Liputan6.com, Jakarta - Emisi karbon tak terkendali berdampak nyata pada laju perubahan iklim global. Ekosiststem mangrove berperan tak hanya menahan abrasi, tapi juga menyerap karbon yang disebut lebih tinggi dibandingkan ekosistem hutan di daratan.
Untuk itu, CGS International Sekuritas Indonesia kembali menggelar Mangrove Project - Untuk Satu Bumi. Pada tahun ini, sekitar 2.500 bibit mangrove ditanam secara bertahap di lima daerah di lima provinsi di Indonesia, yaitu Tanjung Pasir Perhutani, Tangerang, Banteng; Pulau Untung Kepulauan Seribu, Jakarta; Pantai Mangunharjo, Semarang; Mempawah, Kalimantan Barat; dan Likupang, Sulawesi Utara.
Advertisement
Baca Juga
Proses penanaman tersebut melibatkan lebih dari 150 karyawan serta sukarelawan dari Seasoldier yang tersebar di berbagai lokasi penanaman mangrove. Dalam keterangan tertulis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Sabtu (30/11/2024), Presiden Direktur CGS International Sekuritas Indonesia, Lim Kim Siah menyebut proyek penanaman mangrove tersebut sesuai dengan obyektif SDG ke-13 tentang penanganan perubahan iklim.
Advertisement
"Saat ini total mangrove yang kami tanam sebanyak 8.600 bibit di tujuh provinsi dan masih akan terus bertambah di tahun-tahun berikutnya dan terus dimonitor untuk proses pertumbuhan mangrovenya," ujarnya.
Perusahaannya juga berkolaborasi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mempromosikan lebih banyak perusahaan agar terlibat dalam program keberlanjutan lingkungan yang berdampak nyata dan berinvestasi pada produk yang lebih ramah lingkungan. "Kami berharap langkah ini dapat ikut menggerakkan perusahaan lainnya untuk terus menjalankan ESG sehingga pada akhirnya nanti Indonesia dapat mencapai target net zero emission pada 2060 seperti yang dicanangkan Menteri Keuangan Republik Indonesia," imbuhnya.
Menjaga Tingkat Survival Rate
Peran mangrove dalam mengurangi emisi karbon sangat signifikan karena dapat menyimpan karbondioksida dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan hutan daratan serta lahan lainnya. Penanaman mangrove juga bisa menjaga keseimbangan ekosistem laut dan melindungi masyarakat dari dampak bencana alam.
Meski begitu, menanam mangrove tidak semudah merawatnya hingga bisa tumbuh besar dan menyerap karbon lebih banyak. Dinni Septianingrum, founder dan COO Seasoldier, menyatakan bahwa perlu banyak usaha untuk menjaga, merawat, dan memastikan survival rate mangrove tetap tinggi di lapangan.
"Survival rate 80 persen bukan hal yang mudah karena di lapangan ada beberapa faktor yang menyebabkan bibir mangrove mati. Misalnya, karena sampah yang terbawa arus, lumut, atau hama teritip. Kolaborasi dan aksi individu adalah hal utama untuk menjaga semangat di lapangan," ucapnya.
Usaha tersebut diapresiasi oleh Bursa Efek Indonesia. "Seperti tujuan berinvestasi, kami percaya bahwa penanaman mangrove merupakan investasi untuk memberikan manfaat besar bagi generasi mendatang. Kami juga mendorong agar program ini dapat dilakukan secara berkelanjutan dan menginspirasi lebih banyak pihak untuk melakukan inisiatif seperti ini," ujar Kautsar Primadi Nurahmad, Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia.
Advertisement
Harus Menghasilkan Pendapatan bagi Masyarakat
Dalam kesempatan terpisah, mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam memulihkan lingkungan lewat penanaman pohon. Langkah itu juga harus dibarengi dengan upaya membangun kesejahteraan masyarakat.
"Kerja saja ngga cukup, tapi harus bekerja dan berpenghasilan," katanya di sela aksi Penanaman Mangrove Serentak dari Kawasan Ekowisata Mangrove Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis, 25 April 2024, dikutip dari kanap News Liputan6.com.
Penanaman mangrove menjadi bagian dari komitmen Indonesia kepada dunia terkait penurunan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lainnya melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Saat ini, pemerintah tengah membangun tata kelola ekosistem mangrove.
"Secara umum, kita telah memiliki Roadmap Rehabilitasi Mangrove Nasional Tahun 2021-2030, sedang dalam proses penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Rancangan PP tersebut diharapkan dapat segera terbit guna memberikan kepastian hukum pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove, baik bagi pemerintah maupun masyarakat," kata Siti pada saat itu.
Memaksimalkan Potensi Perlindungan dari Mangrove
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional Tahun 2023, luas hutan mangrove yang ada di Indonesia mencapai 3,44 juta hektare, setara dengan 20 persen dari total luas mangrove dunia. Angka itu menunjukkan Indonesia merupakan pemilik ekosistem mangrove terbesar di dunia. Dengan luas tersebut, ekosistem mangrove punya potensi luar biasa dari sisi ekologi hingga mata pencaharian masyarakat.
Dari sisi ekologi, ekosistem mangrove menjadi habitat dari 3.000 spesies ikan. Akarnya yang besar dan panjang, mangrove berperan sebagai perangkap endapan maupun perlindungan erosi pantai dan menghambat intrusi air laut ke daratan.
Ekosistem Mangrove juga berfungsi mampu menyerap karbon 3 - 5 kali lebih besar dari hutan tropis biasa. Berdasarkan penelitian yang ada, hutan mangrove Indonesia menyimpan 3,14 miliar ton karbon sepertiga dari seluruh karbon di dunia dan berperan krusial dalam mitigasi perubahan iklim.
Melihat potensi ini, mangrove dapat berkontribusi secara signifikan dalam upaya pencapaian Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia tahun 2030. Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Minggu, 28 Juli 2024, pemerintah melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) berkomitmen untuk melakukan rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare.
Target 600 ribu hektare ini terbagi menjadi dua, yaitu target 200.000 hektare untuk rehabilitasi mangrove melalui kegiatan penanaman oleh masyarakat. Kedua, target 400.000 hektare berupa pengelolaan lanskap mangrove berkelanjutan, termasuk di dalamnya melindungi areal mangrove yang masih utuh lewat penguatan regulasi, kelembagaan, serta pemberdayaan masyarakat.
Advertisement