Liputan6.com, Gorontalo - Fenomena meteorologi langka berupa hujan jeli yang terjadi di Desa Leayo, Kecamatan Tomilito, Gorontalo Utara pada 15 Februari 2025. Hal ini membuka diskusi ilmiah tentang interaksi kompleks antara ekosistem laut dan atmosfer.
Mengutip dari berbagai sumber, peristiwa ini tercatat sekitar pukul 20.00 Wita. Hal ini juga menjadi catatan dalam studi meteorologi Indonesia.
Stasiun Meteorologi Kelas I Gorontalo mengidentifikasi tiga faktor utama yang berkontribusi pada terjadinya hujan jeli. Ketiga faktor tersebut adalah Interaksi antara proses biologis laut, fenomena meteorologi, dan potensi pencemaran lingkungan.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini menciptakan kondisi yang membuat terjadinya presipitasi tidak biasa. Proses biologis menjadi faktor utama dalam pembentukan hujan jeli.
Organisme laut mikroskopis, terutama ubur-ubur dan plankton, dapat terangkat ke atmosfer melalui proses evaporasi air laut yang diperkuat oleh badai atau angin kencang. Partikel gelatin yang berasal dari organisme ini kemudian terbawa ke awan dan jatuh kembali ke bumi bersama dengan air hujan.
Fenomena meteorologi yang mendukung terjadinya hujan jeli melibatkan kondisi atmosfer yang spesifik. Kombinasi antara suhu, kelembapan, dan pola angin menciptakan lingkungan yang membuat partikel organik dari laut tetap stabil di udara hingga akhirnya jatuh sebagai presipitasi.
Proses ini memerlukan kondisi atmosfer yang unik, yang menjelaskan mengapa fenomena ini tergolong langka. Faktor pencemaran lingkungan juga memengaruhi komposisi hujan jeli.
Limbah industri atau polutan lain yang mengandung material gelatin dapat berinteraksi dengan partikel air di atmosfer. Hal inilah yang menciptakan substansi yang menyerupai jeli saat jatuh ke bumi.
Dalam konteks global, fenomena hujan jeli telah tercatat di berbagai belahan dunia. Kasus serupa pernah dilaporkan di Inggris pada tahun 1994 dan di Massachusetts, Amerika Serikat pada tahun 1976.
Penulis: Ade Yofi Faidzun