Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah China mengumumkan pembukaan kembali Gunung Everest di Tibet bagi para pendaki setelah penutupan selama lebih dari satu tahun akibat pandemi COVID-19. Keputusan ini disambut baik para petualang dan pecinta alam di seluruh dunia yang telah lama menantikan kesempatan untuk menaklukkan puncak tertinggi di dunia.
Sejak Maret 2020, melansir CNN, Jumat, 5 April 2024, Gunung Everest telah ditutup untuk pendaki sebagai upaya mengendalikan penyebaran virus corona. Namun, dengan penurunan kasus COVID-19 di China dan langkah-langkah pencegahan ketat yang telah diimplementasikan, pemerintah merasa yakin bahwa saatnya telah tiba untuk membuka kembali gunung ikonis ini.
Baca Juga
Tapi, pembukaan kembali Gunung Everest tidak berarti bahwa semua pembatasan telah dicabut. Para pendaki yang ingin mencapai puncak harus mematuhi protokol kesehatan yang ketat, termasuk menjalani karantina selama 14 hari sebelum mendaki. Selain itu, jumlah pendaki yang diizinkan setiap musim pendakian akan dibatasi untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan semua pendaki.
Advertisement
Pembukaan kembali Gunung Everest di Tibet sangat penting bagi industri pariwisata lokal dan ekonomi daerah setempat. Pendakian gunung tersebut adalah sumber pendapatan utama bagi banyak penduduk setempat yang bekerja sebagai pemandu, porter, dan penyedia layanan lain.
Penutupan selama lebih dari satu tahun telah berdampak ekonomi yang signifikan. Pembukaan kembali jalur pendakian Gunung Everest ini diharapkan dapat menghidupkan kembali sektor pariwisata di wilayah tersebut.
Arti Simbolis yang Kuat
Selain itu, Gunung Everest memiliki arti simbolis yang kuat bagi banyak orang di seluruh dunia. Menaklukkan puncak tertinggi di dunia jadi prestasi yang sangat diidamkan para pendaki. Gunung ini juga jadi tujuan wisata populer bagi mereka yang ingin menguji keberanian dan ketahanan fisik mereka.
Pembukaan kembali Gunung Everest memberi harapan bagi para petualang dan pecinta alam untuk kembali mengejar impian mereka, serta menghadapi tantangan yang menguji batas kemampuan mereka. Meski pembukaan kembali ini memberi kabar baik, penting untuk tetap berhati-hati dan mematuhi semua protokol kesehatan yang diberlakukan.
Pandemi COVID-19 masih belum berakhir, dan masyarakat disebut harus tetap waspada untuk melindungi diri sendiri dan orang lain. Dengan menjaga keselamatan dan kesehatan sebagai prioritas utama, pelancong dapat menikmati keindahan alam, serta pengalaman mendaki Gunung Everest dengan aman dan bertanggung jawab.
Sementara itu, menjelang musim pendakian Gunung Everest 2024, Nepal kembali mengeluarkan persyaratan baru setelah sebelumnya mewajibkan pendaki membawa kantong kotoran sendiri. Kini, mereka mewajibkan semua pendaki untuk menyewa dan menggunakan chip pelacak dalam perjalanan mereka.
Advertisement
Wajib Bawa Chip
"Perusahaan-perusahaan terkenal sudah menggunakannya, tapi sekarang sudah diwajibkan bagi semua pendaki," kata Rakesh Gurung, direktur departemen pariwisata Nepal, dikutip dari CNN, 3 Maret 2024. "Ini akan mempersingkat waktu pencarian dan penyelamatan jika terjadi kecelakaan."
Ia menjelaskan bahwa pendaki akan membayar 10--15 dolar AS per chip yang akan dijahit ke dalam jaket mereka. Setelah pendaki kembali, chip tersebut akan diambil, diberikan kembali pada pemerintah, dan disimpan untuk orang berikutnya.
Chip pelacak menggunakan sistem penentuan posisi global (GPS) untuk berbagi informasi dengan satelit. Gurung menambahkan bahwa chip tersebut diproduksi di Eropa, tapi tidak merinci di mana atau oleh perusahaan mana.
Mayoritas orang yang mencoba mendaki Gunung Everest setinggi 8.849 meter melakukannya melalui Nepal, dengan membayar izin pendakian 11Â ribu dolar AS (sekitar Rp173 juta) per orang. Ditambah dengan harga peralatan, makanan, oksigen tambahan, pemandu Sherpa, dan banyak lagi, biaya mendaki gunung bisa membengkak lebih dari 35 ribu dolar AS (sekitar Rp550 juta).
Bawa Kotoran Turun
Diperlukan waktu hingga dua bulan untuk menyelesaikan pendakian Gunung Everest. Waktu yang paling ideal untuk mendaki gunung tersebut sangat singkat, biasanya pada pertengahan Mei, tergantung kondisi cuaca.
Sebelumnya, para pendaki Gunung Everest diharuskan membersihkan kotoran mereka sendiri dan membawanya kembali ke base camp untuk dibuang. "Pegunungan kami mulai berbau busuk," ungkap Mingma Sherpa, ketua kota pedesaan Pasang Lhamu, lapor BBC dikutip 10 Februari 2024.
Pemerintah kota, yang mencakup sebagian besar wilayah Everest, telah memperkenalkan aturan baru ini sebagai bagian dari penerapan kebijakan yang lebih luas. Karena suhu ekstrem, kotoran yang tertinggal di Everest tidak sepenuhnya terurai.
"Kami mendapat keluhan bahwa kotoran manusia terlihat di bebatuan dan beberapa pendaki jatuh sakit. Ini tidak dapat diterima dan mengikis citra kami," tambah Mingma. Pendaki yang mencoba mendaki Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia, dan Gunung Lhotse di dekatnya akan diperintahkan untuk membeli kantong kotoran di base camp, yang akan diperiksa saat mereka kembali.
Advertisement