Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 60 destinasi wisata di dunia saat ini menarik pajak wisata bagi para turis asing. Dikutip dari CNN, Rabu, 15 Mei 2024, pada April 2024, Venesia mulai membebankan biaya kepada wisatawan harian (day trippers) sebesar €5 atau Rp87 ribu untuk mengunjungi kota tersebut pada musim-musim sibuk.
Bukan hanya kota laguna dengan 30 juta pengunjung setiap tahunnya yang tertarik untuk mencoba pajak pariwisata baru. Di Inggris, dewan wilayah di Kent telah merekomendasikan penerapan pajak wisata untuk penginapan semalam di wilayah tersebut. Di Skotlandia, pengunjung ke Edinburgh kemungkinan besar akan membayar biaya pajak tambahan pada 2026 dan pemerintah Wales berencana untuk memperkenalkan undang-undang serupa pada akhir tahun ini.
Baca Juga
Dikritik Kurang Efektif Tekan Overtourism, Venesia Malah Perpanjang Pajak Wisata Harian pada 2025
Pajak Wisata Thailand Bakal Dimulai dari Turis Asing yang Datang via Jalur Udara, Sudah Termasuk Asuransi Jiwa
Wisatawan Indonesia Bakal Diwajibkan Bayar Pajak Wisata Rp138 Ribu Saat Liburan ke Thailand
Beberapa negara bahkan sudah menerapkannya sejak lama, seperti Prancis sejak 1910. Namun, sebagian besar diperkenalkan dalam satu atau dua dekade terakhir.
Advertisement
Sebelum pandemi COVID melanda, tahun 2020 digambarkan oleh sebuah surat kabar sebagai "tahun pajak turis", karena Amsterdam bergabung dengan daftar tujuan wisata kena pajak, bersama dengan Paris, Malta, dan Cancun. Hal ini ditanggapi secara beragam oleh para wisatawan.Â
Bagi banyak daerah tujuan wisata, masalah utama bukanlah wisatawan yang bermalam, melainkan pengunjung harian yang menggunakan sumber daya lokal namun hanya memberikan sedikit kontribusi finansial. Karena itu, pajak juga dapat digunakan untuk 'mengurangi' kunjungan harian dan justru mendorong turis untuk berlibur lebih lama.
Dampaknya ke Sektor Pariwisata
Penerapan pajak wisata ini sering kali menimbulkan kontroversi, dengan badan-badan industri menyuarakan keprihatinan mengenai potensi dampaknya terhadap industri wisatawan. Tampaknya, hubungan antara pajak tersebut dan jumlah pengunjung tidaklah sederhana.
Beberapa penelitian menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Misalnya saja, beberapa pihak berpendapat bahwa pajak pariwisata telah menghambat pariwisata internasional di Kepulauan Balearik dan Maladewa dan hal ini mungkin menghalangi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pariwisata domestik. Namun, di Barcelona, jumlah pengunjung terus meningkat, dengan peningkatan jumlah tamu hotel dari 7,1 juta pada 2013 menjadi 9,5 juta pada 2019.
Faktanya, hubungan antara pajak wisata dan arus wisatawan sangatlah kompleks sehingga tidak ada kesatuan pandangan, bahkan di dalam negara yang sama. Italia adalah salah satu negara yang paling banyak diteliti, dan hasilnya juga tidak konsisten.
Studi lain, yang mengamati tiga lokasi pantai di Italia yang berdekatan, menemukan bahwa hanya di satu destinasi saja pajak wisata terbukti mengurangi arus wisatawan. Studi terhadap kota Roma, Florence, dan Padua di Italia menunjukkan bahwa kota-kota tersebut tidak mengalami dampak negatif apa pun baik dalam hal permintaan domestik maupun internasional. Jadi, dampak pajak pariwisata terhadap jumlah pengunjung tidak dapat disimpulkan.
Advertisement
Punya Manfaat bagi Destinasi
Bagaimana dengan dampak lainnya, seperti potensi manfaat pembelanjaan pendapatan atau spending yang diperoleh? Sebagai bagian dari proyek penelitian yang sedang berlangsung, para peneliti mengamati tujuh destinasi berbeda dengan pajak wisata untuk melihat bagaimana uang yang terkumpul kemudian dibelanjakan.
Di sebagian besar tempat, pendapatan pajak wisata digunakan untuk mendanai pemasaran dan branding sehingga diinvestasikan langsung untuk mempromosikan lebih banyak wisatawan. Pendapatan tersebut juga biasa digunakan untuk mendanai infrastruktur pariwisata, mulai dari toilet umum dan jalur berjalan kaki atau bersepeda hingga pusat konvensi bernilai miliaran dolar di Orange County, Florida.
Di Kepulauan Balearik, Sapnyol, pendapatan cenderung disalurkan ke proyek-proyek yang memitigasi dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan, budaya, dan masyarakat di kepulauan tersebut. Hal ini mencakup pengelolaan sampah, pelestarian habitat alam dan monumen bersejarah, serta perumahan sosial.
Namun secara umum, pajak pariwisata telah diterapkan dengan sukses di seluruh destinasi yang diamati dan hanya ada sedikit bukti adanya penurunan jumlah pengunjung. Penelitian juga menunjukkan bahwa ketika wisatawan diberitahu untuk apa pungutan tersebut, wisatawan bersedia menerima dan membayar retribusi tersebut.
Pajak Wisata Turis Asing di Indonesia
Di Indonesia sejauh ini, Bali menjadi provinsi yang sudah menetapkan pajak wisatawan asing. 'Pajak' tersebut dinamai sebagai pungutan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing Untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali.
Dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, pembayaran Pungutan Bagi Wisatawan Asing berlaku selama Wisatawan Asing berwisata ke Bali, sebelum Wisatawan Asing bersangkutan meninggalkan wilayah Indonesia. Pungutan wajib dibayar melalui pembayaran secara elektronik (e-Payment) sebesar Rp150.000.
"Pembayaran Pungutan bagi Wisatawan Asing wajib dilakukan sebelum atau pada saat memasuki pintu kedatangan di Bali," bunyi Pasal 5 Ayat 4.
Pembayaran pungutan oleh Wisatawan Asing diberikan tanda bukti telah membayar secara elektronik dengan barcode dan/atau tanda resmi tertentu dari Pemerintah Provinsi. Untuk teknis tata cara pembayaran pungutan ditetapkan dalam Peraturan Gubernur.Â
Menanggapi hal itu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Sandy Firdaus menegaskan untuk daerah lain yang di dalam perda tidak menyebutkan adanya pungutan pajak yang bisa diambil, pemerintah daerah (pemda) tidak boleh mengutip retribusi. Jika nekat, hal itu dipastikan ilegal.
Advertisement