Cara KPK Cegah Gratifikasi untuk Dokter

Pemberian sponsorship memang tak bisa dilarang lantaran dokter harus memiliki kredit untuk sertifikasinya.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 02 Feb 2016, 16:23 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2016, 16:23 WIB
20160105-Agus-Rahardjo-HEL
Ketua KPK, Agus Rahardjo saat memberikan keterangan usai melakukan pertemuan dengan Jaksa Agung, HM Prasetyo di gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (5/1/2016). (Liputan6.com/Helmi Fitriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - KPK berkoordinasi dengan sejumlah instansi soal bantuan khususnya terkait sponsorship yang diberikan farmasi untuk para dokter. Instansi tersebut adalah Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, Asosiasi Perusahaan Farmasi, serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

Sponsorship yang dimaksud ialah bantuan keuangan maupun fasilitas lain yang umumnya diberikan kepada para dokter untuk mendukung kegiatan ilmiah ataupun kegiatan lain, yang menjadikannya mendapat nilai untuk sertifikasi.

"Pemberian sponsorship ini memang biasanya langsung diberikan kepada individu. Hal ini tentu akan menimbulkan adanya dugaan gratifikasi serta conflik of interst. Dari pertemuan itu, perusahaan farmasi sepakat pemberian tidak lagi diserahkan kepada individu melainkan melalui instansi ataupun asosiasi," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di kantornya, Jakarta, Selasa (2/2/2016).

Menurut Pahala, hal ini diatur agar profesi dokter tetap terjaga. Pemberiansponsorship memang tak bisa dilarang lantaran dokter harus memiliki kredit untuksertifikasinya. Bentuk kredit itu biasanya hadir dalam berbagai seminar baik nasional maupun internasional.

"Ini tak bisa sepenuhnya dilarang. Karena dokter butuh dan negara belum bisa memenuhi semuanya. Karena itu, kita atur, agar indikasi gratifikasinya bisa dicegah, atau mudahnya ini salah satu bentuk pencegahan," ujar dia.

Irjen Kementerian Kesehatan Purwadi menyambut baik langkah ini.  Ini akan ditetapkan sebagai regulasi untuk mengatur mekanismenya.

Menurut dia, hal ini adalah penguatan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 tahun 2014 tentang pengendalian gratifikasi di lingkungan Kementerian Kesehatan.

"Ini sudah senapas. Tinggal bagaimana saja regulasinya. Seminggu bisa jadi. Intinya lebih cepat lebih baik," tegas Purwadi.

Meski demikian, dia belum bisa menjamin masalah indikasi gratifikasi tersebut bisa selesai dengan mudah jika dikendalikan baik di Kementerian maupun melalui asosiasi.

"Butuh proses. Lihat saja nanti bagaimana pelaksanaanya," pungkas Purwadi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya