Liputan6.com, Jakarta - Wacana Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso yang meminta penambahan wewenang untuk melakukan penangkapan dan penahanan terduga teroris mendapat penolakan. Alasannya, dalam wewenang itu rentan terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Aparat intelijen kan melakukan kerja secara tertutup. Tidak adil kalau ada masyarakat ditangkap secara tertutup, itu melanggar HAM," kata Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
Politikus dari PDIP itu menyarankan BIN bekerja sama dengan kepolisian membentuk satuan tugas (satgas). Aksi intelijen tetap dilakukan oleh anggota BIN, tapi penangkapan dan penahanan dilakukan polisi.
"Perlu sinergi BIN dengan kepolisian. Kalau mau bisa satgas itu atas nama BIN, tapi anggotanya polisi. Misal ada intelijen bilang ini ada ancaman, maka polisi yang tangkap," ujar TB Hasanuddin.
Baca Juga
Pembentukan satgas tersebut, ucap TB Hasanuddin, tidak perlu mengubah undang-undang yang mengatur BIN. Persoalan yang tersisa adalah mau atau tidak lembaga intelijen itu bekerja sama.
"Tidak perlu diubah UU. Apakah tinggal mau kerja sama? Buang ego sektoral," ucap TB Hasanuddin.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya menuturkan penambahan wewenang BIN sedang dibicarakan. Prosesnya juga tidak mudah karena badan tersebut diatur dalam undang-undang.
"Nanti dibicarakan. Kan itu perubahan undang-undang. Jadi perlu komunikasi antara pemerintah dan DPR karena kewenangan BIN itu ada dalam undang-undang," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa 19 Januari.
Meski demikian, JK memiliki anggapan bahwa BIN harus lebih aktif. Hal ini menyusul terjadinya teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta, pada Kamis 14 Januari lalu.