Liputan6.com, Jakarta - KPK saat ini tengah mengalami badai serangan. Sejumlah orang ramai-ramai melaporkan pimpinan KPK ke Polri. Sejumlah kalangan menilai laporan tersebut bagian dari upaya pembubaran lembaga antirasuah.
Instensitas penyerangan sudah terlihat sejak awal 2015. Puncaknya saat Bareskrim Polri menangkap Wakil Ketua KPKÂ Bambang Widjojanto atas laporan Sugianto Sabran. Setelah diperiksa Bareskrim, BW menjadi tersangka atas kasus mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu terkait sengketa Pilkada Kotawaringin, Kalimantan Barat, pada 2010 lalu.
Tak hanya Sabran, BW juga dilaporkan oleh Bupati Tapanuli Tengah nonaktif Raja Bonaran Situmeang. Menurut Bonaran, selain dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan menyuruh saksi membuat kesaksian palsu, BW juga dilaporkan dirinya terkait dugaan suap kepada Akil Mochtar saat mengurus Pilkada Kotawaringin Barat.
BW membantah atas tudingan yang dilaporkan Bonaran. Dia mengaku selama menjadi lawyer untuk mengurusi gugatan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat tak pernah melakukan suap kepada Akil Mochtar untuk memenangkan pilkada.
"Saya tunggu saja laporannya. Karena nanti akan bisa dinilai ini sensasi atau fitnah atau ada relevansinya dengan kapasitas saya sebagai pimpinan KPK," kata Bambang, Rabu 15 Oktober 2014.
BW pun menyatakan siap diperiksa Bareskrim Polri. Sebagai penegak hukum, BW yang statusnya sebagai tersangka harus mengundurkan diri lantaran telah diatur dalam undang-undang. Proses pengunduran diri BW itu kini sedang diproses dan menunggu keputusan Presiden Joko Widodo.
>>Adnan Pandu Praja>>
Adnan Pandu Praja
Kemudian laporan terhadap pimpinan KPK berlanjut. Tak lama BW menjadi tersangka, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan oleh Mukhlis Ramlan ke Bareskrim Polri, Sabtu 24 Januari 2015. Adnan dilaporkan atas dugaan merampas aset PT Daisy Timber di Berau, Kalimantan Timur.
Mukhlis menuturkan, pada 2005, Adnan dan seorang rekannya, yakni Muhammad Indra Warga Dalem, diberi surat penugasan oleh komisaris utama PT Teluk Sulaiman untuk menjadi penasihat hukum PT Daisy Timber. PT Teluk Sulaiman merupakan pemegang saham terbesar atas PT Daisy. Pada 2006, perusahaan itu mengalami dualisme kepemimpinan dan perkara tersebut diajukan ke pengadilan.
Menurut Mukhlis, pada saat menjadi kuasa hukum PT Daisy Timber, Adnan dan Indra melakukan pengambilan saham secara ilegal dengan cara membuat akta notaris palsu dan membuat RUPSÂ (Rapat Umum Pemegang Saham) tanpa sepengetahuan Mukhlis dan keluarganya sebagaimana pemegang saham mayoritas yaitu 60 persen.
Menanggapi laporan Mukhlis, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu menyatakan kesiapannya untuk dipanggil Bareskrim Polri. "Saya siap, tidak ada masalah. Itu risiko perjuangan," kata Adnan disela-sela aksi #SaveKPK di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu 25 Januari 2015.
>>Abraham Samad>>
Advertisement
Abraham Samad
Pucuk pimpinan KPK Abraham Samad pun menjadi sasaran berikutnya. KPK Watch Indonesia melaporkan Samad ke Bareskrim Polri atas pelanggaran etik. Tak hanya etik, pelanggaran yang dilakukan Samad juga dianggap memiliki unsur pidana.
Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf mengatakan, laporan yang diajukan pihaknya sudah diterima Bareskrim Polri pada tanggal 22 Januari 2015 kemarin dengan nomor laporan LP/75/1/2015 Bareskrim.
"Perkara dugaan pelanggaran terhadap Pasal 36 Juncto 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," kata Yusuf saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin 26 Januari 2015.
Yusuf pun mengaku enggan melaporkan pelanggaran etik tersebut ke Komite Etik KPK. Sebab sanksi yang diberikan komite etik ke pimpinan KPK yang diduga melanggar terbilang sanksi masih ringan.
Belum ada tanggapan dari Abraham Samad atas laporan ini.
>>Zulkarnaen>>
Zulkarnaen
Terakhir, pimpinan KPK lainnya Zulkarnaen juga akan dilaporkan ke Bareskrim Polri. Pelapor yang menamakan dirinya Aliansi Masyarakat Jawa Timur rencananya melaporkan Zurkarnaen pada Selasa (27/1/2015).
Zulkarnaen dilaporkan terkait dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur Tahun 2008. Dia diduga telah menerima suap senilai Rp 2,8 miliar untuk menghentikan penyidikan kasus yang juga diduga melibatkan Gubernur Jawa Timur Soekarwo.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie menyatakan, belum mendapat informasi mengenai laporan tersebut. "Belum, kami belum dapat laporan itu," katanya di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. (Ali/Mut)
Advertisement