Liputan6.com, Jakarta - Anda mungkin sering mendengar istilah wisata religi dan wisata halal. Meski sekilas terkesan sama, sebenarnya ada perbedaan dari kedua jenis wisata tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Drs H Didin Junaedy, Penasehat GIPI.(Gabungan Pengusaha Pariwisata Indonesia) saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 24 Maret 2023.
"Wisata halal itu berkaitan dengan fasilitas bagi umat muslim di tempat-tempat wisata, seperti tempat untuk sholat dan makanan halal yang tersedia di tempat wisata umum. Sedangkan wisata religi itu berwisata ke berbagai tempat keagamaan, kalau umat muslim tentunya ke masjid dan tempat-tempat bersejarah yang berkaitan dengan Islam," terangnya.
Baca Juga
Didin Junaedy menambahkan, menjalankan ibadah umrah lalu pergi mengunjungi tempat-tempat yang berkaitan dengan sejarah Islam di Turki, Mesir maupun Yordania juga termasuk dalam wisata religi.
Advertisement
"Iya biasanya ada paket umrah yang dilanjutkan dengan mengunjungi masjid atau tempat-tempat bersejarah yang berkaitan dengan Islam di Mesir atau Turki misalnya, termasuk dalam paket wisata religi," ujar mantan Ketua Umum GIPI ini.
Di Indonesia sendiri,banyak masjid yang bisa dikunjungi untuk melakukan wisata religi. Salah satunya adalah Masjid Raya Al Jabbar di Bandung, Jawa Barat yang baru dibuka di awal tahun ini.
Saat baru dibuka, masjid yang pembangunannya digagas oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat masih menjabat sebagai Wali Kota Bandung ini dipenuhi pengunjung yang ingin melihat keindahan masjid tersebut dari dekat.
Sayangnya, membludaknya pengunjung kurang diringi faktor kedisiplinan maupun kebersihan dari para pengunjung. Sampah pun menumpuk karena banyak yang makan di kawasan masjid tapi membuang sampah sembanrangan. Bahkan kolam air yang tidak diperuntukkan untuk berenang justru dipakai untuk berenang oleh sebagian pengunjung. Buntutnya, Masjid Raya Al Jabbar sempat ditutup sementara waktu sebelum dibuka kembali pada 1 Ramadhan atau 23 Maret 2023 kemarin.
Disiplin dalam Berwisata
"Ini yang sering jadi masalah, masyarakat kita kurang disiplin jadi setiap ada tempat wisata yang ramai termasuk di Masjid Al Jabbar ini, kurang bisa menjaga kebersihan dan mungkin juga pengelola kurang mensosialisasikan aturana-aturan di masjid tersebut jadi banyak aturan yang dilanggar pengunjung. Memang tidak mudah untuk menanamkan sikap disiplin pada masyarakat kita, jadi harus dicari cara yang lebih efektif dalam mengelola wisata religi ke masjid-masjid ini," tuturnya.
Pria yang kini menjabat sebagai Penasehat Utama( Chief Strategic Advisor ) Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif/Baparekraf RI ini mengatakan sikap disiplin harus ditanamkan sejak kecil hingga menjadi kebiasaan yang terus dilakukan sampai seseorang dewasa.
"Kalau yang sudah berumur memang sulit buat mengubah karakternya karena disiplin itu memang harus dibiasakan sejak masih anak-anak sehingga terbiasa melakukannya sampai dewasa," ujarnya.
Ia menambahkan, sistem CHSE yang diterapkan selama pandemi Covid-19 sebenarnya sudah cukup bagus karena membuat pengunjung tempat wisata bisa lebih disiplin dan bertanggung jawab.
Ia mencontohkan sebuah tempat wisata yang memberikan semacam kantung plastik untuk memasukkan sampah yang dihasilkan tiap pengunjung. Setelah selesai mengunjungi tempat wisata tersebut, mereka menyerahkan sampah yang mereka hasilkan kepada petugas setempat sehingga pengelolaannya bisa lebih mudah dan mengurangi tumpukan sampah.
Advertisement
Wisata Religi Islam
"Hal seperti itu bisa diterapkan di tempat wisata religi sepeti di masjid. Kalau untuk membatasi pengunjung di masjid mungkin akan sulit, tapi bisa dengan menyediakan fasilitas untuk membuang sampah supaya kebersihannya jadi lebih terjaga," jelasnya.
Di sis lain, mantan Wakil Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar mengatakan, wisata halal merupakan bagian dari wisata religi Islam atau umat muslim.
"Wisata religi itu kan ada di tiap agama. Kalau untuk yang beragama Islam tentunya dengan mengunjungi masid dan tempat-tempat yang berkaitan dengan sejarah Islam termasuk makam para ulana besar. Kalau wisata halal lebih fokus pada fasilitas yang ramah muslim seperti adanya tempat ibadah dan makanan yang halal," kata Sapta Nirwandar pada Liputan6.com, Jumat, 24 Maret 2023.
Menurut Sapta Nirwandar, wisata religi muslim tentunya hanya bisa diikuti oleh mereka yang beragama Islam karena mengunjungi tempat ibadah yaitu masjid. Tapi wisata halal bisa diikuti siapa saja, tapi ada layanan khusus bagi yang muslim, seperti fasilitas untuk sholat dan makanan atau minuman yang halal.
Pengelolaan Wisata Harus Lebih Baik Lagi
"Wisata halal itu kan bisa dimana saja, bisa di Bali misalnya, tapi selama berwisata ada fasilitas untuk beribadah dan makanan halal misalnya. Jadi wisata halal di Bali bukan berarti membuat Bali jadi Islami tapi tetap seperti biasa. Kita meniknati budaya khas Bali tapi yang muslim tetap bisa beribadah dan bisa menyantap makanan halal seperti di restoran Padang yang cukup banyak di Bali," terang pria yang sekarang menjabat sebagai Chairman Indonesia Tourism Forum (ITF) ini.
Sementara wisata religi kata Sapta berkembang sangat pesat sekarang ini. Contohnya bisa dilihat dari ramainya pengunjung di berbagai masjid besar di Indonesia termasuk Masjid Raya Al Jabbar. Namun pengelolaannya harus lebih baik lagi karena banyak pengunjung yang kurang disiplin.
"Orang kita kalau wisata di luar negeri bisa lebih disiplin karena di sana aturannya ketat dan ada sanksinya seperti denda. Mestinya di Indonesia juga bisa seperti itu. Pengelola masjid misalnya harus lebih sering mensosialisasika aturan yang ada dan ada sanksi buat yang melanggar aturan," tuturnya.
Advertisement
Meluruskan Konsep Wisata Religi
Sementara itu dari segi akademisi, Menurut Prof Azril Azahari, wisata religi adalah wisata yang terkait dengan kegiatan ibadah (umrah, rohani, spiritual, ziarah), yang merupakan kunjungan atau perjalanan bertujuan menjalankan ativitas kegamaan/religi.
Prof Azril mengatakan, wisata religi di Indonesia didominasi pada kegiatan umrah (outbound). Lalu ada wisata ziarah yang juga cukup diminati misalnya ke malam para Walisongo.
"Salah satu destinasi wisata religi adalah masjid. Masjid ini merupakan tempat beribadah dan syiar agama Islam. Bisa saja disebut wisata religi dengan syarat bahwa kunjungannya (tujuannya) adalah untuk beribadah," jelas Guru Besar Universitas Trisakti dan Ketua Juri Lomba Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI 2021 ini pada Liputan6.com.
Prof Azril menambahkan, bila kunjungannya ke masjid bukan hanya untuk beribadah (rohani, spiritual, dan ziarah) taoi membuat kotor kawasan masjid bukanlah contoh wisata religi yang sebenarnya.
"Tentunya perlu penataan yang baik dari pengelola masjid bahkan regulasi dari pemerintah (pusat dan daerah) agar meluruskan konsep wisata religi tersebut agar tidak menjadi “wisata religi yang salah kaprah. Semuanya harus mengikuti aturan yang berlaku seperti dengan menjaga kebersihan, karena itu termasuk salah satu aturan dalam Islam yang harus diterapkan dalam wisata religi," pungkasnya.