Menkumham Jamin Narapidana Koruptor Dapat Remisi, Asalkan...

Padahal, sesuai PP Nomor 99 Tahun 2012 diatur bahwa narapidana kasus korupsi, terorisme, dan narkotika tidak bisa mendapatkan remisi.

oleh Oscar Ferri diperbarui 12 Mar 2015, 13:18 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2015, 13:18 WIB
Menkumham Sahkan Kepengurusan Golkar Kubu Agung Laksono
Menkumham Yasonna Laoly saat menggelar jumpa pers di Kemenkumham, Jakarta, Selasa (10/3/2015). Kementerian Hukum dan HAM mengesahkan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol kubu Agung Laksono. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjamin kepada narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat. Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 diatur, narapidana kasus korupsi, terorisme, dan narkotika tidak bisa mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat.

Yasonna mengatakan, semua narapidana tidak bisa didiskriminasi melalui PP Nomor 99 tersebut. Sebab ‎semua narapidana dinilainya berhak mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat. Tak terkecuali koruptor.

‎"Remisi itu hak siapapun dia narapidana dan ini kan WB (Whistleblower)," ujar Yasonna usai diskusi di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Cawang, Jakarta Timur, Kamis (12/3/2015).

Menurut Yasonna, pemberian remisi kepada narapidana ‎korupsi harus melalui sejumlah persyaratan dan mekanisme. Misalnya, yang bersangkutan mau menjadi whistleblower (pengungkap kasus).

"Kalau tidak whistleblower tidak dikasih remisi‎. Jangan membuat orang tidak punya harapan hidup," ujar Yasonna.

Karena itu, pemberian hukuman berat berada di tangan majelis hakim. Di mana jika si terdakwa bukan seorang whistleblower,  harus divonis dengan hukuman berat‎ tanpa remisi.

"Itu hukumannya ditentukan pengadilan, kalau dia bukan wistleblower, hakim akan memberi pemberatan hukuman padanya," ucap Yasonna.

‎Menteri Hukum dan HAM sebelumnya mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menkumham Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tentang Tata Cara Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan PP Nomor 99 Tahun 2012.

SE yang dikeluarkan Menteri Hukum dan HAM era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Amir Syamsuddin itu dinilai membatasi penerapan PP 99 tahun 2012 terkait pemberian remisi.

‎Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, SE Menkumham itu telah bertolak belakang dengan pengetatan remisi melalui PP Nomor 99. Dalam PP itu diatur bahwa remisi hanya diberikan bagi narapidana yang bersedia menjadi justice collaborator dan telah membayar lunas denda serta pidana uang pengganti.

‎"SE Menkumham tahun 2013 itu justru bertolak belakang dengan PP. SE itu membatasi penerapan PP dimana yang terikat PP adalah narapidana kejahatan luar biasa yang vonisnya berkekuatan hukum tetap setelah 12 November 2012," kata Emerson belum lama ini.

Menurut Emerson, SE Menkumham tersebut berimplikasi adanya dua regulasi yang menjadi dasar hukum terhadap pemberian remisi dan bebas bersyarat bagi narapidana korupsi. Yakni PP 99 tahun 2012 dan SE Menkumham Tahun 2013.

Akibatnya, ‎sampai Agustus 2014, pemerintah telah memberikan 2 kali remisi kepada narapidana korupsi. Yakni remisi Idul Fitri dan remisi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Belum lagi pada akhir tahun lalu, pemerintah juga sudah memberikan remisi Natal kepada narapidana korupsi lainnya. (Ali/Mvi)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya