Serba-serbi Pijat Jamu Indonesia yang Diulas Media Asing

Pijat jamu ini terutama direkomendasikan untuk ibu pascamelahirkan.

oleh Asnida Riani diperbarui 08 Jun 2023, 05:00 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2023, 05:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi pijat jamu. (dok. pexels/Nothing Ahead)

Liputan6.com, Jakarta - Sudah jadi rahasia umum bahwa manfaat jamu tidak hanya bisa didapatkan dengan cara meminum ramuannya. Dalam perpanjangan praktiknya, Anda dapat menikmati "pijat jamu," terutama bagi para perempuan pascamelahirkan.

Jenis pijat ini diulas media asing asal Filipina, Manila Bulletin. Melansir situs webnya, Selasa, 6 Juni 2023, dalam ulasan tertanggal 9 Mei 2023, dijelaskan bahwa jamu adalah ramuan herbal khusus yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

"Pijat jamu menggunakan campuran herbal ini yang dibuat jadi minyak khusus, krim, atau pasta dan dioleskan ke tubuh," sebut outlet itu. Selain sebagai pijat pascamelahirkan, pijat jamu juga bertujuan membuang kelebihan cairan dan "angin" dari tubuh.

"Minyak khusus dipijat di tubuh dan setelah itu, pasta herbal dioleskan di perut dan bahan pengikat dibungkus rapat untuk membantu kulit yang meregang kembali mengencang," papar mereka. "Ada yang menyebut pijat jamu sebagai pijat pelangsing juga karena hal ini."

"Terkadang, pijat payudara juga disertakan untuk membantu merangsang laktasi. Pijat jamu bukanlah pijat sekali praktik, dengan biasanya membutuhkan beberapa sesi," tulis publikasi itu.

Kendati relatif aman, izin dan saran dari dokter Anda, terutama jika memiliki komplikasi sebelumnya atau masalah kesehatan lain, tetap disarankan. "Selain itu, carilah praktisi atau terapis terlatih yang dapat melakukan pijat jamu dengan baik. Terkadang, dokter Anda mungkin memiliki rekomendasi di mana menemukan mereka," tandasnya.

Ramuan Jamu untuk Kulit Sensitif

[FImela] Jamu
Ilustrasi bahan pembuat jamu | pexels.com/@pixabay

Sebelumnya, dalam ulasan publikasi Amerika Serikat (AS), Women's Health, dikutip 9 Mei 2023, jamu juga disebut sebagai "skinminimalism Indonesia yang cocok untuk kulit sensitif." Ini berawal dari pengalaman beauty director-nya, Brian Underwood, ketika berlibur ke Bali.

Ia menulis, "Saya malu untuk mengakuinya, tapi saya terbakar matahari saat berada di Bali, baru-baru ini. Hari itu mendung, dan meski saya tahu indeks UV berada di angka tujuh, saya tidak berpikir untuk memakai tabir surya di lengan saya."

"Untungnya, saya bersama Kadek Supartika, seorang tabib tradisional Bali, berada di kebun jamu, sebidang tanaman obat dan bunga nan rimbun yang digunakan selama berabad-abad oleh orang Indonesia untuk mencegah dan mengobati penyakit," imbuhnya.

Dijelaskan bahwa Supartika membuat jamu dengan meramu beras, cengkih, dan alkohol fermentasi yang disebut arak. "Obatnya, yang dikenal sebagai boreh (yang secara kasar diterjemahkan menjadi lulur), tampak berpasir; Saya tidak yakin saya menginginkannya di kulit saya," katanya.

 

Didukung Studi

Ilustrasi
Ilustrasi bahan pembuat jamu. (dok. unsplash/Merve Sehirli Nasir)

Underwood melanjutkan, "Tapi saat Supartika mengoleskannya ke lengan saya, kemerahan akibat terbakar sinar matahari itu melembut. Saya heran. Ini, seperti banyak orang percaya, adalah kekuatan jamu."

Dijelaskan bahwa jamu dapat ditelusuri kembali ke dua kata Jawa: djampi, yang secara kasar diterjemahkan jadi 'harapan baik,' dan oesodo, atau 'kesehatan', melansir pernyataan Metta Murdaya, penulis Jamu Lifestyle dan salah satu pendiri perusahaan perawatan kulit Juara.

"Yang paling mendasar mengacu pada perawatan dan tonik yang dibuat menggunakan bahan-bahan yang umum ditemukan di Indonesia," sebut Murdaya, menambahkan kunyit, pala, dan asam jawa sebagai sebagian kecil bahan pembuat jamu.

"Penyembuhan adalah tentang tubuh, pikiran, dan jiwa. Boreh dan ramuan jamu membantu dari dalam ke luar dan dari luar ke dalam," Santi Pratiwi Krishna, direktur pengelola Dwaraloka Authentic, sebuah perusahaan pengalaman kesehatan di Bali, menyambung.

Ilmu pengetahuan tampaknya mendukung manfaatnya, sebut publikasi itu. Curcumin, senyawa yang memberi warna kekuningan pada kunyit, dapat membuat kulit lebih bersinar, membantu menyembuhkan luka, dan meringankan kondisi seperti psoriasis, menurut studi.

Skinimalisme ala Indonesia

Ilustrasi
Ilustrasi bahan-bahan pembuat jamu. (dok. pexels/Glaucio Guerra)

"Saya suka berpikiran terbuka," kata dokter kulit Francisca Kartono, yang merupakan kelahiran Indonesia, namun tinggal di Michigan, AS, yang melihat peningkatan minat pada pengobatan herbal. "Saya telah melihat, misalnya, pasien vitiligo menggosokkan kunyit pada kulit dan mengalami hasil berupa repigmentasi."

Yang lebih penting dari ramuannya, kata Murdaya, adalah jamu berakar pada semangat perhatian dan kesederhanaan. Membuat jamu tidak rumit, kontras akan kepercayaan perawatan kulit yang terlalu bersemangat hingga menganggap rutinitas 10 langkah perawatan harian adalah cara terbaik untuk melihat hasilnya.

"Semakin banyak produk yang Anda tumpuk secara acak, semakin rentan Anda mengalami iritasi," kata Dr. Kartono.

Faktanya, penggunaan produk perawatan pribadi telah berkontribusi pada peningkatan dermatitis kontak alergi dan iritan, menurut penelitian selama satu dekade di Journal of American Academy of Dermatology. Ini bisa menjelaskan mengapa tren seperti "skinimalisme" dan "kecantikan lambat" menerangi media sosial.

Dr. Kartono biasanya merekomendasikan hanya tiga atau empat produk pada pasiennya. Itu adalah produk dasar seperti pembersih yang lembut, pelembab sederhana, dan tabir surya.

 

Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.

Infografis Jamu Populer di Indonesia
Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya