Liputan6.com, Jakarta - Berita tabungan Siswa SD Pangandaran senilai Rp112 juta lenyap jadi sensasi online. Dilaporkan bahwa sejumlah orangtua siswa Sekolah Dasar Negeri 2 Kondangjajar, Kecamatan Cijulung, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, melancarkan protes karena uang tabungan siswa SD yang merupakan anak-anak mereka tidak kunjung diberikan, menurut kanal Bisnis Liputan6.com.
Tidak tanggung-tanggung, total tabungan 17 orang siswa tersebut mencapai Rp112.576.000 dengan jumlah yang berbeda-beda. Hal tersebut terungkap saat salah satu wali murid kelas 6 menanyakan tabungan yang belum dikembalikan, meski anaknya telah lulus. Ternyata, orangtua murid lain juga mengalami hal serupa.
Ketika ditagih, pihak sekolah mengaku tidak ada uang, membuat para wali murid kaget dengan jawaban tersebut. Pihak sekolah beralasan, uang tabungan siswa SD itu berada di koperasi dan dipegang seorang guru yang sudah pensiun. Namun, belakangan diketahui bahwa uang tabungan siswa SD itu justru diduga dipinjamkan ke oknum-oknum guru.
Advertisement
Kabar ini ramai jadi perbincangan di media sosial. Salah satu komentar populer di TikTok berbunyi, "Karena gengsi nabung banyak, niatnya saingan para ibu-ibu jika anaknya sanggup nabung banyak, ternyata yang nikmati para guru."
"Betul banget ini. Makanya jangan nabung karena gengsi. Kok bisa percaya sampai ada yang (jumlah tabungannya) puluhan juta (rupiah) begitu," sambung pengguna lain. Sementara, ada juga yang menyebut bahwa ada ibu yang menganggap tabungan anak di sekolah sebagai "tabungan keluarga."
"Kalau di daerah, mungkin malas ke bank, jadi dianggap 'titip' ke tabungan anak di sekolah. Biasanya memang aman-aman saja, dikasih per kenaikan kelas," kata seorang warganet.
Uang Study Tour Dibawa Kabur
Sebelum uang tabungan siswa SD Pangandaran, kasus uang study tour senilai Rp400 Juta milik siswa SMAN 21 Bandung yang dibawa kabur sudah lebih dulu bikin heboh. Dalam lanjutan kasusnya, melansir kanal Regional Liputan6.com, Polrestabes Bandung telah menangkap tersangka berinisial ICL (33).
Sebagaimana diketahui, uang tersebut semula akan digunakan siswa SMA 21 Bandung untuk study tour ke Yogyakarta. Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Budi Sartono mengatakan, ICL merupakan tour leader dari perusahaan jasa perjalanan berinisial GTI. Akibat perbuatannya, kata dia, ratusan siswa SMAN 21 Bandung jadi korban.
"Pelaku ditangkap di kawasan Cilengkrang. Pelaku ini freelance perusahaan GTI," kata Budi di Polrestabes Bandung, 25 Mei 2023. Polisi mendapatkan laporan dugaan penipuan itu pada 24 Mei 2023. Kurang dari 24 jam setelah laporan dibuat, pelaku telah diamankan petugas Polsek Buahbatu.
Menurut Budi, pelaku tengah menjalani pemeriksaan untuk mengetahui motif kasus penipuan atau penggelapan uang yang diduga menimbulkan kerugian sekitar Rp400 juta. "Nanti kita telusuri uangnya ke mana saja, motifnya apa, sehingga yang bersangkutan menggelapkan uang tersebut," kata Budi.
Advertisement
Pengakuan Tersangka
Berdasarkan pemeriksaan awal, menurut Budi, ICL sejauh ini mengaku membawa kabur uang ratusan juta rupiah itu untuk kepentingan pribadi. Karena itu, pihak berwajib mengatakan mereka akan memeriksa sejumlah saksi, termasuk kepala sekolah dan GTI. "Pihak travel sudah diperiksa dan menyatakan bahwa uang itu tidak disetorkan," kata dia.
Akibat kasus itu, ICL dijerat Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Sayangnya, ini bukan kasus pertama yang tercatat. Pada 2021, setelah sempat diminta melengkapi berkas laporan, orangtua siswa SMP dan SMA Bintara melaporkan sekolah di bawah naungan Yayasan Pendidikan Bina Taruna Bangsa ke Polres Metro Depok.
Laporan tersebut, lapor kanal News Liputan6.com, terkait dugaan penggelapan dana study tour. Dalam laporan polisi nomor: STPLP/568/K/III/2021/PMJ/ Restro Depok, dugaan pasal yang dituangkan, yakni Pasal 372 KUHP.
Salah satu orangtua siswa, Eva Roma, mengatakan bahwa ia telah memberikan uang sebesar Rp3 juta untuk pelunasan biaya study tour. Namun, belum ada kejelasan dari yayasan dan sekolah soal uang tersebut. "Belum dikembalikan, bahkan saya tidak dihubungi pihak yayasan," ujar Eva saat itu.
Lanjutan Kasus
Eva menjelaskan, pihak sekolah berencana mengalihkan biaya study tour ke SPP bulanan. Namun, ia menolak rencana itu, sehingga tidak membubuhkan tanda tangan pada kwitansi yang diberikan. Eva mengaku telah membayarkan SPP di luar dana study tour.
"Saya sih berharap cepat selesai, karena ini sudah setahun, mudah-mudahan bisa lancar tidak ada hambatan," ujar Eva.
Ia mengungkap bahwa kasus tersebut berdampak pada psikologis anak. Sebab, anaknya tidak dapat mengikuti pra Ujian Sekolah pada hari kedua. Hal itu lantaran pihak yayasan menganggap dirinya belum membayar SPP di luar dana study tour.
"Jadi karena dianggap belum membayar SPP untuk April dan Mei (2021), padahal sudah bayar SPP tersebut," ucapnya.
Namun, tidak selamanya kasus study tour berujung kurang mengenakkan. Belakangan, beredar pula satu angkatan murid Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Jawa Barat sukses study tour umrah. Disebut bahwa biaya perjalanan itu merupakan hasil menabung selama enam tahun, digabung bayar SPP.
Advertisement