Wisatawan Membludak di Gunung Fuji Berisiko Polusi dan Kerusakan Lingkungan, Pemerintah Jepang Bakal Batasi Pengunjung

Peningkatan wisatawan di Gunung Fuji, Jepang, menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan. Kemungkinan gunung tersebut hanya dapat diakses dengan sistem trem yang rencananya akan dibangun.

oleh Winda Syifa Sahira diperbarui 13 Sep 2023, 05:00 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2023, 05:00 WIB
Gunung Fuji dari Prefektur Yamanashi
Gunung Fuji terlihat dari pinggiran kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, Jepang, pada Kamis (22/4/021). Gunung Fuji, yang terletak di perbatasan antara Prefektur Yamanashi dan Prefektur Shizuoka, adalah gunung tertinggi di Jepang (3776 meter). (Behrouz MEHRI / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan jumlah wisatawan di Gunung Fuji, Jepang, menyebabkan polusi ekstrem dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya. Dilansir dari Japan Today, Minggu, 10 September 2023, pihak berwenang kemungkinan terpaksa membatasi pengunjung dan menjadikan gunung tersebut hanya dapat diakses dengan sistem trem yang rencananya akan dibangun.

Saat ini, Gunung Fuji semakin kehilangan keindahannya. Saat kondisi langit tampak kelabu dan hujan, bus wisata tiba di stasiun pangkalan Gunung Fuji di Jepang dan menurunkan puluhan turis asing berpakaian tipis di depan toko souvenir dan restoran.

Pemandangan tersebut  mengingatkan kita akan sebuah taman hiburan, bukan sebuah penghormatan yang diharapkan kebanyakan orang Jepang kepada gunung setinggi 3.776 mdpl yang dipuja sebagai gunung suci oleh orang Jepang, dan merupakan sumber kebanggaan karena bentuknya yang simetris sempurna.

Wisatawan yang datang juga kurang memperhatikan aturan saat mengunjungi gunung tersebut. "Hei, jangan merokok di sini!" teriak seorang penjaga toko souvenir, ia berbicara kepada seorang pria yang mengenakan celana pendek dan memegang sekaleng bir di depan gerbang torii merah yang melambangkan pintu masuk ke kuil Shinto.

Mastake Izumi, yang merupakan seorang pejabat di Prefektur Yamanashi mengatakan bahwa, "Fuji menghadapi krisis yang nyata." Hal tersebut dikatakannya kepada wartawan saat melakukan tur untuk media asing pada hari Sabtu, 9 September 2023, akhir pekan terakhir sebelum jalur tersebut ditutup untuk tahun ini.

"Ini tidak dapat dikendalikan dan kami khawatir Gunung Fuji akan menjadi tidak menarik lagi, sehingga tidak ada seorang pun yang ingin mendakinya," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kerusakan Lingkungan di Gunung Fuji

Gunung Fuji dari Prefektur Yamanashi
Gunung Fuji terlihat dari kuil Arakura Fuji Sengen di kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, pada Kamis (22/4/2021). Prefektur Yamanashi terletak di sebelah barat Tokyo yang memiliki spot-spot wisata terkenal, salah satunya gunung tertinggi di Jepang, Gunung Fuji. (Behrouz MEHRI / AFP)

Gunung Fuji  terletak di prefektur Yamanashi dan Shizuoka di bagian timur Jepang, selalu populer di kalangan wisatawan lokal dan luar negeri. Gunung tersebut terdaftar sebagai salah satu situs Warisan Dunia UNESCO 10 tahun yang lalu, sehingga semakin meningkatkan popularitasnya.

Namun, saat ini Jepang sedang berupaya untuk mengurangi kepadatan penduduk dan menanggulangi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengunjung, juga memperbaiki lanskap buatan, seperti tempat parkir luas yang dibangun untuk menampung wisatawan. Saat ini, masalah kepadatan penduduk juga semakin parah.

"Subaru", yang merupakan stasiun pangkalan kelima dan terbesar di Jepang, dikunjungi sekitar 4 juta pengunjung pada musim panas ini, yang melonjak sebesar 50 persen dari tahun 2013. Meskipun pembersihan dilakukan oleh petugas kebersihan, dunia usaha, dan relawan.

Namun, media sosial tetap dipenuhi oleh postingan tentang kamar mandi yang kotor dan tumpukan sampah di sepanjang jalur pendakian. Izumi khawatir Dewan Internasional untuk Monumen dan Situs (ICOMOS), yang memberi nasihat kepada Komite Warisan Dunia UNESCO, akan menegurnya akibat kerusakan lingkungan yang terjadi di Gunung Fuji.


Jalur Pendakian yang Terlalu Ramai

Gunung Fuji dari Prefektur Yamanashi
Seorang pejalan kaki melihat Gunung Fuji dari pinggiran kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, pada Kamis (22/4/021). Prefektur Yamanashi terletak di sebelah barat Tokyo yang memiliki spot-spot wisata terkenal, salah satunya gunung tertinggi di Jepang, Gunung Fuji. (Behrouz MEHRI / AFP)

Fenomena "Pendakian peluru" marak terjadi di gunung tersebut, yaitu pendaki yang berusaha mendaki puncak tertinggi di Jepang. Mereka yang ingin menyaksikan matahari terbit dan turun di hari yang sama, juga semakin memusingkan, kata pihak berwenang.

Jumlah permintaan penyelamatan pengunjung juga naik pada tahun ini. Permintaan penyelamatan berjumlah berjumlah 61 orang, angka tersebut naik sebesar 50 persen dari tahun lalu, dengan seperempatnya terdiri dari wisatawan yang berasal bukan dari Jepang, menurut polisi prefektur Shizuoka.

Petugas mengatakan bahwa sebagian besar dari mereka tidak memiliki perlengkapan yang memadai, menderita hipotermia atau penyakit ketinggian. Namun, Polisi Yamanashi tidak memiliki data pembanding tentang hal tersebut. Seorang pengunjung lokal berpendapat bahwa rencana pembatasan pengunjung mungkin tidak bisa dihindari, dikarenakan popularitas yang dimiliki Gunung Fuji.

"Setiap orang Jepang pasti ingin mendaki Gunung Fuji setidaknya sekali dalam hidupnya," kata Jun Shibazaki, 62 tahun, yang datang untuk melakukan tur. "Tetapi tempat ini sangat ramai. Akses masuk yang terbatas mungkin merupakan sesuatu yang harus kita jalani."


Kerusakan Lingkungan di Tokyo

Pohon Gingko Kala Musim Gugur di Tokyo
Seorang perempuan membawa anjingnya sambil berjalan di bawah pohon ginkgo dalam warna musim gugur di Taman Luar Kuil Meiji di Tokyo, Kamis (18/11/2021). Pada pertengahan bulan November, barisan pohon ginkgo yang ada di taman ini akan berubah warna menjadi kuning keemasan. (Philip FONG / AFP)

Selain itu, kabar soal kerusakan lingkungan juga terjadi di Tokyo, Jepang. Kelangsungan hidup pohon ginkgo berusia 100 tahun terancam akibat rencana proyek pembangunan komplek perumahan mewah di Tokyo, Jepang.

Gubernur Tokyo Yuriko Koike menyetujui rencana pembangunan tersebut pada awal tahun 2023. Mitsui Fudosan, seorang pengembang yang juga membangun sepasang gedung pencakar langit setinggi 200 meter di Jingu Gaien, berencana untuk menebang pohon berharga itu di salah satu dari sedikit kawasan hijau di Tokyo.

Dia juga akan merobohkan serta membangun kembali stadion rugby bersejarah dan stadion bisbol yang berlokasi bersebelahan. Pembangunan kembali yang direncanakan akan selesai dalam waktu lebih dari satu dekade itu memicu protes dari para aktivis lingkungan, kelompok masyarakat, penduduk lokal, dan penggemar olahraga.

Pasalnya, tidak hanya satu tapi 18 pohon ginkgo di belakang stadion rugby kemungkinan besar akan ditebang. Dilansir dari Japan Today, Senin, 28 Agustus 2023, Miho Nakashima menggelar protes atas keputusan pembangunan komplek perumahan mewah tersebut dengan berdiri di samping pohon ginkgo yang berusia 100 tahun.

Ia terlihat mengecat tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan gambar dedaunan hijau dan cabang coklat. Pesannya jelas, dan dia mengulanginya sambil berdiri di jantung kawasan taman Jingu Gaien, Tokyo.

Protes tersebut didasari oleh ketidaksetujuan pada penebangan pohon ginkgo yang kesuciannya terancam oleh sengketa rencana pengembangan real estat. "Aku adalah pohon," katanya. "Jangan tebas aku," ujarnya dalam protes tersebut.

Infografis Kunjungan Kenegaraan Kaisar Jepang Naruhito ke Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kunjungan Kenegaraan Kaisar Jepang Naruhito ke Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya