DPR Minta Pemerintah Tak Bayar Tebusan Pembajak Kapal RI

Indonesia bisa meminta otoritas Filipina untuk membebaskan anak buah kapal asal Indonesia yang disandera Abu Sayyaf.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 29 Mar 2016, 12:24 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2016, 12:24 WIB
20160329-Ilustrasi-Pembajak-Kapal-AFP
Ilustrasi Pembajak Kapal (HO / EU NAVFOR / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, saat ini kelompok Abu Sayyaf yang menyandera anak buah kapal asal Indonesia kemungkinan sedang terdesak dan kesulitan dalam pendanaan hingga membajak kapal asing yang lewat.

"Mereka (kelompok Abu Sayyaf) melakukan cara-cara pemerasan antara lain melalui penyanderaan," ujar Mahfudz di Jakarta, Selasa (29/3/2016).

Sehingga, menurut Mahfudz, pemerintah tidak perlu memenuhi permintaan kelompok garis keras asal Filipina itu. Sebab Indonesia bisa meminta otoritas Filipina untuk selesaikan masalah itu.

Ia pun menyarankan agar pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan Filipina untuk pembebasan para sandera.

Sementara, Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya meminta agar pemerintah meminta Badan Intelijen Nasional (BIN) berkomunikasi dengan kelompok Abu Sayyat demi membebaskan para sandera.

"Sesuai dengan kebiasaan dan etika diplomasi, kita gunakan dulu perwakilan kita di Manila dibantu oleh BIN untuk melakukan komunikasi dengan kelompok Abu Sayyaf," kata Tantowi.

Tindakan tegas, kata dia, baru dapat dilakukan jika perundingan menemui jalan buntu. Tentu berdasarkan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Filipina.

Kapal Tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 7.000 ton batu bara serta 10 orang awak kapal berkewarganegaraan Indonesia hilang kontak. Mereka disandera kelompok Abu Sayyat.

Kelompok garis keras itu meminta uang tebusan 50 juta peso atau setara Rp 14 miliar.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya