Peringatan G 30 S, Politisi PDIP Pertanyakan Pelurusan Sejarah

Menurut politisi PDIP Ribka Tjiptaning, sudah 49 tahun dari 1965 hingga 2014, masih banyak yang menutupi kebenaran sejarah tentang PKI.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 01 Okt 2014, 08:04 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2014, 08:04 WIB
Monumen Pancasila Sakti
Monumen Pancasila Sakti atau Monumen Lubang Buaya. (Sejarahtni.org)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan 560 anggota DPR terpilih periode 2014-2019 dijadwalkan menyambangi Monumen Pancasila Sakti atau Monumen Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, hari ini atau Rabu (1/10/2014). SBY beserta anggota parlemen terpilih itu akan memperingati Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada 1 Oktober.

Terkait peringatan tersebut, politisi PDIP Ribka Tjiptaning Proletariati menilai Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S/PKI) masih belum ada pelurusan sejarah tentang keberadaan partai yang kini telah dilarang keberadaannya.

Menurut dia, sudah 49 tahun dari 1965 hingga tahun 2014, masih banyak yang menutupi kebenaran sejarah tentang PKI.

"Seharusnya perlu ada pelurusan sejarah mengenai keberadaan PKI sendiri. Bagaimana kita mau rekonsiliasi, UU KKR (Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) dibubarkan MK (Mahkamah Konstitusi). Jelas pelurusan sejarah makin gelap. Stigmanya PKI itu ilegal, tapi kebenarannya PKI itu partai besar. Lihat saja DN Aidit pernah menjadi Ketua MPR," kata Ribka di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 30 September 2014.

Meski demikian, menurut putri dari RM Soeripto Tjondrosaputroi, pengusaha dari kalangan ningrat di Solo yang menjadi anggota PKI itu, pada era pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri, pernah ada kebebasan bagi warga eks tapol (tahanan politik).

"Yang memang pernah ada satu perubahan waktu di era Gus Dur dan Mbak Mega. Kebebasan warga bagi eks tapol ada. Lihat buktinya, saya sekarang tetap eksis bahkan bisa menjadi ketua komisi. Tapi tetap belum ada yang berani melakukan pelurusan sejarah," terang Ribka.

Menurut wanita yang pernah meluncurkan buku Aku Bangga Jadi Anak PKI itu mengatakan upaya pelurusan harus cepat dilakukan. Ia berharap di era kepemimpinan Joko Widodo atau Jokowi yang mengumandangkan penuntasan Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) bisa terjawab permasalahan tersebut.

"Harus cepat dilakukan (pelurusan sejarah). Keburu para pelaku sejarah pikun. Dari dulu tuntutan saya seperti itu. Jokowi sekarang mempermasalahkan HAM, semoga itu terjawab," ujar Ribka.

Selain itu, wanita yang sudah berada di PDIP sejak tahun 1983 itu masih sering merasakan stigma dan dicap sebagai 'anak komunis'. Cap itu bukan dari luar partai saja, tapi terkadang dari dalam partai.

"Saya dari tahun 1983 menjadi kader PDIP. Saya mulai dari ranting, hingga ke DPD dan DPP, tapi masih saja ada mencap saya anak komunis, bahkan menyebut kader komunis. Ya ada dari luar (luar partai) ada juga dari dalam," terang Ribka.

Meski demikian, wanita yang disebut bakal menjadi menteri itu, tetap merasa optimistis dalam menjalankan kesehariannya.

"Saya sama dengan yang lain, saya ini kan juga dijamin oleh UUD 45, itu keyakinanku. Sekarang saya hanya fokus dan kerja keras. Mengubah embel-embel (komunis) tersebut, menjadi stigma bekerja keras untuk masyarakat," tegas Ribka.

Gerakan 30 September adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di saat 6 perwira tinggi dan 1 perwira muda militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya