PNBP Merosot, Kinerja Kejaksaan Agung Disorot

Seharusnya, menurut pengamat Yustinus Prastowo, Jaksa Agung HM Prasetyo meniru apa yang dilakukan mantan Jaksa Agung Basrief Arief.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 28 Sep 2015, 22:03 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2015, 22:03 WIB
kejagung
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan HM Prasetyo dalam semester I 2015 hanya mencapai angka Rp 41,8 miliar. Jumlah tersebut jauh dari PNBP Kejaksaan 2014 di era kepemimpinan Basrief Arief yang mencapai Rp 3,4 triliun.

Pengamat ekonomi hukum Yustinus Prastowo mengatakan, seyogianya pihak kejaksaan menyadari bahwa peran PNBP sangat besar dan strategis untuk bangsa. Namun kejaksaan di bawah pimpinan HM Prasetyo pengelolaan administrasi di sektor PNBP lambat sekali.

"Karena terkait erat dengan pelayanan langsung yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, sehingga potensinya besar. Adanya paradigma PNBP hanya dipakai membiayai kegiatan kementerian atau lembaga terkait, bukan menunjang penerimaan negara. Jadi dari sisi pemungutan dan pemanfaatan belum tepat," kata Yustinus di Jakarta, Senin (28/9/2015).

"PNBP kejaksaan kan berarti terkait eksekusi putusan hakim, termasuk perampasan aset pelaku kejahatan. Baik perencanaan, transparansi, akuntabilitas kejaksaan era saat ini sangat kurang," ucap Yustinus.

Seharusnya, kata Yustinus, Jaksa Agung HM Prasetyo meniru apa yang dilakukan mantan Jaksa Agung Basrief Arief yang mampu mengoptimalkan PNBP melalui eksekusi pidana denda Asian Agri Rp 2,5 triliun di tahun 2014.

"Uang triliunan itu sudah masuk kas negara. Prestasi kejaksaan saat itu meningkat tajam. Jika semester I tahun ini hanya Rp 41 miliar, wah itu kecil sekali. Butuh serius perbaikan administrasi," kata dia.

Perbaikan administrasi yang dimaksud Yustinus adalah mencakup kompetensi dan integritas sumber daya manusia pimpinannya.

"Faktor minimnya PNBP yang disetor ke kas negara oleh Kejaksaan, salah satunya perencanaan yang sangat buruk, lalu integritas pegawai, ketiga keengganan memungut dan mengeksekusi kasus besar yang sensitif," kata Yustinus.

Ia menyarankan, kondisi ketidakmampuan Kejaksaan ini, sebaiknya perencanaan PNBP segera diintegrasikan di Kemenkeu sehingga pengawasannya multipihak.

Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, minimnya perolehan PNBP semester I 2015 ini lebih dikarenakan faktor kepemimpinan.

"Saya kira persoalan minimnya perolehan PNBP terletak pada pimpinan kejaksaan. Mulai Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Pembinaan harus bertanggung jawab atas merosotnya penerimaan PNBP," kata Uchok di Jakarta, Senin.

Dia menambahkan, kondisi demikian membuktikan kejaksaan tidak peduli dengan kondisi ekonomi Indonesia yang tengah krisis. Sebab dengan besarnya PNBP yang masuk ke kas negara, tentu dapat membantu kondisi perekonomian saat ini.

"Harusnya kejaksaan mengoptimalkan perannya. Masa PNBP semester I hanya Rp 41 miliar. Ini lucu, Prasetyo kinerjanya jauh di bawah kepemimpinan Basrief Arief," tegas Uchok.

Ia mengatakan, belum adanya Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan definitif juga menjadi faktor bahwa internal Kejaksaan sedang ada konflik dan tidak ada keseriusan Jaksa Agung memimpin kejaksaan itu sendiri. Ia pun mendesak agar Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Jaksa Agung maupun Jaksa Agung Muda Pembinaan. (Ron/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya