Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti membenarkan ISIS mengancam melancarkan serangan di Indonesia. Serangan itu ditujukan untuk kelompok Syiah.
Dia mengatakan ancaman untuk Syiah bukan hal baru. ISIS juga bukan hanya mengancam Syiah, bahkan kepolisian juga mendapat ancaman.
"Karena itu kami sampaikan, dari ISIS juga ada ancamannya kepada Polri, Panglima TNI, pejabat Densus, orang-orang Syiah itu dari dulu sudah ada. Dari dulu ada ancaman," kata Badrodin di kantor Kemenko Polhukam, Rabu 2 Desember 2015.
Oleh karena itu, dia meminta masyarakat dan pihak lainnya waspada dan saling menjaga. "Ya itu, kami minta waspada," ujar Badrodin.
Polisi bintang 4 itu membantah jika tidak ada pengamanan khusus yang dilakukan jajarannya.
"Anda merasakan ada peningkatan enggak? Kalau ke bandara kan ada peningkatan. Kalau ke tempat-tempat umum kan ada peningkatan," ungkap Badrodin.
Baca Juga
Tujuan Sasar Indonesia
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan juga tak membantah soal ancaman tersebut. Indonesia menjadi salah satu sasaran ISIS walaupun mayoritas masyarakatnya beragama Islam.
"Itu dia, karena mereka ingin targetkan membuat suasana jadi enggak stabil. Misalnya, mereka targetkan komunitas Syiah, sehingga mereka ingin melihat seperti di Irak, Suriah, Yaman. Kita enggak seperti itu. Kita ingin Indonesia negara yang hidup penuh perdamaian," kata Luhut.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu mengatakan telah mengantongi daerah-daerah mana saja yang menjadi target ancaman ISIS.
"Ada beberapa, tentu saya enggak perlu disclose. Kita lihat polisi, BIN, sudah bekerja. Doakan saja, kita semua bisa mengantisipasi semua," ujar Luhut.
Saat ditanya, mendapatkan sumber dari mana. Dia pun enggan mengungkapkan. "Ini semua dari berbagai sumber tepercaya. Counter part kita juga," ungkap Luhut.
Pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur itu mengimbau, perlu kehati-hatian untuk menghadapi ancaman ISIS.
"Kita amati terus. Kami sangat hati-hati dalam menyikapi ancaman ini. Karena saya berkali-kali sampaikan, pemerintah itu mendekati masalah ISIS dari pendekatan soft approach, yaitu pendekatan agama dan budaya. Kita enggak mau seperti negara Barat yang melakukan pendekatan kekerasan. Itu pilihan terakhir," ungkap Luhut.
Mantan politikus Golkar itu pun tak menampik adanya niat untuk melakukan revisi Undang-Undang Terorisme dengan adanya ancaman tersebut.
"Ya memang betul (ada rencana). Terutama dengan melihat perubahan digital ini. Misalnya, saya katakan media sosial perlu kita awasi. Tapi bukan medianya, lebih kepada content yang membuat radikalisasi, yang kita ingin perhatikan. Jangan sampai membuat negara jadi berkelahi satu sama lain," pungkas Luhut. (*)