Liputan6.com, Jakarta - Menandai perayaan perdana Hari Kebaya Nasional (HKN), Rabu (24/7/2024), Bakti Budaya Djarum Foundation mempersembahkan film pendek berjudul Kebaya Kala Kini. Karya garapan sutradara Bramsky ini menghadirkan sejumlah muse, yakni Dian Sastrowardoyo, Putri Marino, Syandria Kameron, dan Woro Mustiko.
Sinematrografi berdurasi sekitar delapan menit ini bermaksud menggambarkan kebaya sebagai bagian dari identitas perempuan Indonesia dengan berbagai perannya. Visualnya diramu sedemikian rupa untuk memancarkan esensi kebaya sebagai simbol kehidupan dan perjalanan budaya penuh warna nan makna.
Tidak semata jadi kostum acara-acara formal seperti dipersepsikan di era modern, kebaya di sini dipakai dalam keseharian. Di antara adegannya, penonton akan melihat Dian jadi penggembala sapi sampai tukang sayur, sementara Putri Marino cuek naik sepeda untuk melepas burung dara.
Advertisement
Para muse juga berbaur dengan sejumlah talent perempuan lain di berbagai setting, yang menurut sang sutradara, berlatar di Kulonprogo, Yogyakarta. Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian mengatakan saat jumpa pers di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Juli 2024, "Ini merupakan langkah kecil untuk mendukung penetapan Hari Kebaya Nasional 2024."
Menurut Renita, pihaknya mempersepsikan kebaya sebagai busana perempuan Indonesia yang menyatukan seluruh strata sosial. "Juga, lintas batas wilayah di Indonesia dengan berbagai variasi kebaya dari daerah masing-masing. Artinya, kebaya bisa dipakai di mana saja oleh siapa saja."
"Harapan kami utamanya, dengan satu langkah kecil yang kami lakukan, mudah-mudahan bisa mendorong ekosistem ekonomi dari kebaya, baik untuk desainer, pembordir, penjahit, pembuat kebaya, dan penjual kebaya," bebernya.
Kanal Penayangan Kebaya Kala Kini
Kebaya Kala Kini dapat disaksikan melalui YouTube Indonesia Kaya pada Rabu (24/7/2024) mulai pukul 10.00 WIB. Bramsky bercerita, "Ada beberapa metafora di dalam film pendek ini yang menyimbolkan harapan dan doa, selain menggambarkan kegelisahan orang-orang, 'Sebenarnya aku mau ke mana lagi?'"
Kebaya, menurutnya, bukan sekadar baju untuk dipakai, tapi representasi perjalanan, bahkan transformasi perempuan Indonesia. Konseptor dan penata busana para pemeran Kebaya Kala Kini Hagai Pakan mengatakan bahwa ia berupaya memperlihatkan kebaya dalam spektrum yang luas di film pendek ini.
Tidak hanya soal ragam jenis kebaya dari berbagai wilayah di Nusantara, tapi memastikan busana ini bisa dipakai perempuan dengan warna kulit apapun dan dalam bermacam bentuk tubuh. "Memang belum semua jenis kebaya diperlihatkan di sini, tapi setidaknya direpresentasi (kebaya-kebaya) yang populer, seperti kutubaru dan encim," sebut dia.
Kebaya-kebaya di film pendek ini merupakan arsip sejumlah desainer, seperti SAPTO DJOJOKARTIKO, Ghea Resort, Lulu Lutfi Labibi, dan Sejauh Mata Memandang, serta kebaya-kebaya vintage yang dijual di pasar. "Salah satunya ada kebaya dari tahun 60-an dan kebaya lamaran ibu saya dari tahun 80-an," ujarnya.
Advertisement
Memaknai Kebaya Secara Personal
Putri berbagi bahwa kebaya telah jadi bagian besar dalam hidupnya. "Aku ingat banget dulu aku masih kecil, sering pulang ke Singaraja (Bali), ke kampungnya mama. Ngikutin upacara di sana dan excited buat milih pakai kebaya apa ya," sebutnya.
Aktris berusia 30 tahun ini melanjutkan, "Sekarang mungkin masih banyak generasi-generasi kita yang takut memakai kebaya. Mungkin menganggap kebaya terlalu membebankan, berat banget kalau memakai kebaya, atau terlihat lawas sekali kalau memakai kebaya."
"Jadi ," imbuhnya. "Besar harapan aku dengan (menonton) film ini, banyak generasi-generasi muda yang akan berkenan memakai kebaya dalam kehidupan sehari-hari."
Semangat serupa diceritakan Syandria. Selain meneruskan tradisi keluarga dengan berkebaya, melalui sanggar tarinya, ia membiasakan murid-muridnya berkebaya selama latihan. "Alhamdulillah murid-murid dan para guru dengan senang hati mendukung itu dan dengan senang hati memakai kebaya," kata dia.
Sementara itu, Woro menganggap kebaya tidak semata kostum saat mendalang, tapi "sudah seperti pusaka." "Seiring waktu, saya senang melihat kebaya digemari anak-anak muda, dan bisa dipakai lebih santai," ia bercerita.
Kebaya-Kebaya Favorit
Woro berkata, "Kebaya itu ternyata sangat luwes, sangat fleksibel, dan sangat relevan di masa sekarang dan mendatang." Masing-masing mereka pun punya kebaya favorit.
Putri, misalnya, ia mengaku suka kebaya encim. "Koleksi (kebaya encim) lumayan banyak di rumah," sebut ibu anak satu ini. "Kebaya kutubaru aku suka. Kebaya modern juga aku suka."
Syandria berbagi bahwa ia suka kebaya kutubaru bergaya Bali, kampung halamannya, lengkap dengan selendang. "Kalau di Bali bilangnya senteng (selendang)," ia menambahkan.
Woro menyambung, "Dari dulu, akrabnya dengan (kebaya) kutubaru dan kartini, jadi otomatis suka. Tapi akhir-akhir ini jadi suka kebaya janggan juga. Jadi saat mendalang, saya pakai (kebaya) janggan, tapi yang panjang, karena harus duduk bersila."
Akhirnya, Renita mengatakan bahwa Kebaya Kala Kini hanya langkah awal pihaknya dalam mendukung pelestarian kebaya. "Kami akan melakukan banyak hal ke depan, dan semoga ini tidak hanya dilakukan oleh kami, tapi juga banyak pihak," tandasnya.
Advertisement