Hakim MK Tegur Pemohon Uji Materi Kewenangan Penerbitan SIM

Patrialis bahkan menegur pemohon dan mengatakan bahwa sidang selanjutnya tidak bisa seluruh ahli memberi keterangan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 16 Sep 2015, 22:34 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2015, 22:34 WIB
Ilustrasi SIM
Ilustrasi SIM | Via: liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Konstitusi menegur pemohon dalam sidang uji materi‎ Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Uji materi yang diajukan pemohon dari sejumlah LSM itu mempermasalahkan kewenangan Polri dalam penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

Teguran itu datang dari anggota majelis hakim‎ Patrialis Akbar terkait ketidakhadiran ahli dari pemohon. Pemohon awalnya akan mengajukan 7 ahli pidana ‎pada sidang ini, namun tidak hadir dan akan diajukan pada sidang selanjutnya.

"Nanti 7 ahli pidana, Yang Mulia. Ada banyak latar ahli yang kami hadirkan," kata Julius Iberani dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (16/9/2015).

Namun, permintaan itu ditolak majelis hakim. ‎Patrialis bahkan menegur pemohon dan mengatakan bahwa sidang selanjutnya tidak bisa seluruh ahli memberi keterangan.

"Maksudnya kalau hari ini datang kan bisa 3 ahli dulu, selanjutnya 4 ahli. Tapi ini kesalahan pada pemohon. Kan harusnya nanti sudah cepat selesai. Makanya nanti tidak bisa semua ahli diakomodir," ucap Patrialis.

Pada akhirnya, dia memberi saran agar pemohon cukup menghadirkan 4 ahli pada sidang selanjutnya 21 September 2015. Sementara 3 ahli cukup memberi keterangan secara tertulis.

"Karena ini salah pemohon,‎ jadi nantinya sidang jadi mundur-mundur. Jadi yang penting-penting saja, itu siapa-siapa ahlinya itu urusan pemohon. Yang jelas 4 ahli cukup, 3 ahli lagi lewat keterangan tertulis," kata Patrialis.

Persoalkan Kewenangan Polri

Seperti diketahui, sejumlah warga negara perseorangan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menggugat beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).‎

Mereka menguji Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88‎ UU LLAJ.

Pemohon mempermasalahkan kewenangan kepolisian dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB yang tertuang dalam pasal-pasal tersebut.

‎Para pemohon menganggap kebijakan Polri mengeluarkan SIM, STNK, dan BPKB bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945. Di mana dalam Pasal 30 ayat 4 menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat.

‎Dengan menguji Pasal 30 ayat 4 UUD 1945, para pemohon menilai kewenangan Kepolisian hanya sebatas keamanan dan ketertiban masyarakat, bukan‎ mengurusi administrasi seperti menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB.
‎
‎Adapun para pemohon ini adalah warga negara bernama Alissa Q Munawaroh Rahman dan Hari Kurniawan. Sedangkan pemohon dari LSM yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Malang Corruption Watch, dan Pemuda Muhammadiyah. (Ado/Ron)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya