Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan korupsi Menara Bank Jawa Barat (BJB), Wawan Indrawan divonis bebas Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Mengenai hal itu, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali berpendapat, putusan bebas adalah hal lumrah.
Hatta bahkan menyebut, vonis bebas bukanlah putusan haram yang wajib dihindari. Termasuk putusan terhadap Wawan tersebut.
"Ingat, bahwa putusan bebas itu bukan putusan haram," kata Hatta di Gedung MA, Jakarta, Rabu (30/12/2015).
Kata Hatta, semua pihak juga tak perlu memandang sinis terhadap putusan bebas yang dijatuhi oleh hakim. Bahwa jika ada seorang terdakwa, terutama kasus korupsi, divonis bebas lalu dituduh ada 'main belakang'.
Baca Juga
"Jangan, ada hakim yang membebaskan terdakwa, kemudian kita menuduh dia ada apa-apanya. Jangan," tegas dia.
Terkait putusan bebas kepada Wawan itu, kata Hatta tentunya sudah dikaji oleh majelis hakim. Hakim tentunya sudah memeriksa semua bukti dan menilai seperti tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU).
Artinya, dengan prosedur itu, maka seorang hakim sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Vonis bebas yang dijatuhi, lantaran hakim sudah memeriksa bukti-bukti yang ada.
"Seorang hakim pastinya bijak dalam melihat dan menilai tuntutan jaksa," kata Hatta.
Divonis Bebas
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhkan vonis bebas kepada Wawan Indrawan, terdakwa korupsi Menara Bank Jabar Banten (BJB). Majelis Hakim yang diketuai Naisyah Kadir menyatakan, bekas Kepala Divisi Umum BJB ini tidak terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Sehingga perbuatan Wawan tidak bertentangan dengan hukum.
Vonis ini sangat bertolak belakang dengan tuntutan jaksa. Sebab, jaksa menuntut Wawan dengan hukuman pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Adapun, kasus ini bermula ketika manajemen BJB setuju membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang rencananya dibangun di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta. Tim BJB bernegosiasi dengan pihak PT Comradindo, perusahaan teknologi informasi yang mengklaim pemilik lahan di Kaveling 93 itu.
Tim juga sepakat dengan harga pembelian tanah sebesar Rp 543,4 miliar. Singkat cerita, ada sejumlah kejanggalan, seperti status tanah yang diduga milik perusahaan lain sehingga rawan sengketa, dan harga tanah jauh di atas harga pasar.
Jaksa mendakwa Wawan telah menyalahgunakan wewenang dengan menunjuk PT Comradindo sebagai pemegang tender proyek gedung. Oleh Jaksa, Wawan dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Advertisement