Liputan6.com, Jakarta - Orangtua beserta puluhan anak-anak yang menjadi korban penertiban Kompleks Batalyon Siliwangi mendatangi kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) untuk meminta solusi. Para orangtua mengeluhkan anak-anaknya tidak bisa sekolah setelah terjadi penggusuran.
Kepada Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, salah seorang perwakilan warga Aneta mengatakan, perderitaan warga sebenarnya sudah terasa saat kebakaran terjadi September 2014. Setelah kebakaran, warga meminta izin kepada Kodam Jaya untuk membangun rumah itu kembali.
Awalnya memang Kodam Jaya mengizinkan sehingga warga mulai menata kembali rumahnya. Hanya saja, di tengah perjalanan, Kodam Jaya meminta warga untuk menghentikan pembangunan. Sejak saat itu pula, warga tidak bisa mendapat akses listrik dan air bersih karena tidak mendapat izin dari Kodam Jaya.
"Anak-anak kami tidak bisa belajar karena nggak ada listrik. PLN, PAM nggak mau pasang karena nggak dapat izin Kodam Jaya," ungkap Aneta di Kantor Komnas PA, Jumat (9/1/2015).
Sejak saat itu, warga mulai mendapat teror. Petugas malah meminta warga untuk segera pindah dari lokasi itu. Sampai akhirnya, tiba waktu penertiban yang terjadi pada Kamis kemarin.
"Mereka datang bawa senjata. Kami bilang kami ini warga biasa bukan ISIS, bukan teroris. Anak-anak kami juga trauma melihat itu," jelas dia.
Setelah penertiban, Kodam Jaya memang menyediakan rumah kontrakan gratis selama sebulan kepada keluarga korban. Hanya saja, lokasi yang jauh dari tempat tinggal semula membuat anak-anak tidak bisa sekolah.
"Kami dipindah ke Cikarang, Cibitung, Jati Asih. Itu jauh dari sekolah. Sedangkan pas kami tanya ke Kodam bagaimana anak-anak kami yang sekolah, ada fasilitas antar jemput nggak. Mereka malah bilang itu urusan ibu itu derita ibu," tutur warga RT 09 yang terkena penertiban itu.
Berikutnya>>>
Advertisement
Komnas PA Minta Kodam Jaya Fasilitasi Anak Kompleks
Komnas PA Minta Kodam Jaya Fasilitasi Anak Kompleks
Usai mendengar keluhan tersebut, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait akan mengirim surat ke Kodam Jaya untuk menyelesaikan masalah ini.
"Kita akan komunikasi ke Kodam Jaya untuk bagaimana bepikir dunia pendidikan mereka. Kalau tindakan pengosongan rumah juga harus mikirkan anak. Jadi tidak sekadar pengosongan bahkan ratusan anak terbengkalai. Kita akan komuinikasikan agar Kodam Jaya bertangung jawab tindak lanjut pendidikan," kata Arist di kantornya, Jumat (9/1/2015).
Berdasar laporan warga, kata Arist, setelah penertiban, warga terbengkalai. Tempat tinggal mereka juga berpencar sangat jauh dari lokasi kompleks. Hal ini menyulitkan anak-anak yang sudah terlanjur sekolah di sekitar tempat tinggal lama. Apalagi ada yang sudah masuk tahun terakhir.
"Kodam Jaya harus memberikan solusi terbaik, bukan memberikan penderitaan. Komnas HAM kemarin datang ke lokasi tentu berjuang hak masyarakat akan tempat tingal. Militer itu harus melindung rakyat, militer melindung hak pendidikan. Supaya anak-anak ini mendapat hak pendidkan. Hari ini kita sedang mendata by name, by address anak sekolah di mana. Setelah ini satu dua jam kita kirim surat ke Kodam," tandas dia.
Jajaran Kodam Jaya pada Kamis, 8 Januari 2015 melakukan penertiban di Kompleks Batalyon Siliwangi. Tak kurang dari 158 KK dari 3 RT harus keluar dari rumahnya.
Pangdam Jaya Mayjen TNI Agus Sutomo menjelaskan, pengosongan dilakukan terkait rencana pembangunan rumah susun bagi prajurit aktif di lokasi itu. Tak hanya itu, wilayah itu dinilai telah menjadi lokasi perjudian dan peredaran narkoba. Sebagai ganti pengosongan, Kodam Jaya menyiapkan kontrakan gratis bagi mereka selama 1 bulan. (Mvi/Sss)
Advertisement