Survei: 85 Persen Warga Jepang Anggap Negatif Kunjungan Wisatawan Asing ke Taman Nasional

Meski membuka diri untuk kunjungan wisatawan asing ke taman nasional, mayoritas warga Jepang rupanya tidak melihat kunjungan mereka dalam persepsi positif.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 28 Okt 2024, 07:30 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2024, 07:30 WIB
Orang-orang sedang berfoto di depan Gunung Fuji Jepang di kota Gotemba, prefektur Shizuoka. Yuichi YAMAZAKI / AFP
Orang-orang sedang berfoto di depan Gunung Fuji Jepang di kota Gotemba, prefektur Shizuoka. (Dok: Yuichi YAMAZAKI / AFP)

 

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah survei pemerintah Jepang yang dirilis pada Jumat, 25 Oktober 2024, mengungkapkan bahwa lebih dari 85 persen responden memandang negatif kunjungan wisatawan asing ke taman nasional Jepang. Mereka khawatir kunjungan gaijin, sebutan bagi orang asing, dapat menyebabkan lebih banyak kasus perilaku buruk dan pelanggaran aturan.

Dengan hasil survei yang disajikan lewat komponen pilihan ganda, seorang pejabat Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, "Kami akan berupaya mempromosikan kesadaran dan langkah-langkah untuk penggunaan yang tepat dari taman nasional."

Mengutip Kyodo, Minggu, 27 Oktober 2024, survei yang dilakukan oleh Kantor Kabinet Jepang itu melibatkan 3.000 orang di seluruh negeri antara Juli hingga Agustus. Sekitar 1.750 orang memberikan tanggapan yang valid.

Selain temuan soal kekhawatiran warga, sekitar 10,3 persen responden menentang masuknya wisatawan di daerah sekitar taman nasional. Hal itu tak lepas dari sejumlah wilayah di Jepang yang terimbas dampak negatif kunjungan wisatawan, seperti meningkatnya kemacetan lalu lintas dan overtourism.

Lonjakan jumlah wisatawan asing juga menimbulkan pertanyaan tentang apakah pengunjung taman harus dikenakan biaya untuk pemeliharaan dan fasilitas. Saat ini, tidak satu pun taman nasional di Jepang yang memiliki biaya masuk, waktu buka, atau waktu tutup, menurut Organisasi Pariwisata Nasional Jepang.

 

Dalam komponen pilihan tunggal dari survei, 71,6 persen merasa pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus menanggung sebagian biaya untuk memelihara dan meningkatkan fasilitas seperti jalur pendakian gunung dan toilet. Pengunjung juga berkontribusi melalui biaya penggunaan.

Tetap Ada Persepsi Positif dari Kunjungan Wisatawan Asing

Menikmati Surya dari Puncak Gunung Fuji
Foto pada 18 Juli 2021 menunjukkan orang-orang mendaki ke puncak Gunung Fuji, barat Tokyo. Mendaki Gunung Fuji bukanlah hal yang mudah, tetapi pemandangan matahari terbit di atas lautan awan adalah hadiah terindah bagi yang mencapai puncak tertinggi di Jepang. (Charly TRIBALLEAU/AFP)

Sekitar 13,8 persen berpendapat bahwa pemerintah harus menanggung semua biaya pemeliharaan, sedangkan 12,5 persen lebih suka pengunjung menanggung semua biaya. Mengenai biaya masuk, 41,0 persen responden mendukung biaya maksimum 500 yen (Rp51,5 ribu), diikuti oleh 35,3 persen yang mendukung batas maksimum 1.000 yen (sekitar Rp103 ribu).

Meski begitu, survei juga menemukan sentimen positif dari kunjungan wisatawan asing ke taman nasional. Sebanyak 45,9 persen memiliki ekspektasi hasil ekonomi, yang merupakan jawaban tertinggi kedua, dan 28,3 persen berharap lebih banyak wisatawan akan membantu mendorong revitalisasi regional.

Sejumlah tempat wisata populer di Jepang sebelumnya menerapkan aturan kunjungan berbayar. Salah satunya berlaku untuk pendaki Gunung Fuji. 

Mereka menerapkan biaya masuk sebesar 2.000 yen (Rp218.490,06) dan sumbangan sukarela pada Jalur Yoshida. Pemerintah juga menerapkan kuota dengan maksimal 4.000 pendaki per hari. Penerapan sistem reservasi daring juga dilakukan untuk meningkatkan keselamatan dan mengurangi dampak lingkungan. 

Langkah yang diambil nyatanya berdampak pada tingkat kunjungan. Jumlah pendaki Gunung Fuji Jepang merosot cukup signifikan, sampai 14 persen, pada musim pendakian tahun ini. Tren penurunan itu terlihat sejak awal Juli hingga awal September.

Kebijakan Pengendalian Masalah Overtourism di Gunung Fuji

Gunung Fuji dari Prefektur Yamanashi
Seorang pria berjalan di bawah tori di kuil Arakura Fuji Sengen saat Gunung Fuji terlihat dari kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, Jepang, pada Kamis (22/4/2021). Gunung Fuji merupakan gunung tertinggi di Jepang dengan tinggi sekitar 3.776 meter dari atas permukaan laut. (Behrouz MEHRI / AFP)

Mengutip AFP, Jumat, 13 September 2024, penurunan jumlah pendaki terjadi meski jumlah wisatawan asing yang datang ke Jepang meningkat, mencapai hampir 18 juta tepatnya paruh pertama tahun 2024. Langkah-langkah pengetatan dirancang untuk menjaga kelestarian dan kualitas pengalaman pendakian di Gunung Fuji yang dikenal sebagai destinasi ziarah dan simbol budaya Jepang.

Kebijakan baru ini juga berdampak positif terhadap pemeliharaan dan pengelolaan jalur pendakian. Dengan jumlah pendaki yang terbatas, pihak berwenang bisa lebih efektif dalam mengawasi dan mengatur penggunaan fasilitas serta menjaga kondisi jalur tetap optimal. 

Selain itu, pengurangan jumlah pendaki membantu meminimalkan dampak lingkungan yang disebabkan oleh kerumunan yang besar, misalnya kerusakan vegetasi dan pencemaran. Upaya ini termasuk bagian dari strategi berkelanjutan untuk memastikan bahwa Gunung Fuji tetap dapat dinikmati oleh generasi masa depan tanpa mengorbankan keindahan alam maupun nilai-nilai budaya yang ada.

Menurut Kementerian Lingkungan Jepang, data jumlah pendaki dikumpulkan menggunakan perangkat inframerah yang dipasang di empat jalur utama pendakian Gunung. Musim panas ini, kementerian mencatat sekitar 178.000 pendaki, turun cukup banyak dari 200.000 pada tahun sebelumnya maupun masa pandemi.

Paket Wisata 3B Pecah Overtourism di Bali Selatan

Pecah Overtourism di Bali Selatan, Kemenparekraf Kembangkan Paket Wisata 3B via Banyuwangi
Kemenparekraf mengembangkan paket wisata 3B untuk memecah overtourism di Bali Selatan dengan menjadikan Banyuwangi sebagai pintu masuk utama. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)

Isu soal overtourism juga dihadapi Bali, khususnya di kawasan selatan. Upaya redistribusi wisatawan terus digencarkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dengan merilis paket wisata 3B, yakni Banyuwangi - Bali Barat - Bali Utara, pada 20 September 2024.

Dalam paket wisata itu, Banyuwangi dijadikan sebagai pintu masuk. Kabupaten paling timur dari Pulau Jawa itu bisa diakses via darat maupun udara dari berbagai kota di Jawa. Selanjutnya, wisatawan yang ingin berkunjung ke Bali Utara dan Bali Barat bisa menggunakan kapal cepat dari Pantai Boom di Banyuwangi menuju Lovina, dengan titik pemberhentian di dermaga Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng.

Perjalanan makin menyenangkan karena bisa menikmati pemandangan alam yang indah dari Taman Nasional Bali Barat dari kejauhan. Bila beruntung, pelintas akan disambut oleh sekelompok lumba-lumba.

Menparekraf Sandiaga Uno optimistis paket wisata ini bisa menarik minat banyak wisatawan. Karena selain menuju Lovina, Desa Pemuteran juga memiliki berbagai daya tarik seperti wisata religi juga salah satu event terbaik, yakni Pemuteran Bay Festival. "Dengan kapal cepat, mereka (wisatawan) bisa bermalam lebih dulu di Banyuwangi lalu menuju Lovina hanya dengan waktu dua jam," ujarnya.

Infografis Destinasi Wisata Bahari yang Populer di Indonesia
Infografis Destinasi Wisata Bahari yang Populer di Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya