Fahri Hamzah: Bedah Persoalan Papua Lewat Pansus Freeport

Usulan mengenai Pansus Angket Freeport harus berasal dari lintas fraksi karena kasus Freeport merupakan permasalahan luar biasa

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 11 Des 2015, 14:19 WIB
Diterbitkan 11 Des 2015, 14:19 WIB
20151002- Ketua DPR Setya Novanto-Jakarta
(Ki-ka) Ketua Badan Kerja sama Antar Parlemen, Nurhayati Ali Assegaf, Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah memberikan keterangan pers terkait kinerja DPR selama 1 tahun, Jakarta, Jumat (2/10/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, pembentukan Pansus Angket Freeport adalah satu-satunya jalan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Papua.

"Usulan angket mengenai Freeport ini telah beredar di sejumlah anggota dewan. Kita tinggal menunggu pengusul (angket Freeport), jika ingin dibacakan di paripurna hari Selasa (15 Desember 2015), ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jumat (11/12/2015).

Setelah itu, lanjut Fahri, pimpinan akan melakukan rapat pimpinan (rapim) dan membawa usulan pansus ini ke Badan Musyawarah (Bamus), sehingga bisa dibaca usulan tersebut, sebagaimana telah disepakati.

Fahri juga menegaskan, usulan mengenai Pansus Angket Freeport harus berasal dari lintas fraksi karena kasus Freeport merupakan permasalahan luar biasa yang perlu mendapatkan perhatian lebih.



"Sudahlah jangan tipu masyarakat, bedah kasus Freeport ini agar semuanya kelihatan apa yang terjadi. Taruh kue Freeport di atas meja, kita cek siapa yang sudah makan di situ, siapa yang sebenarnya ada urusan di situ," jelas Fahri.

Selain itu, Fahri juga menyayangkan, langkah Kejagung yang tidak mau menyerahkan bukti percakapan kepada MKD. Menurut dia, tindakan Kejagung ini telah dirusak oleh kepentingan-kepentingan yang tidak jelas.

"Kenapa dia (Kejagung) enggak mau terima pimpinan MKD, kenapa Maroef diterima jam 12 malam, apa motifnya? Kenapa pimpinan lembaga seperti DPR ini tidak dihormati dan tidak mau terima," pungkas Fahri.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pulang dengan tangan hampa pada 10 Desember 2015. Kejaksaan Agung menolak permintaan penyerahan rekaman percakapan yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, Pengusaha Minyak Riza Chalid, dan Presdir Freeport Maroef Sjamsoeddin.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya