Dokter di Gaza Peringatkan Warga Palestina Terancam Bencana Kelaparan yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

Sembilan dari 10 warga Palestina seharian penuh tidak makan apa pun di wilayah Gaza, menurut laporan terbaru World Food Programme (WFP).

oleh Putu Elmira diperbarui 11 Des 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 11 Des 2023, 03:00 WIB
Duka dan kehancuran pada minggu kedua perang Israel-Hamas
Kehancuran terlihat jelas di seluruh Gaza, ketika warga Palestina mati-matian mencari korban yang selamat dan terpaksa berjalan melewati puing-puing yang tertinggal setelah pemboman Israel. (AP Photo/Ali Mahmoud)

Liputan6.com, Jakarta - Sembilan dari 10 warga Palestina seharian penuh tidak makan apa pun di wilayah Gaza, menurut laporan terbaru World Food Programme (WFP). Organisasi internasional di bawah naungan PBB ini juga melaporkan bahwa hingga 97 persen warga Gaza tidak memiliki cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka di tengah pengepungan dan serangan militer Israel terhadap wilayah kantong Palestina.

Dikutip dari The New Arab, Minggu, 10 Desember 2023, bagi pekerja medis di Gaza, berkurangnya akses terhadap makanan dan air telah memperburuk perjuangan mereka untuk mengatasi krisis ini. Di sisi lain, mereka juga berupaya untuk menyelamatkan nyawa.

"Saya akan jujur kepada Anda. Saya sangat lapar dan energi saya rendah. Saya sudah lapar untuk beberapa waktu. Saat ini saya berada di sekolah perawat di Rumah Sakit Eropa di Gaza," kata seorang dokter senior dari Medical Aid for Palestinians (MAP) kepada The New Arab.

Dokter yang tidak mau menyebutkan namanya itu, mengatakan bahwa meningkatnya tingkat kelaparan telah berdampak signifikan terhadap dirinya dan anak-anaknya. Ia menambahkan bahwa dia baru sekali menerima bantuan kemanusiaan.

Dirinya mengggambarkan bantuan yang telah diberikan "kebanyakan berupa biskuit dan makanan kaleng." Dokter tersebut menekankan bahwa upayanya untuk mengamankan makanan adalah untuk memastikan anak-anaknya menjadi prioritas.

Dikatakannya, bahwa dia belum "mengalami perasaan kenyang selama berminggu-minggu." "Pengeboman di sekitar tempat tinggal saya menyebabkan masalah psikologis pada anak-anak saya. Mereka takut gelap dan suara bomnya menakutkan," terangnya.

Ia menambahkan, "Anak saya berumur lima tahun dan dia meminta saya untuk membelikannya nasi dan daging. Dia tidak mengerti bahwa ayahnya lebih lapar daripada dirinya."

Gedung Pusat Makanan Diserbu

Perang Israel - Hamas
Israel dinilai memberi isyarat mereka sedang bersiap melancarkan serangan darat ke Gaza selatan dalam eskalasi perang yang signifikan. Militer Israel dilaporkan telah menyebarkan selebaran di sejumlah area di Khan Younis, yang isinya peringatan agar warga mengungsi lebih jauh ke selatan menuju Rafah. (AP Photo/Ariel Schalit)

Pada Selasa, 5 Desember 2023, sejumlah orang menyerbu sebuah gudang tempat bantuan makanan untuk dua hari menumpuk sebelum didistribusikan, kata badan pengungsi Palestina PBB (UNRWA). Orang-orang dengan putus asa merampas apa pun yang mereka bisa dan lari membawa karung tepung.

"Perang kelaparan telah dimulai," kata Nawras Abu Libdeh, seorang pekerja medis yang berbasis di Khan Younis bersama MAP kepada kantor berita Associated Press. "Dan ini adalah perang terburuk."

Dalam beberapa hari terakhir, tank-tank Israel bergemuruh ke Gaza selatan, dimulai dari Khan Younis. Ini adalah pembukaan babak baru yang suram dalam perang yang telah menewaskan 17.487 warga Palestina oleh Israel, menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.

Organisasi seperti Doctors Without Borders (MSF) telah mengeluarkan peringatan mengenai tantangan yang dihadapi. Hal ini dikarenakan penembakan besar-besaran tanpa henti, kelangkaan air, dan kekurangan makanan telah menghalangi pasien mereka untuk mengakses perawatan medis yang memadai. Doctors Against Genocide (DAG), sebuah koalisi layanan kesehatan global, merinci dampak dehidrasi dan kelaparan yang dialami oleh dokter mereka sendiri.

Dampak Kelaparan

Distribusi Makanan Warga Gaza Palestina
Warga berkerumun menunggu distribusi makanan di Rafah, Jalur Gaza selatan, Palestina, Rabu (8/11/2023). Sejak dimulainya perang Israel-Hamas, Israel membatasi jumlah makanan dan air yang diperbolehkan masuk ke wilayah Jalur Gaza sehingga menyebabkan kelaparan yang meluas di seluruh wilayah tersebut. (AP Photo/Hatem Ali)

"Hukuman kolektif dan kelaparan telah lama menjadi taktik genosida, dan akuntabilitas serta pengakuan atas taktik genosida ini adalah bagian penting dari lembaga internasional kami," kata DAG dalam sebuah pernyataan yang diperoleh The New Arab.

"Dampak kelaparan dan dehidrasi di Gaza sangat serius, langsung dan mengerikan. Saat ini, pasokan makanan dan air bersih hampir tidak ada, dan hanya sebagian kecil dari bantuan yang diperlukan dapat menjangkau perbatasan," lanjut keterangan itu.

Ditambahkan bahwa, "Para pemimpin Israel telah berjanji untuk menjadikan Gaza tidak dapat dihuni dan memutus makanan, air, listrik, dan bahan bakar adalah strategi kemenangan mereka."

Ahli penyakit dalam dr. Maher Ali, dan dokter anak yang berbasis di Kota Gaza, dr. Faten Ali, yang juga merupakan anggota DAG, menggambarkan betapa parahnya situasi ini. Para dokter mengatakan bahwa hanya dengan satu potong roti per hari dan tidak tersedianya makanan kaleng dan makanan penting lainnya seperti susu, telur, dan keju, banyak orang terpaksa "mengemis makanan."

Kedua dokter ini menyoroti bahwa meskipun tepung masih tersedia, harganya "sangat mahal", yaitu 100 dolar AS untuk satu kantong. Kondisi ini menambahkan bahwa "pasar gelap untuk tepung telah muncul."

"Realitas yang menghancurkan ini memberikan gambaran suram tentang perjuangan sehari-hari yang dihadapi masyarakat Gaza," kata para dokter.

Standar Konsumsi Tak Terpenuhi di Gaza

Operasi Darat Israel di Jalur Gaza
Sebelumnya, Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober lalu dan menewaskan 1.200 orang di Israel serta membawa 240 orang sandera ke Jalur Gaza. (AP Photo/Victor R. Caivano)

WFP mengatakan sejak saat itu menjadi mustahil untuk memberikan pasokan kepada orang-orang yang kelaparan di Jalur Gaza karena Israel meningkatkan serangannya di Jalur Gaza. "Dengan rusaknya hukum dan ketertiban, operasi kemanusiaan yang berarti tidak mungkin dilakukan," kata Wakil Direktur Eksekutif WFP Carl Skau dalam sebuah pernyataan setelah kunjungan ke daerah kantong Palestina pada Jumat, 8 Desember 2023.

"Dengan hanya sebagian kecil dari pasokan makanan yang dibutuhkan, tidak adanya bahan bakar yang fatal, gangguan pada sistem komunikasi dan tidak adanya keamanan bagi staf kami atau bagi orang-orang yang kami layani dalam distribusi makanan, kami tidak dapat melakukan pekerjaan kami," tambahnya.

Menurut kriteria kemanusiaan internasional, satu orang memerlukan minimal hampir empat galon air bersih per hari untuk minum dan memenuhi standar konsumsi dasar. Direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell mengatakan standar seperti itu masih jauh dari terpenuhi di Gaza.

Dalam sebuah opini untuk New York Times, Russell melaporkan bahwa 96 persen pasokan air di wilayah yang terkepung dianggap "tidak layak untuk dikonsumsi manusia", sementara kekurangan bahan bakar telah menyebabkan terhentinya pengolahan air limbah dan pemompaan air.

Infografis Militer Israel Perluas Serangan ke Gaza Selatan
Infografis Militer Israel Perluas Serangan ke Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya