Liputan6.com, Jakarta - Karya penyair Indonesia ternyata dapat ditemukan di stasiun kereta bawah tanah (subway) di Kota Seoul, Korea Selatan. Puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar ditampilkan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea, di dua staisun di Seoul, yaitu: Stasiun Yeouido Jalur 5 Peron 8-2 dan 8-3 dan Stasiun Gangnam Jalur 2 Peron 3-3 dan 3-4.
Lalu, bagaimana puisi karya penyair dan sastrawan legendaris Indonesia itu bisa mejeng di Korea Selatan? Penempatan puisi itu ternyata merupakan bagian dari Program Puisi Multinasional yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota Seoul sejak 2008.
Baca Juga
Program ini bertujuan untuk menampilkan puisi dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Inggris, India, Malaysia, Mongolia, dan Vietnam, sebagai bentuk penghargaan terhadap sastra dunia. Dilansir dari akun YouTube Arirang dan akun Instagram @indonesiainseoul, 12 Februari 2025, puisi tersebut ditampilkan dalam dua bahasa, yaitu Indonesia dan Korea.
Advertisement
Pemilihan puisi 'Aku' didasarkan pada pesan universal yang terkandung di dalamnya, yang berbicara tentang semangat dan determinasi diri, serta dianggap relevan lintas budaya, termasuk bagi masyarakat Korea Selatan. Chairil Anwar dikenal sebagai salah satu sastrawan terkemuka Indonesia yang punya pengaruh besar dalam dunia sastra.
Puisi 'Aku' dianggap sebagai representasi dari semangat perjuangan dan keberanian yang dimiliki oleh Chairil Anwar. Melalui karya ini, ia berhasil menyampaikan pesan yang dalam dan menginspirasi, terutama pada bagian terakhir puisi yang berbunyi, 'Aku mau hidup seribu tahun lagi.'
Kalimat ini menggambarkan semangat hidup yang membara dan harapan yang tak pernah padam, sebuah pesan yang sangat relevan di berbagai kalangan. "Ia (Chairil Anwar) adalah simbol perjuangan kemerdekaan nasional pada masa penjajahan," ungkap Zelda Wulan Kartika, Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Seoul, saat diwawancara stasiun TV Korea berbahasa Inggris, Arirang.
Alasan Pemilihan Puisi Chairil Anwar
Zelda juga menyoroti bagian terakhir puisi yang berbunyi, “Aku mau hidup seribu tahun lagi”, di mana bagian tersebut menyimbolkan semangat Chairil Anwar yang membara untuk hidup dalam keyakinannya dalam suatu hal yang ia perjuangkan.
‘Aku’ juga menegaskan bagaimana identitas seseorang dalam menghadapi tantangan hidup secara langsung, terlepas dari norma dan hambatan sosial yang ada. Cara Chairil Anwal untuk menyampaikan ide dan gagasannya ini dianggap tak lekang oleh waktu dan cukup relevan dengan budaya, khususnya Korea Selatan.
"Ide ini sejalan dengan misi kami untuk menguatkan hubungan bilateral, khususnya untuk mempromosikan pertukaran budaya antara Indonesia dan Korea," kata Zelda.
Di sisi lain, Zelda juga menyampaikan keinginannya untuk memperkenalkan penyair terkemuka Indonesia lainnya, seperti Leila Chudori. Leila dikenal sebagai seorang sastrawan yang beberapa kali menyoroti kekacauan politik hingga pengasingan di Indonesia.
Ia dianggap berhasil mengemas beberapa topik yang dianggap tabu di masyarakat tradisional lewat goresan tulisannya. Salah satu karyanya yang sangat terkenal adalah novel yang berjudul Laut Bercerita.
Zelda juga berharap karya sosok legenda, seperti Sapardi Djoko Darmono turut ditampilkan kepada masyarakat global. Pujangga satu ini dikenal dengan karya-karyanya yang gaya penulisannya yang sederhana, mudah diingat, dan punya makna yang sangat dalam.
Puisi karya Chairil Anwar itu sudah dipajang sejak 25 Januari 2025 kemarin tapi sayangnya belum diketahui dengan pasti sampai kapan terpasang di sana. Kalau dilihat dari beberapa komentar warganet di kolom komentar, sampai Sabtu, 8 Maret 2025, puisi tersebut masih ada di dua stasiun di Seoul.
Advertisement
Puisi Chairil Anwar dan Film AAdC?
Di negeri sendiri, puisi karya Chairil Anwar juga lebih dikenal setelah diitampilkan di film Ada Apa dengan Cinta? (AAdC?) pada 2022 yang dibintangi Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra. Sebagai pengingat, dalam film pertama dulu kisah Rangga (Nicholas Saputra) dan Cinta (Dian Sastrowardoyo) berawal dan berakhir dengan puisi. Cinta pertama kali mengenal Rangga lewat perlombaan puisi.
Buku kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang bertajuk Aku, menjadi buku yang mempersatukan cinta mereka. Lantas saat pergi ke Amerika Serikat, Rangga juga meninggalkan puisi untuk Cinta. Tak heran kalau puisi sempat jadi tren pada masa itu terutama di kalangan anak muda.
Pada 2023 lalu, Miles Films yang memproduksi film AAdC? resmi meluncurkan sebuah karya produksi terbaru yang berupa serial antologi seni video. Karya ini diinisiasikan oleh Mira Lesmana dan Riri Riza sebagai bentuk penghormatan kepada Chairil Anwar.
Tepat di Hari Puisi Nasional yang jatuh pada Jumat, 28 April 2023, serial bertajuk “Aku, Chairil!” itu akhirnya mulai ditayangkan melalui Indonesiana.TV.Menyambut penayangan episode pertama serial antologi ini, Mira Lesmana, Riri Riza, Lukman Sardi, bahkan putri Chairil Anwar, menggelar temu wartawan di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat.
Mengenal Sosok Chairil Anwar
"Peluncuran serial Antologi Seni Video ini penting untuk generasi muda mengingat dan mengenali sosok Chairil Anwar, seperti apa karya-karyanya dan apakah masih ada relevansinya untuk kita baca dan nikmati hingga hari ini," ucap Mira Lesmana, dilansir dari kanal Showbiz Liputan6.com.
Awalnya, Mira Lesmana dan Riri Riza sudah terlebih dahulu mengkurasi sejumlah puisi Chairil Anwar yang kemudian diteruskan kepada beberapa pelaku seni kontemporer Indonesia untuk dipilih dan direspons secara bersamaan. Berbagai seniman kontemporer seperti Ruth Marbun, Rachmat Hidayat Mustamin, Angki Purbandono, Iwan Effendi, Nani Puspasari, Ria Papermoon, dan Tromarama terpilih untuk turut ikut andil dalam karya itu.
Terdiri dari 7 episode, masing-masing video menunjukkan pesona berbagai syair yang dibacakan dengan lantang oleh para pembaca spesial. Mereka adalah 7 aktor hebat Indonesia, yaitu Lukman Sardi, Jerome Kurnia, Reza Rahadian, Ine Febrianti, Happy Salma, Christine Hakim, hingga Nicholas Saputra.
Agar lebih maksimal, semua video pun dibalut dengan alunan musik indah karya musisi Baskara Putra. Sang Hindia akan siap memanjakan telinga para penonton seiring dengan pembacaan puisi.
Advertisement
