Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Sipil Indonesia yang diinisiasi Human Rights Working Group ‎(HRWG), meminta pemerintah menghentikan rencana eksekusi mati terhadap terpidana mati kasus narkoba.
Direktur Eksekutif HRWG Rafendi Djamin‎ mengatakan, hukuman mati tak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Tapi juga permasalahan hukum yang mengarah ke praktik unfair trial atau pengadilan yang tidak adil.
"Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh anggota koalisi, menunjukkan adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, ketika menangani kasus-kasus terpidana ini," kata Rafendi saat jumpa pers di Kantor HRWG, Jalan RP Soeroso Nomor 41, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu 26 April 2015.
Rafendi mencontohkan, mulai dari tidak adanya penerjemah bagi terpidana mati warga asing, tidak adanya pendampingan pengacara bagi sebagian besar terpidana mati, sampai lalainya aparat penegak hukum menyikapi Peninjauan Kembali atau PK kasus tersebut.
"Menurut hukum HAM internasional, prinsip-prinsip fair trial menjadi bagian penting proses hukum yang tidak dapat dipisahkan. Karena hal ini terkait dengan penghukuman yang akan diterima oleh terpidana," jelas dia.
Karena itu, Rafendi menilai, ketika proses penanganan sebuah perkara ternyata tidak memenuhi unsur-unsur tidak terpenuhi, maka putusan tersebut pun diduga kuat memiliki kecatatan hukum.
"Dalam hal ini, menghentikan rencana ekskusi hukuman mati yang akan dilakukan pada akhir April ini, merupakan keharusan sikap yang harus diambil oleh pemerintah Indonesia," desak Rafendi.
Rafendi mengatakan, masyarakat tengah bersedih dengan eksekusi mati 2 TKI di Arab Saudi. Maka itu seharusnya pemerintah dapat memikirkan ulang eksekusi ini, dan merancang ulang sistem pemidanaan, demi menyelamatkan WNI yang terancam hukuman mati di negara lain.
"Dengan tetap meneruskan praktik hukuman mati, hal tersebut justru akan berdampak pada diplomasi Indonesia dengan negara-negara tersebut. Selain juga Indonesia akan kehilangan teman dalam menekan negara tersebut untuk menghentikan eksekusi buruh migran ini," tandas Rafendi.
Koalisi masyarakat sipil yang menolak hukuman mati kasus narkoba jilid II adalah HRWG, ELSAM, Imparsial, ICJR, IKOHI, ILRC, LBH Masyarakat, Migrant Care, Yayasan Satu Keadilan, LBH Jakarta, PBHI
3 Tuntutan
Koalisi masyarakat sipil yang menolak hukuman mati mendorong 3 tuntutan kepada pemerintah, pertama menghentikan rencana eksekusi terhadap 10 terpidana mati pada akhir April 2015. Mendorong sistem pemidanaan yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan kemanusiaan.
Kedua, mereka meminta agar pemerintah membenahi sistem peradilan dan pemenjaraan di Indonesia yang diduga sarat dengan praktik korupsi dan suap. Ketiga, meratifikasi Protokol Optional Hak Sipil dan Politik tentang penghentikan hukuman mati.
Kamis 23 April lalu, Kejaksaan Agung mengeluarkan perintah melakukan eksekusi mati gelombang 2 dalam waktu dekat ini. Setidaknya ada 10 terpidana mati, 9 di antaranya warga negara asing (WNA) dan 1 warga negara Indonesia (WNI).
Sedangkan pemerintah Arab Saudi telah mengeksekusi 2 tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam 2 hari berturut-turut. Ironisnya, baik pemerintah maupun keluarga terpidana, tidak diberitahu terlebih dulu terkait pelaksanaan eksekusi mati tersebut. (Rmn)
Advertisement