Liputan6.com, Jakarta - Menteri Israel menyerukan "menghapus" bulan Ramadhan. "Apa yang disebut sebagai bulan Ramadhan harus dihilangkan, dan ketakutan kita terhadap bulan ini juga harus dihilangkan," kata Menteri Warisan Israel Amichai Eliyahu pada Radio Angkatan Darat, dikutip dari Anadolu Agency, Selasa (5/3/2024).
Politisi sayap kanan tersebut adalah menteri dari Partai Otzma Yehudit yang dipimpin Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir. Pada November 2023, Eliyahu menyebut bahwa menjatuhkan "bom nuklir" di Jalur Gaza adalah "sebuah pilihan."
Baru-baru ini, "kebocoran" keamanan Israel menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya peningkatan situasi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki selama bulan Ramadhan. Asumsi ini muncul di tengah upaya pembatasan bagi muslim Palestina yang ingin beribadah di Masjid Al-Aqsa selama Ramadan.
Advertisement
Media Israel mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS) menekan Tel Aviv mencapai kesepakatan dengan Hamas mengenai pertukaran sandera dan gencatan senjata di Gaza sebelum Ramadhan. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada Kamis, 29 Februari 2024, bahwa terlalu dini mengatakan Tel Aviv telah mencapai kesepakatan mengenai pertukaran sandera dengan Hamas.
Ketika pembicaraan mengenai kesepakatan pembebasan sandera berlanjut dengan bantuan mediasi AS, Qatar, dan Mesir, Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Senin, 4 Maret 2024 bahwa Israel akan menghentikan perangnya melawan Gaza selama bulan Ramadhan jika kesepakatan tercapai.
Hamas, yang diyakini menyandera lebih dari 130 warga Israel, menuntut diakhirinya serangan negara itu di Gaza sebagai imbalan atas kesepakatan penyerahan sandera. Kesepakatan sebelumnya pada November 2023 menghasilkan pembebasan 81 warga Israel dan 24 warga asing dengan imbalan 240 warga Palestina, termasuk 71 wanita dan 169 anak-anak.
Serangan Bertubi-tubi Israel
Israel telah melancarkan agresi militer bertubi-tubi di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menurut Tel Aviv menewaskan kurang dari 1.200 orang. Setidaknya 30.035 warga Palestina terbunuh dan 70.457 lainnya terluka di tengah kehancuran massal dan krisis kemanusiaan yang kian mencekik.
Israel juga memberlakukan blokade yang melumpuhkan Jalur Gaza, menyebabkan penduduknya, khususnya warga Gaza utara, berada di ambang kelaparan dan malnutrisi. Perang Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Sementara itu, 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB. Akhir pekan kemarin, setidaknya sembilan orang tewas dan banyak lainnya terluka dalam serangan Israel terhadap truk distribusi bantuan di Deir el-Balah, lapor kantor berita Wafa.
Seorang saksi yang tidak menyebutkan namanya mengatakan pada Al Jazeera bahwa ia sedang dalam perjalanan ke sumur pada Minggu, 3 Maret 2024, ketika daerah itu "dihujani rudal, pecahan peluru beterbangan, dan potongan tubuh beterbangan di udara."
Advertisement
Menyerang Warga Gaza yang Hendak Menjemput Bantuan
Saksi mata itu berkata, "Truk ini membawa bantuan, dengan relawan sipil di dalamnya. Mereka membawa makanan untuk pengungsi Gaza. Deir el-Balah disebut-sebut sebagai zona aman."
Pada Minggu malam, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra mengatakan ada "lusinan" korban dalam "pembantaian mengerikan" terhadap para pencari bantuan di dekat bundaran Kuwait di Jalan Salah al-Din di selatan Kota Gaza.
Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera melaporkan dari Rafah, "Tampaknya militer Israel saat ini menargetkan orang-orang yang sangat menunggu makanan, apapun, untuk bertahan hidup."
Serangan itu terjadi ketika Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan setidaknya 15 anak telah meninggal dalam beberapa hari terakhir akibat kekurangan gizi dan dehidrasi di Rumah Sakit Kamal Adwan di Kota Gaza. UNICEF memperingatkan bahwa akan lebih banyak lagi anak-anak di Gaza yang meninggal karena dehidrasi dan kekurangan gizi, kecuali ada intervensi langsung untuk memastikan adanya bantuan.
"Sekarang, kematian anak-anak yang kami khawatirkan telah terjadi dan kemungkinan akan meningkat pesat kecuali perang berakhir dan hambatan terhadap bantuan kemanusiaan segera diselesaikan," direktur regional UNICEF untuk MENA, Adele Khodr, menulis dalam sebuah pernyataan.
Serangan ke Rumah Warga Sipil
Pasukan Israel juga telah mengebom bangunan tempat tinggal di kota Rafah di Gaza selatan, menurut seorang saksi dan laporan media. Serangan ini menewaskan sedikitnya 14 warga Palestina dan mengubur banyak lainnya di bawah reruntuhan.
Serangan pada Sabtu malam, 2 Maret 2024, terjadi beberapa jam setelah pesawat tidak berawak Israel menyerang tenda-tenda yang menampung warga Palestina di Rafah, menewaskan sedikitnya 11 orang. Serangan di Rafah membuat sebuah bangunan empat lantai di area Al Salam jadi puing-puing, menurut para saksi.
Ahmed Radwan, seorang pekerja penyelamat, mengatakan bangunan yang diserang adalah rumah warga sipil, termasuk orang-orang yang mengungsi akibat serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
"Kami berhasil mengevakuasi beberapa jenazah dan menyelamatkan beberapa orang yang terluka, namun lebih banyak lagi warga sipil: perempuan dan anak-anak yang masih berada di bawah reruntuhan," katanya pada Al Jazeera.
"Kami memiliki sumber daya yang terbatas dan sedikit," imbuhnya. "Saat perang ini memasuki bulan keenam, tidak ada bahan bakar untuk mengoperasikan peralatan pencarian dan penyelamatan."
"Kami membutuhkan alat berat untuk membantu menyelamatkan perempuan dan anak-anak dari bawah reruntuhan. Kami harus menggunakan tangan kami dan beberapa peralatan tua yang ringan untuk menyelamatkan korban dari bawah reruntuhan," ungkap dia.
Advertisement