriyu mengatakan, sejumlah remaja yang berkonsultasi hampir semuanya disertai ide bunuh diri dan self-harm. Buku tersebut adalah rangkuman perjalanan panjang kepedulian NoRiYu terhadap remaja.

Ketika itu, Noriyu meluncurkan model project bernama Mobile Mental Health Service (MMHS) berupa dua unit ambulans kesehatan jiwa yang berkeliling ke sekolah di DKI Jakarta. Program MMHS berupa edukasi dan skrining kesehatan jiwa yang diberikan pelajar-pelajar SLTA/sederajat di DKI Jakarta.

Skrining Kesehatan Jiwa

Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu mengedukasi masyarakat lewat buku 'Cegah Bunuh Diri Remaja, Yuk Deteksi'
Dokter Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu memperlihatkan buku edukasi mencegah bunuh diri pada remaja. (Istimewa)

Lebih lanjut, Noriyu tidak ingin remaja semata-mata menjadi objek penelitian dan penerapan kebijakan yang tidak sesuai dengan diri mereka. Lewat penelitian dan penyebarluasan hasil penelitian melalui buku, maka jangkauan diseminasi informasi mengenai pencegahan bunuh diri remaja kepada masyarakat jadi lebih luas.

"Buku ini mendapatkan endorsement dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin," sebut Noriyu.

Adapun buku tersebut, Budi Gunadi menuliskan pesan lewat buku CBDRYD bahwa dengan semakin banyaknya skrining atau penapisan kesehatan jiwa di sekolah, sehingga semakin dini bantuan yang dapat diberikan pada generasi muda. Dengan upaya tersebut, bunuh diri di kalangan remaja bisa dicegah.

"Dukungan Menteri Kesehatan, akan ada keberpihakan program kesehatan jiwa bagi remaja terutama melalui alokasi anggaran untuk penapisan dan juga intervensi," ungkap Noriyu. 

Ia kembali berujar, pelatihan life-skills training dilaksanakan untuk memberikan kemampuan kepada remaja Indonesia dalam menghadapi tantangan dan tuntutan hidup termasuk di dalamnya kemampuan menyelesaikan masalah.

 

Tingkat Bunuh Diri di Indonesia

Ilustrasi Bunuh Diri. (Freepik/Dashu83)
Ilustrasi Bunuh Diri. (Freepik/Dashu83)

Sementara itu, Emotional Health for All (EHFA) menyerukan tentang menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Berdasarkan Project Leader & Founder EHFA Dr. Sandersan Onie, topik kesehatan mental sebenarnya semakin terdengar beberapa tahun belakangan.

Hal ini membuat orang-orang mulai peduli dengan kesehatan mental. Tetapi, ternyata permasalahan kesehatan mental di Indonesia dinilai cukup tinggi yang ditandai dengan tingkat bunuh diri yang masih banyak.

"Berdasarkan penelitian terbaru, kami menemukan bahwa tingkat bunuh diri di Indonesia yang sebenarnya mungkin setidaknya 4 kali lipat dari angka yang dilaporkan. Dan jumlah percobaan bunuh diri setidaknya 7 kali lipat dari jumlah tersebut,” kata pria yang akrab disapa Sandy dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022).

Sementara, data lainnya menunjukkan bahwa hanya terdapat 4.400 psikolog dan psikiater di Indonesia yang jumlah populasinya lebih dari 250 juta orang. Maka dari itu, jumlah tenaga kesehatan mental di Indonesia dinilai minim.

Kesehatan mental tidak mengenal usia, jenis kelamin, agama, maupun status sosial. Semua orang berhak mendapatkan akses layanan dan penanganan kesehatan mental yang tepat.

Terkait penanganan masalah kesehatan mental melalui pendekatan agama, Sandy menjelaskan bahwa ia sering menemukan kejadian diskriminasi yang didasarkan pada keyakinan yang keliru tentang agama. Misalnya orang dianggap memiliki gangguan kesehatan mental akibat imannya kurang, mengalami kesurupan, dan stigma lainnya  yang mengabaikan masalah kesehatan mental. Sehingga ini jadi penyebab kemajuan edukasi tentang kesehatan mental sangat lambat.

Faktor-faktor risiko bunuh diri
Infografis mengenai kenali faktor-faktor risiko bunuh diri
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya