Ini Alasan Airlangga Hartarto Mundur Sebagai Caketum Golkar

Antara lain pandangan daerah yang mengevaluasi terhadap LPJ Ketum Golkar Aburizal Bakrie diganti menjadi pandangan menjalankan proses demok

oleh Liputan6 diperbarui 02 Des 2014, 01:09 WIB
Diterbitkan 02 Des 2014, 01:09 WIB
Aburizal Bakrie dan Airlangga Hartarto
Aburizal Bakrie dan Airlangga Hartarto. (Antara)

Liputan6.com, Nusa Dua - Airlangga Hartarto mundur dari pencalonan Ketua Umum Golkar. Alasannya antara lain pandangan daerah yang mengevaluasi terhadap LPJ Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie atau Ical diganti menjadi pandangan menjalankan proses demokrasi.

Airlangga mengatakan mencoba agar tatib itu dibahas satu per satu, namun pimpinan sidang memaksakan hal lain dan langsung diketok.

"Pembahasan tatib di putaran pertama, 30% dukungan. Tapi dalam tatib diubah jadi surat dukungan, yang harus ditandatangani pada periode munas (musyawarah nasional). Sedangkan mengenai dukung-mendukung ini belum dipublikasikan," papar Airlangga Hartarto dalam keterangan pers di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Senin (1/12/2014) malam

Airlangga menjelaskan, seharusnya panitia mempublikasikan pernyataan calon. Ia pun mengaku mendapat 250 surat dukungan atau 40 persen. Lalu, dirinya diminta membuat surat baru, surat yang di luar munas dianggap tak berlaku.

"Saya sendiri tidak takut untuk bersaing dalam pencalonan ketum. Saya berproses secara konstitusi. Tapi bersaing secara demokratis sudah ditutup, tentunya nggak ada lagi kesempatan untuk saya," pungkas Airlangga Hartarto.

Muncul Partai Baru?

Sementara, pengamat politik Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito memandang, perpecahan dalam tubuh partai berlambang pohon beringin memungkinkan terbentuknya partai 'sempalan' baru sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan faksi yang ada.

"Misal pun akan terbentuk partai baru, saya kira itu konsekuensi logis dari demokrasi," kata Arie di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, hingga saat ini Munas Golkar telah 4 kali memunculkan partai sempalan, yakni Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Nasdem, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Perpecahan itu bukan hanya merugikan kelompok dalam partai itu, melainkan seluruh komponen partai akan terus merugi. "Padahal Partai Golkar seharusnya mampu mengelola konflik," ujar Arie.

Dia menambahkan, perpecahan yang berkesinambungan membuat Partai Golkar itu akan terus-menerus kekurangan figur. Apabila fenomena itu terus menerus terjadi, Arie menduga telah terjadi kesalahan dalam pembentukan partai politik di Indonesia sejak awal. Alasannya, partai tidak lagi terbentuk dari inisiatif rakyat, melainkan pecahan dari elite partai yang akhirnya membentuk struktur ke bawah. (Ant/Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya