Liputan6.com, Jakarta - Gambia merupakan negara di Afrika bagian barat yang terletak di pantai Atlantik dan dikelilingi oleh negara tetangga Senegal di sisi utara, timur dan selatan, serta Samudra Atlantik di bagian barat. Negara ini menempati sebidang tanah sempit panjang yang mengelilingi Sungai Gambia, dengan relief tanah datar dan didominasi oleh sungai yang dapat dilayari di sepanjang negeri.
Mengutip dari Britannica, Ibu kota Gambia adalah Bandul. Kapten dari Portugis, Luiz de Cadamosto dan Antonittio Usodimare diyakini sebagai orang Eropa pertama yang sampai ke Gambia pada 1455.
Negara miskin bekas koloni Inggris yang terkenal lantaran pantai pasir putihnya itu menganut sistem pemerintahan republik multipartai. Di bawah konstitusi yang diratifikasi pada 1996 dan mulai berlaku tahun 1997, presiden berperan sebagai kepala negara dan pemerintahan, dipilih dengan hak pilih universal untuk masa jabatan lima tahun.
Advertisement
Baca Juga
Kekuasaan legislatif dipegang oleh Majelis Nasional yang terdiri dari 53 anggota yang menjabat selama lima tahun. Mayoritas anggota dipilih, sedangkan lima diangkat oleh presiden. Masih banyak hal lain tentang Gambia, berikut enam fakta menarik Gambia yang dirangkum dari berbagai sumber pada Selasa, (10/1/2023).
1. Republik Islam Kedua di Afrika
Penduduknya mayoritas di Gambia mayoritas Muslim, jumlahnya hampir 95 persen dari total penduduknya yang mencapai 2,4 juta jiwa menurut Bank Dunia pada 2021. Sehingga meskipun mayoritas muslim jumlahnya masih kalah dibanding Indonesia yang juga sebagian besar penduduknya memeluk agama Islam.
Selain memeluk Islam, ada sejumlah kecil orang Kristen kebanyakan Katolik Roma dan beberapa penganut kepercayaan tradisional. Mengutip dari BBC, Selasa, (10/2/2023), tahun 2015 menjadi saat bersejarah bagi Gambia.
Presiden Gambia, Yahya Jammeh, mendeklarasikan negaranya di Afrika Barat sebagai republik Islam, pada rapat umum politik, 11 Desember 2015 sehingga menjadikannya yang kedua di Afrika, setelah Mauritania. Presiden membenarkan pengumumannya dengan mengatakan bahwa dia melepaskan diri dari masa lalu kolonial Gambia.
2. Etnis
Gambia juga merupakan negara non-pulau terkecil di Afrika, juga salah satu negara terpadat di benua tersebut. Beberapa kota terletak di hulu, tetapi kebanyakan orang Gambia tinggal di pedesaan.
Kelompok etnis utama Gambia terbilang mirip dengan yang ada di Senegal dan terdiri dari mayoritas Malinke dan termasuk suku Wolof, Fulani (Fulbe), Diola (Jola), dan Soninke. Adapun Diola (Jola) adalah penduduk terlama di negara ini, mereka sekarang sebagian besar menempati Gambia barat.
Sementara itu kelompok terbesar adalah Malinke yang terdiri dari sekitar sepertiga dari populasi. Wolof yang merupakan grup dominan di Senegal ikut mendominasi di Banjul. Adapun Fulani menetap di daerah hulu sungai yang ekstrim, dan kerajaan mereka, Fuladu, menjadi kekuatan besar di akhir abad ke-19. Soninke adalah campuran Malinke dan Fulani, juga terkonsentrasi di daerah hulu.
Bahasa Inggris merupakan bahasa resmi Gambia, tetapi bahasa yang paling sering digunakan umumnya adalah cabang Atlantik dari keluarga Niger-Kongo. Mandinka dan Wolof adalah lingua francas negara, dan bahasa lain yang digunakan termasuk Pulaar (Fulbe), Serer, Diola, dan Soninke.
3. Sejarah
Sejarah Gambia sebelum kedatangan orang Eropa telah dilestarikan sampai taraf tertentu dalam tradisi lisan di abad ke-15, terkait erat dengan negara tetangga Senegal. Sebagai negara baru pada akhir abad ke-19 perbedaan dibuat antara Senegal dan Gambia hingga saat itu wilayah tersebut sering disebut sebagai Senegambia.
Kerajaan Malinke dan Wolof, yang sepenuhnya didirikan pada abad ke-19, masih dalam tahap formatif ketika penjelajah Venesia Alvise Ca' da Mosto (Cadamosto) melayani Pangeran Henry Sang Navigator Portugal tiba pada tahun 1455. Malinke adalah orang paling barat dari kekaisaran Mali lama.
Wolof mungkin bermigrasi dari daerah Songhai, dan penggembala Fulani adalah bagian dari migrasi dari Futa Toro. Meskipun kuat secara lokal, tak ada kerajaan kecil Gambia yang cukup kuat mendominasi Senegambia. Melanjutkan perang internecine membuatnya mudah untuk Perancis dan Inggris untuk menguasai wilayah tersebut.
Advertisement
4. Wisata Pantai
Gambia sampai sekarang masih terkenal dengan pantai-pantai di sepanjang garis pantai Atlantiknya yang kecil berpasir putih seperti Kotu Beach dan menjadi rumah bagi Jufureh (Juffure), desa leluhur Kunta Kinte yang terkenal, tokoh utama dalam novel terkenal Alex Haley, Roots. Ibu kotanya, Banjul yang disebut Bathurst sampai tahun 1973 terletak di dekat Sungai Gambia mengalir ke Samudera Atlantik.
Wisata Gambia yang menarik salah satunya Pulau Kunta Kinteh yaitu sebuah pulau di Sungai Gambia yang berjarak 30 km dari mulut sungai dan terletak dekat dengan Juffureh di negara Gambia. Benteng James terletak di pulau ini, pulau terletak kurang dari 2 mil dari Albreda pada sisi utara sungai.
Pulau ini merupakan situs peninggalan sejarah dan budaya yang terletak di Distrik Lower Niumi dan Upper Niumi l, Kotamadia Banjul, Gambia. Pulau James terkenal oleh sejarah interaksi orang Afrika dengan Eropa serta menjadi saksi perkembangan sistem perbudakan. Situs ini, ditetapkan UNESCO sebagai situs warisan dunia kategori kultural pada 2003.
5. Pakaian Tradisional dan Jilbab
Orang Gambia terutama yang berada di Banjul dan kota-kota pedalaman mengenakan pakaian tradisional Afrika Barat dan juga pakaian bergaya Eropa. Wanita Gambia sering mengenakan penutup kepala yang rumit dan kaftan yang mengalir di jalan-jalan ibu kota dan di pedesaan.
Laki-laki biasanya mengenakan kemeja tradisional dan celana Barat, tetapi pada hari Jumat dan hari libur Muslim mereka mengenakan pakaian dan peci tradisional Arab, terutama saat pergi ke masjid. Mengutip Antara, Selasa, (10/1/2023), pemerintah Gambia membuat peraturan bahwa perempuan pegawai negeri memakai jilbab saat bekerja.
Berdasarkan salinan memorandum yang diperoleh AFP, semua perempuan pegawai di pemerintahan, departemen dan lembaga tidak lagi dibolehkan menampakkan rambutnya selama bekerja, hal itu diterapkan sejak 31 Desember 2015. Peraturan ini diterapkan Presiden Gambia, Yahya Jammeh usai menyatakan negaranya sebagai Republik Islam karena sebagian besar penduduknya Muslim.
6. Kuliner Khas Chewi Kong
Masakan Gambia hampir identik dengan masakan Senegal. Staples termasuk millet, beras, ubi, pisang raja, dan singkong (ubi kayu). Ikan, baik kering maupun segar, serta saus yang terbuat dari ikan dan kacang mendominasi makanan di seluruh negeri. Bubur millet dan nasi sering disajikan sebagai sarapan.
Mengutip dari Taste Atlas, Selasa, (10/1/2023), chewi kong adalah sup lele tradisional terkenal asal Gambia. Rebusan biasanya dibuat dengan campuran lele, bawang merah, bawang putih, tomat, wortel, singkong, kol, minyak, pasta tomat, daun salam, garam, dan merica.
Proses memasaknya lele dicuci dengan air panas dan jeruk nipis, sedangkan bawang bombay dan tomat diblender dan digoreng dengan pasta tomat. Air dituangkan ke atas campuran, dibumbui dengan garam dan merica, dan piring serta sayuran kemudian diaduk ke dalam panci. Rebusan direbus sebentar, dan menjelang akhir memasak, panasnya dikurangi, dan rebusan dibumbui dengan garam dan merica sekali lagi.
Selain itu yang menarik untuk dicoba adalah superkanja, hidangan yang terbuat dari rebusan okra tradisional yang terkenal dari Gambia. Biasanya dibuat dengan kombinasi daging sapi, okra, bawang bombay, lele, minyak sawit, baking powder, garam, dan merica.
Daging sapi dipotong-potong dan direbus bersama ikan lele dalam panci besar berisi air. Ikan kemudian diangkat, sementara bawang bombay, okra, dan bumbu diaduk. Campuran direbus sebentar, dan piring dimasukkan kembali ke dalam panci selama sepuluh menit terakhir memasak dengan api kecil. Setelah selesai, rebusan secara tradisional disajikan di atas nasi.
Advertisement