Liputan6.com, Jakarta - Dalam hitungan jam ke depan, Anas Urbaningrum menanti vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta. Pada Rabu (24/9/2014) siang ini, mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut menunggu ketok palu dari para hakim yang menyidangkan dirinya sejak pertengahan Mei 2014.
Politisi berusia 45 tahun ini menjadi terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek Hambalang, serta sejumlah proyek lainnya dan tindak pidana pencucian uang.
"Putusan dilangsungkan pada Rabu, 24 September jam dua siang. Supaya paling tidak kalau ada salah ketik masih bisa kami koreksi. Sidang kami tutup," kata Ketua Majelis Hakim Haswandi dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) Anas dan kuasa hukumnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 18 September 2014.
Pekan lalu Anas membacakan pleidoi pribadinya yang ditulis tangan setebal 80 halaman selama 2 jam dengan berdiri. Dalam nota pembelaannya, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR itu dituntut pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Nota pembelaan kami komprehensif karena itu tentu kami tetap dalam posisi nota pembelaan tadi. Pada ujungnya adalah putusan majelis hakim yang sungguh kami harapkan bisa memutuskan secara adil berdasarkan fakta persidangan dan pandangan majelis hakim. Di ujung palu hakim ada keadilan yang tegas berdiri," ucap Anas.
Anas dalam nota pleidoinya membantah telah menerima hadiah berupa uang, barang dan fasilitas senilai Rp 118,7 miliar dan US$ 5,26 juta.
"Mengaitkan terdakwa selaku anggota DPR RI, proyek-proyek mitra kerja dan tuduhan menerima Rp 118,7 miliar dan 5,26 juta dolar AS adalah pemaksaan dakwaan dan tuntutan, tidak berdasar, tidak berbasis logika, tidak berdasar bukti, irasional dan hanya berdasar keterangan sepihak dalam BAP saksi Nazaruddin serta telah terbantah secara telak oleh para saksi yang dihadirkan oleh jaksa dalam persidangan," papar Anas.
Anas didakwa melanggar Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang terkait proyek Hambalang dituntut mengganti kerugian negara sebesar Rp 94.180.050.000 dan US$ 5.261.070.
Jika Anas tidak membayar sejumlah uang tersebut dalam kurun 1 bulan setelah keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta benda Anas akan disita oleh Jaksa Penuntut Umum. Ia menambahkan, harta tersebut akan dilelang untuk menutupi uang pengganti yang tidak dibayarkan Anas.
Politisi berusia 45 tahun ini juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik. Hukuman tambahan lainnya adalah pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kota Jaya seluas 5.000 hingga 10.000 hektare yang berada di Kecamatan Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Atas perbuatannya, Anas Urbaningrum dikenai Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 KUHP. Anas juga dijerat Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, dan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU No 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Anas Berdoa Hakim Adil
Anas Urbaningrum, terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Hambalang, pencucian uang, serta proyek lainnya, mengaku sangat siap menghadapi sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, besok atau Rabu, 24 September 2014.
Melalui salah satu kuasa hukumnya, Handika Honggowongso, salah satu persiapan yang dilakukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut adalah berdoa agar majelis hakim yang diketuai Haswandi dapat memutus perkaranya dengan adil.
"Ada, yang utama tentu berdoa. Selanjutnya bertanya, ya Tuhan adakah hakim di negeri ini yang berani berbuat adil?" ujar Handika Honggowongso saat dihubungi di Jakarta, Selasa 23 September 2014.
Dengan alasan bahwa kliennya tidak pernah terlibat dalam perkara yang pertama kali dikuak oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin itu, Honggo berharap Anas Urbaningrum divonis bebas.
Di lain pihak, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto berharap majelis hakim yang mengadili perkara dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Hambalang, kasus pencucian uang, serta proyek lain dengan terdakwa Anas Urbaningrum menjatuhkan vonis sesuai tuntutan Jaksa.
Alasan Bambang, dalam persidangan dan sejumlah bukti yang dimiliki pihaknya, perbuatan Anas sudah memenuhi unsur yang dapat dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi.
"Kami berharap hakim akan sependapat dengan tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) bahwa Anas telah terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang sebagaimana dakwaan. Karena itu menjatuhkan hukuman yang paling maksimal sesuai kesalahannya," ujar Bambang Widjojanto ketika dihubungi di Jakarta, Selasa 23 September 2014.
Akankah Anas Urbaningrum dijatuhi hukuman penjara 15 tahun sesuai tuntutan jaksa? Apakah mantan Ketua Umum PB HMI itu akan divonis lebih ringan atau dibebaskan dari tuntutan hukum seperti harapan kubu Anas? Kita nantikan saja.