Liputan6.com, Jakarta - Nasib perempuan di Afghanistan makin suram. Belum reda keterkejutan atas keputusan menutup universitas untuk mahasiswi, Taliban kembali memerintahkan semua LSM yang beroperasi di negeri itu, baik nasional maupun internasional, memecat seluruh pegawai perempuan mereka.
Keputusan itu diambil dengan alasan mereka menerima 'keluhan serius' tentang pelanggaran aturan berpakaian, kata Kementerian Ekonomi Afghanistan, pada Sabtu, dikutip dari AFP, Minggu (25/12/2022). Perintah itu disertai ancaman akan mencabut izin operasional LSM yang tak melaksanakannya.
Advertisement
Baca Juga
Pemberitahuan itu sudah dikirim ke LSM yang salinannya diperoleh AFP dan dikonfirmasi oleh juru bicara Kementerian Ekonomi. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa ada 'keluhan serius mengenai ketidakpatuhan atas aturan hijab yang islami dan peraturan lain yang berkaitan dengan kerja perempuan di LSM nasional dan internasional'.
Dalam surat tersebut juga dinyatakan bahwa Kementerian "menginstruksikan semua organisasi untuk memberhentikan seluruh perempuan bekerja sampai pemberitahuan lebih lanjut." Masih belum diketahui apakah aturan itu juga berlaku bagi staf perempuan asing yang bekerja di LSM.Â
Langkah itu segera menuai kecaman internasional. Sejumlah pihak memeringatkan dampak serius yang akan dihadapi warga Afghanistan bila Taliban berkeras dengan perintahnya, yakni kehilangan layanan kemanusiaan yang jutaan orang hidup bergantung pada bantuan.
Pembatasan terbaru datang kurang dari seminggu setelah otoritas Taliban melarang mahasiswa perempuan Afghanistan memasuki kampus mereka, memicu kemarahan global dan protes di beberapa kota Afghanistan. Taliban terus-menerus melanggar janjinya yang akan membentuk pemerintahan yang lebih lunak saat berkuasa kembali pada Agustus 2022.
Â
Â
Pukulan Besar
Dua LSM internasional mengaku telah menerima surat pemberitahuan tersebut. "Kami menghentikan sementara semua aktivitas kami mulai Minggu," kata pejabat tinggi di sebuah LSM yang bekerja untuk kemanusiaan kepada AFP. Ia meminta agar namanya ditulis anonim.
"Kami segera merapatkan ini dengan semua petinggi LSM untuk menentukan bagaimana menangani masalah ini."
Diketahui bahwa puluhan organisasi bekerja di tempat terpencil di Afghanistan dan kebanyakan pegawai mereka adalah perempuan. Komite Penyelamatan Internasional menyatakan dalam pernyataan tertulis bahwa lebih dari 3000 pekerja perempuan di Afghanistan berperan sangat penting dalam menyampaikan bantuan kemanusiaan di seluruh negeri.
Seorang pejabat di sebuah LSM internasional yang terlibat dalam distribusi makanan mengatakan larangan itu sebagai "pukulan besar".
"Kami memiliki sebagian besar staf wanita untuk menangani masalah bantuan kemanusiaan wanita Afghanistan," kata pejabat itu. "Bagaimana kita mengatasi kekhawatiran mereka sekarang?"
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan perempuan adalah "pusat operasi kemanusiaan di seluruh dunia". Larangan itu, ia yakini akan "menghancurkan" warga Afghanistan karena akan "mengganggu bantuan penting dan menyelamatkan nyawa jutaan orang".
Â
Advertisement
Bergantung Hidup pada Gaji
Perintah itu juga mengancam mata pencaharian utama staf LSM perempuan, kata seorang pegawai perempuan kepada AFP.
"Apa yang akan dilakukan oleh para wanita yang tidak memiliki pria untuk menghidupi keluarga mereka dan bekerja di LSM semacam itu?" katanya, meminta untuk tidak mengungkapkan namanya.
"Hanya gaji itulah yang mencegah kami jatuh miskin."
Wakil Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk Afghanistan, Ramiz Alakbarov juga menyebut perintah itu "jelas melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan". Sementara, Uni Eropa selaku penyandang dana utama organisasi bantuan yang bekerja di Afghanistan, mengutuk keputusan tersebut.
"Kam sedang menilai dampaknya terhadap bantuan kami di lapangan," kata Nabila Massrali, juru bicara kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, mengatakan kepada AFP.
Kelompok hak asasi Amnesty International mencuit larangan itu adalah "upaya menyedihkan untuk menghapus perempuan dari ruang politik, sosial dan ekonomi" di Afghanistan. Lebih dari setahun berkuasa, akses perempuan Afghanistan terhadap ruang publik semakin mengecil seiring waktu.
Perpanjang Daftar Pembatasan
Perintah itu adalah serangan terbaru terhadap hak-hak perempuan di negara itu, sebuah isu yang menjadi titik tolak komunitas internasional dalam negosiasi atas bantuan dan pengakuan rezim Taliban. Pada Selasa, 20 Desember 2022, pihak berwenang melarang semua wanita melanjutkan kuliah di universitas yang memicu kecaman luas. G7Â menyebut larangan itu mungkin merupakan "kejahatan terhadap kemanusiaan".
Menanggapi perintah tersebut, sekitar 400 siswa laki-laki pada hari Sabtu memboikot ujian di kota selatan Kandahar - pusat kekuatan de facto Taliban - protes langka yang dilakukan oleh laki-laki, yang dibubarkan oleh anggota kelompok Islam garis keras. Taliban juga melanjutkan hukum cambuk di depan publik terhadap pria dan wanita dalam beberapa pekan terakhir, memperluas implementasi mereka atas interpretasi ekstrem terhadap hukum Islam.
Taliban telah melarang gadis remaja dari sekolah menengah, dan wanita telah diusir dari banyak pekerjaan pemerintah, dicegah bepergian tanpa saudara laki-laki dan diperintahkan untuk menutupi diri di luar rumah, idealnya dengan burqa. Mereka juga tidak diperbolehkan memasuki taman bermain dan taman publik lainnya.
Â
Advertisement