Liputan6.com, Jakarta Keinginan Pimpinan MPR terkait kerja sama sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan disambut baik 4 menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK. Menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, pahamnya kepala daerah akan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika maka mempengaruhi setiap pengambilan keputusan agar berdasar pada 4 Pilar Kebangsaan.
Tjahjo mengakui untuk memberi pencerahan kepada kepala daerah akan nilai-nilai itu sangat sulit. Ada kepala daerah yang ukuran keberhasilannya dinilai bukan dari bagaimana bisa mengimplementasikan keempat nilai tadi, namun oleh nilai-nilai lain.
"Ada yang diukur dengan seringnya menteri datang ke daerah itu," ujar Tjahjo.
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan juga menyetujui keinginan kerja sama MPR RI. Menurut dia, sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal harus terus dilakukan dan jangan sampai bosan untuk menyampaikannya.
Anies menceritakan, dulu nasionalisme di Indonesia dibangun lewat dunia pendidikan. Untuk melanggengkan keempat nilai-nilai tadi harus lewat dunia pendidikan dan akan memasukkan nilai-nilai tadi tidak hanya di kurikulum, namun juga di intrakurikuler, ekstrakurikuler, bahkan nonkurikulum.
"Semua akan digunakan untuk menjaga semangat nasionalisme," ujar Anies.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap MPR periode saat ini segera membakukan keempat pilar kebangsaan secara substansial.
"Target sosialisasi MPR harus kepada kelompok-kelompok strategis," ujar Lukman.
Terkait sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan, Ketua MPR Zulkifli Hasan juga mengharapkan bahan-bahan sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan diterapkan atau diimplementasikan dalam keseharian. "Sudah saatnya kita mengimplementasikan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam keseharian," tegas Zulkifli di Gedung MPR, Senayan, Jakarta.
Dengan implementasi tersebut, Zulkifli berpendapat tidak akan ada lagi masalah-masalah suku, agama, ras, dan antargolongan yang menjadi sumber konflik. "Tantangan kita bukan lagi masalah SARA, namun soal ketimpangan kaya-miskin, pengangguran, dan semacamnya," demikian Zulkifli Hasan.
Advertisement