Cerita Keluarga Jahit Baju Lebaran Sendiri dari Sprei dan Taplak Meja Bekas, Hasil Keren dengan Biaya Minim

Sebuah akun Twitter dengan nama @SuboFamily pada 22 April 2023 mengunggah empat foto yang menunjukkan sebuah keluarga menggunakan baju lebaran bernada krem dan putih. Baju-baju tersebut tampak unik karena memperlihatkan potongan-potongan bahan bekas yang dijahit dan disatukan menjadi karya yang utuh.

oleh Dyra Daniera diperbarui 26 Apr 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2023, 07:00 WIB
Baju lebaran dari bahan bekas
Kreasi baju lebaran dari bahan-bahan bekas. (Dok. Twitter/@SuboFamily)

Liputan6.com, Jakarta - Tradisi membeli baju Lebaran baru telah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan, semakin banyak orang yang menyadari bahwa kebiasaan ini sebenarnya tidak baik bagi lingkungan. 

Hal ini disebabkan karena produksi pakaian baru secara massal menghasilkan limbah yang berlebih dan berdampak buruk pada lingkungan. Industri fashion dinobatkan sebagai penyumbang polusi terbesar kedua di dunia, dengan 90 ton limbah tekstil berakhir di tempat pembuangan sampah setiap tahunnya.

Di tengah kekhawatiran tersebut, terdapat satu keluarga yang memutuskan untuk tidak mengikuti tradisi membeli baju baru, melainkan menjahit baju sendiri dari bahan-bahan bekas

Sebuah akun Twitter dengan nama @SuboFamily pada 22 April 2023 mengunggah empat foto yang menunjukkan sebuah keluarga menggunakan baju lebaran bernada krem dan putih. Baju-baju tersebut tampak unik karena memperlihatkan potongan-potongan bahan bekas yang dijahit dan disatukan menjadi karya yang utuh. 

"Selamat lebaran dari kami keluarga yang bikin baju sendiri dari sprei bekas, taplak meja bekas, renda, sisa baju bridal dkk. Celana aku dan mama adalah hasil preloved garage sale Setali minggu kemarin, 20 rb saja. Happy," bunyi caption unggahan tersebut.

Di balik akun tersebut adalah Intan Anggita Pratiwie, seorang peneliti fesyen berkelanjutan dan seniman daur ulang. "Hampir setiap lebaran selama 5 tahun terakhir, saya bikin baju lebaran dari barang bekas," ujar Intan ketika dihubungi Liputan6.com pada Selasa, 25 April 2023. 

Sehari-hari, Intan bekerja sebagai recycling artist dan sejak 2018 mempunyai social enterprise bernama Setali Indonesia yang berkecimpung di dunia fashion berkelanjutan. Intan mengungkapkan, "Keseharian kami memang meningkatkan awareness tentang sustainable fashion ke masyarakat."

Harga Lebih Murah Dibanding Beli Baju Baru

baju lebaran dari bahan bekas
Kreasi baju lebaran dari bahan-bahan bekas. (Dok. Twitter/@SuboFamily)

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat baju lebaran bekas ini diambil dari berbagai sumber. Sprei, gorden, dan taplak meja bekas digunakan didapat dari akun @tinaofficial yang menjual barang-barang home decor bekas. Intan juga mengambil sisa baju pernikahan dari Dresshaus, sedangkan celananya dan ibunya adalah hasil sisa limbah kain yang didonasikan ke Setali Indonesia. 

Intan mengungkapkan bahwa proses penjahitan baju lebaran daur ulangnya ini berlangsung selama kurang lebih tiga hari. Harga yang dibayarkan untuk menghasilkan empat baju lebaran ini juga jauh lebih murah dibanding membeli baju lebaran baru. "Costnya cukup biaya penjahit aja seharinya dengan desain Rp350.000," jelas Intan. 

Seluruh desain dibuat oleh Intan seniri, namun penjahitnya selalu dibantu oleh penjahit langganan Intan sendiri. Intan menyatakan bahwa tidak ada tantangan dalam menjahit baju lebaran dari bahan bekas ini.

"Cuma khawatir aja ibu bapak saya ga suka, terbukti ibu saya ga suka, malah bapak saya yang suka," ujar penerima Penghargaan Kartini Next Generation 2014 dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Menteri Komunikasi dan Informatika tersebut.

Khawatirkan Limbah Fesyen yang Berlebihan

baju lebaran dari bahan bekas
Kreasi baju lebaran dari bahan-bahan bekas. (Dok. Twitter/@SuboFamily)

Intan mulai beraksi nyata untuk membawa perubahan di industri fast fashion semenjak kuliah pada 2004. "Awal mulanya karena suka fashion dan suka seni, lalu merespons keberadaan limbah fashion yang menjadi limbah (terbesar) kedua setelah plastik," jelas Intan. 

Hampir 20 tahun mengampanyekan sustainable fashion, teman dan keluarga Intan sudah tidak kaget atau takjub dengan hasil baju lebaran daur ulang karya Intan. Ia berkata, "Mereka udah biasa aja. Hehehe. Kadang pengen ikut dibuatkan."

Tahun ini Intan tidak menerima pesanan daur ulang baju lebaran. "Kemarin aku fokus daur ulang untuk paket karya sembari jualan bukuku yang bertajuk Dunia Dalam Lemari," jelas Intan. Buku karya Intan yang dirilis 2023 ini merupakan hasil penelitian yang lengkap terkait sustainable fashion

Ketika ditanya pendapatnya perihal kebiasaan mayoritas masyarakat Indonesia yang cenderung membeli baru baju lebaran yang seragam untuk keluarga setiap tahunnya, Intan menjawab, "Tidak apa-apa kalau belum tergerak untuk memahami sustainable fashion, suatu saat mereka akan terpapar tentang fashion waste dan akan sadar bila kultur sustainable fashion bisa mengimbangi tren bikin baju sekeluarga."

Pendiri listening bar SUB0 Family ini menganjurkan masyarakat untuk membuat baju sendiri yang dirombak dari baju lebaran tahun lalu, atau membuatnya dengan bahan yang ramah lingkungan. Masyarakat juga dapat membeli baju dari UKM Lokal yang materialnya mendukung slow fashion

Langkah 4R Untuk Fesyen Berkelanjutan

Baju lebaran dari bahan bekas
Kreasi baju lebaran dari bahan-bahan bekas. (Dok. Twitter/@SuboFamily)

Dalam video yang diunggah pada 21 April 2023 di akun Instagramnya, Intan menyarankan empat langkah mudah untuk masyarakat yang berniat mulai mempraktikkan sustainable fashion. Intan menyebutnya sebagai 4R. 

Langkah termudah ialah “Reuse” atau menggunakan kembali. Ia menyarankan untuk menggunakan baju-baju turunan dari orangtua, saudara atau tetangga yang sudah tidak terpakai. "Kamu juga bisa beli dari barang-barang secondhand, juga dari garage sale dan dari e-commerce," ujarnya.

Kedua, “Reduce” atau mengurangi. Hal ini dapat menghemat pengeluaran untuk belanja pakaian dengan merawat busana yang kita punya sebaik mungkin. "Misalkan punya kain batik, kamu bisa cucinya pakai lerak. Kalau kamu mau healing-healing, itu bisa dengan cuci baju pakai tangan. Kalau mau nyetrika, itu bajunya bisa dibalik dulu," jelasnya. 

Ketiga adalah “Recycling” atau mendaur ulang. Intan mengungkapkan bahwa ada beberapa macam recycling, ada yang benar-benar dihancurkan untuk dibuat barang baru, ada upcycling untuk membuat ulang baju dari beberapa bahan bekas atau dikenal dengan “rework”, dan downcycling, misalnya pakaian-pakaian yang sudah usang dapat dihancurkan dan dibuat sebagai isian bantal.  

Terakhir adalah “Repair” atau memperbaiki. Di Jakarta, terdapat toko-toko yang dapat mereparasi sepatu hingga tas seperti Laba-Laba dan Stop’N’Go. "Ada juga tukang sol sepatu, dan tukang permak keliling yang pakai sepeda," ujar Intan. Langkah kecil ini dapat dilakukan siapa saja dan dimulai dari lemari masing-masing.  

 

Infografis Ragam Material Fesyen Berkelanjutan
Macam-macam material fesyen berkelanjutan. (dok. Liputan6.com/Trie Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya