ICW: Secara Etik, Beasiswa SBY Melanggar

Jika dilihat dari sisi etik, apa yang dilakukan SBY jelas melanggar dan bisa mendatangkan masalah.

oleh Widji Ananta diperbarui 04 Apr 2014, 14:39 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2014, 14:39 WIB
[FOTO] SBY Beberkan Hasil Kerja di Depan Kader Demokrat
Kedatangan SBY beserta Ibu Ani Yudhoyono disambut hangat oleh para kader yang hadir dalam Rapat Umum Partai Demokrat di Hall D JIExpo Kemayoran (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai pengeluaran beasiswa Presidential Scholarship dari Presiden SBY sebagai dilema. Sebab bersinggungan dari segi hukum dan etik, terlebih diluncurkan jelang Pemilu 2014.

Koordinator ICW Ade Irawan mengatakan, jika dilihat dari segi hukum, beasiswa SBY bisa dianggap penuh perdebatan. Karena itu menggunakan nama Presiden sebagai komando negara.

"Kalau dilihat dari sisi hukum debatable. Karena memang itu hak Presiden sebagai Kepala negara dalam memberikan beasiswa. Tapi juga perlu dicek kementerian mana yang mengeluarkan beasiswa tersebut. Dasarnya apa," ujar Ade kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (4/4/2014).

Namun, jika dilihat dari sisi etik, apa yang dilakukan SBY jelas melanggar dan bisa mendatangkan masalah. Karena dengan menggunakan nama Presiden, masyarakat juga pasti melihat bahwa SBY Ketua Umum Partai Demokrat.

"Tapi dari sisi etik ini masalah. Jelas secara politik bukan hanya presiden, partainya pun diuntungkan. Seolah-olah yang memberi beasiswa presiden. Mestinya dipilih nama yang lebih netral," tandasnya.

Sebelumnya, Presiden SBY meluncurkan Presidential Scholarship atau program beasiswa kepada siapa saja yang berminat sekolah ke luar negeri. SBY mengatakan, pemberian beasiswa ini merupakan bentuk kepedulian negara mempersiapkan generasi muda sebagai pemimpin masa depan. SBY yakin jika program ini berjalan dengan baik, tidak menutup kemungkinan Indonesia juga bakal menjadi negara maju dalam 10 tahun mendatang.

SBY menjelaskan, beasiswa yang diberikan pemerintah untuk melanjutkan jenjang pendidikan magister (S-2) dan doktor (S-3) di perguruan tinggi di luar negeri ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap generasi muda potensial namun terkendala biaya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya