Liputan6.com, Jakarta - Dana desa sebesar Rp 20,66 triliun ini telah dibagikan secara bertahap ke 74.093 desa. Penggunaan dana ini harus dikontrol.
Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto mengatakan pencairan yang berdekatan dengan pelaksanaan pilkada serentak ini berpotensi korupsi jika tidak ada pengawasan ketat.
Menurut dia, akan ada 'panen raya' pada 9 Desember 2015 jika tidak ada pengawasan. Apalagi, dana ini harus diserap maksimal dalam hitungan bulan.
"Muaranya 9 Desember, pas pilkada. Mengerikan kalau misalnya anggaran penyerapannya kecil. How come, kita serap anggaran dalam bulan? 'Panen raya akan terjadi kalau tidak bisa dikontrol," kata Bambang dalam diskusi 'Peta KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi' di Jakarta Pusat, Rabu (28/10/2015).
Dia menjelaskan, pengawasan dan kontrol harus dilakukan pada tahap penyerapan dan pengalokasian. Terlebih, dari 269 kabupaten/kota yang ada, 170 kepala daerahnya mencalonkan kembali dalam pilkada. Bahkan, sudah banyak kepala daerah yang dijerat KPK karena kasus korupsi.
Baca Juga
Baca Juga
Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, pada APBN 2015 telah dialokasikan Rp 20,66 triliun untuk dana desa. Total desa yang seharusnya menerima dana itu adalah 74.093 desa.
Namun, hingga 23 Oktober 2015, baru 58.804 desa yang telah terdata menerima penyaluran bantuan dana desa atau baru Rp 8.537.270.521.420 (Rp 8,53 triliun). Ini setara dengan 53,05 persen yang telah masuk ke rekening keuangan desa.
Advertisement
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencurigai lambatnya pencairan dana ini karena dana desa sengaja didekatkan waktunya dengan proses pilkada serentak. (Bob/Ans)