Riuh Pemecatan Fahri Hamzah

Kicauan Fahri mendapat berbagai tanggapan dari para netizen, yang sebagian besar menanyakan alasan pemecetan dirinya.

oleh Devira PrastiwiTaufiqurrohman diperbarui 04 Apr 2016, 00:09 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2016, 00:09 WIB
Fahri Hamzah
Fahri Hamzah (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - "Janganlah kau ikatkan nasibmu pada pohon padi...meski ia berbuah nasi yang membuatmu kenyang..." demikian cuitan Fahri Hamzah melalui akun Twitter pribadinya @Fahrihamzah.

Pada cuitan berikutnya, mantan Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu kemudian menyebutkan, "janganlah kau titipkan nasibmu pada manusia...meski ia raja...ia sama seperti kita."

"Janganlah kau sandarkan hidupmu pada negara atau imperium...meski kokoh mereka jatuh bangun..."

Cuitan yang diunggah pada Minggu 3 April 2016 itu muncul, setelah beredar dugaan surat pemecatan Fahri dari partainya. Namun belum diketahui pasti apa maksud cuitan politikus partai berlambang padi dan bulan sabit itu.

Saat dikonfirmasi terkait beredarnya surat pemecatan terhadap dirinya, Fahri menyebut singkat. Dia mengaku sedang rapat, yang seakan menunjukan dirinya tak ingin diganggu.

"I'm in a meeting," kata Wakil Ketua DPR itu kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu.

Kicauan Fahri mendapat berbagai tanggapan dari para netizen, yang sebagian besar menanyakan alasan pemecetan dirinya. Sebagian lagi ada yang menanggapi dengan guyonan.

"Eyang @Fahrihamzah klo bener di peecaattttt kerja di rumah aku ajah," tulis SilvaAnindiah ‏@anwoks.

Namun, ada pula di antara mereka yang memberikan semangat kepada Fahri. Netizen meminta mantan aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) itu tetap berjuang.

"@Fahrihamzah tetap berjuang pak, Tuhan tdk pernah tidur," cuit Zainulharamain ‏dalam akun @ZainulHaheho.

Sementara, Presiden PKS Sohibul Imanmembenarkan adanya pemecetan Fahri dari partainya. Pemecatan itu diputuskan Majelis Tahkim (MT), kendati belum ada pengumuman resmi dari partai.

"Saya selaku Presiden PKS adalah pihak yang berwenang menyampaikan keputusan MT tersebut kepada FH (Fahri Hamzah) dalam bentuk SK DPP PKS. Saya sudah menandatangani SK DPP tersebut bertanggal 1 April 2016 dan tadi malam saya sudah meminta pihak sekretariat untuk segera mengirimkannya," kata Sohibul.

"Saya akan cek apakah surat tersebut sudah sampai kepada yang bersangkutan atau belum. Karena itu saya belum bisa memberitahu isi SK DPP dan Keputusan MT sebelum jelas surat itu sampai kepada yang bersangkutan," sambung dia.

Sohibul menegaskan, hingga saat ini pihaknya belum memberikan pengumuman resmi kepada media. Apalagi, menyebarkan surat keputusan pemecatan itu.

Karena itu, dia belum dapat memastikan keaslian surat pemecatan yang beredar tersebut. "Saya tidak tahu keaslian surat yang beredar tersebut. Jadi saya tidak bisa mengomentari surat tersebut," kata Sohibul.

Berbeda, Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini mengaku belum menerima surat pemecatan Fahri. Bahkan, dia tak tahu jika anggota fraksinya itu telah dipecat dari DPP.

"Belum ada pemberitahuan dari DPP, saya belum tahu karena belum ada pemberitahuan kepada saya," ujar Jazuli ketika dikonfirmasi Liputan6.com di Jakarta, Minggu.

Jazuli juga tak dapat memastikan apakah surat pemecatan yang beredar itu asli dikeluarkan Majelis Tahkim.

"Itu saya belum bisa mengatakan asli ‎atau palsu, karena pertama saya belum diberi tahu dan surat itu belum ada di Fraksi PKS," tandas Jazuli.   

Fahri Hamzah (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)


Kasus Kontroversi

Di balik beredarnya surat pemecatan, Fahri kerap menebarkan kontroversi belakangan ini. Seperti saat Ketua Umum KAMMI pada 1998 yang ikut menentang rezim Soeharto itu, mengusulkan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Usulan pembubaran lembaga antikorupsi itu muncul, saat Fahri berbicara pada rapat konsultasi pimpinan DPR dengan pimpinan KPK pada 3 Oktober 2011 silam.

Fahri juga pernah bersitegang dengan penyidik KPK, ketika ingin menggeledah salah satu ruangan Fraksi PKS di DPR. Fahri mempersoalkan rombongan penyidik KPK yang membawa anggota Brimob bersenjata laras panjang‎.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Inaz Nasruloh Zubir juga pernah melaporkan Fahri ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Pelaporan ini terkait pernyataan Fahri yang menyebut banyak anggota DPR 'rada-rada bloon' beberapa waktu lalu.

Atas aduan tersebut, MKD memberikan sanksi berupa teguran pada Senin 19 Oktober 2015. Agar Fahri lebih hati-hati ke depan dalam menjalankan tugas sebagai anggota dewan.

Tak hanya itu, Fahri juga sempat dilaporkan anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem Akbar Faizal.

Faizal tak terima dinonaktifkan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), lantaran disebut terkait kasus pembocoran informasi MKD ke publik yang dilaporkan anggota MKD lainnya, Ridwan Bae.

Kebijakan itu diambil menjelang pengambilan putusan etik Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus 'Papa Minta Saham'.

Meskipun akhirnya Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR, Akbar masih geram terhadap Fahri yang menandatangani penonaktifannya dari MKD.

 

Fahri Hamzah (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

 

Pemeriksaan Internal

Pada 11 Januari 2016, Fahri mendadak mendatangi kantor DPP PKS. Ia datang atas undangan Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS.

Namun, Fahri mengatakan BPDO bukanlah untuk mengevaluasi kinerja dirinya di DPR, namun terkait penerimaan laporan.

"Seperti biasa, BPDO adalah lembaga untuk menerima laporan, bukan evaluasi. Mengoreksi pernyataan dari pada beberapa pejabat partai yang mengatakan ini evaluasi," ujar Fahri di DPP PKS, Jakarta, Selasa 11 Januari 2016 malam.

"Ini bukan evaluasi, ini laporan," tegas dia.

Fahri menyatakan dirinya tetap akan menjadi pimpinan DPR. Meski pun jabatan bukan lah hal penting bagi dirinya.

"Jabatan menurut saya enggak penting. Yang penting saya bekerja sesuai jadwal. Kala kita yakin akan kebenaran, Tuhan akan memberkati," kata dia.

Sebagai pejabat publik, kata Fahri, dirinya tidak bisa mundur begitu saja, karena adanya permintaan atau dorongan dari pejabat partai.

"Pejabat publik itu enggak bisa serta merta mengundurkan diri tanpa suatu alasan. Dan saya menceritakan konstelasi politik dari luar itu menjadi masalah, karena permintaan pribadi jadi saya anggap itu tidak ada apa-apa," ujar dia.

Meski ada desakan dari sejumlah pihak di internal partai, Fahri menyatakan, dirinya tidak akan mundur begitu saja. Dia beralasan, jabatan Wakil Ketua DPR dipilih melalui paripurna bukan melalui partai.

Karena itu, Fahri berniat melapor balik 2 kader PKS yang membuat isu dirinya lengser dari kursi pimpinan DPR hingga membuat gaduh. Dia melaporkan Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mardani Ali Sera dan Ketua DPP Al Muzzammil Yusuf.

"Saya melaporkan saudara Mardani dan Muzzammil Yusuf untuk pertama kali ke BPDO. Menurut saya, keributan ini mereka yang buat. Kok jadi saya yang dituduh. Karena itu saya melapor balik," ujar dia.

Fahri mengklaim hal ini dilakukan karena terpaksa. Kendati, ini bisa menjadi pelajaran. "Apa boleh buat. Jadi jangan gini caranya. Mudah-mudahan semuanya dapat pelajaran."

"Sebenarnya juga ini, DPP kayak enggak ada surat. Mekanismenya sangat informal. Jadi saya berharap, mudah-mudahan ini dianggap sebagai klarifikasi," kata dia.

Mardani Ali Sera sebelumnya menyatakan ada beberapa kader partainya yang merasa terganggu atas sikap Wakil DPR Fahri Hamzah.

Sejumlah kader PKS itu menyampaikan aduan ke BPDO partai atas komentar Fahri, yang dinilai cenderung membela mantan Ketua DPR Setya Novanto selama tersandung kasus 'Papa minta saham'.

Fahri juga menegaskan, dirinya akan bertahan di Koalisi Merah Putih (KMP), sebagai pengkritik pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah saat menjadi pembicara kunci pada diskusi refleksi awal tahun di Jakarta, Selasa (12/1/2016). Diskusi membahas Evaluasi Kritis, Sepak terjang PT Freeport Mengelola Tambang di Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

 
"Di KMP itu ada duri, namanya Fahri Hamzah. Ya saya enggak akan menyerah, karena bagi saya, Majelis Syuro yang memutuskan (bergabung) KMP itu," tegas Fahri usai dipanggil BPDO.

Sebelum Fahri disidang partainya, sejumlah elite PKS menggelar pertemuan tertutup dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, pada 21 Desember 2015.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung enggan buka mulut, terkait pertemuan itu. Menurut dia, pertemuan ini hanya silaturahmi biasa, bukan kepentingan politik.

"Soal itu, saya nggak tahu. Yang saya tahu ini hanya silaturahmi," ucap Pramono, saat ditanya terkait kemungkinan PKS bergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintah.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya