Kepala BNPT Jelaskan Alasan Revisi UU Anti Terorisme Diperlukan

Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tersebut dibuat dalam kondisi darurat pasca Bom Bali I.

oleh Audrey Santoso diperbarui 19 Apr 2016, 19:51 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2016, 19:51 WIB
20160316-Jokowi-Lantik-Bakamla-dan-BNP-Jakarta-FF
Irjen Tito Karnavian tersenyum pada awak media sebelum dilantik oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/3). Tito Karnavian dilantik menjadi Kepala BNPT dari jabatan sebelumnya Kapolda Metro Jaya. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana Revisi Undang-Undang (RUU) Anti Terorisme masih menuai pro dan kontra di kalangan pegiat hak asasi manusia. Ada ketakutan RUU tersebut tidak akan mengindahkan hak-hak dasar manusia.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Tito Karnavian menilai UU yang berlaku saat ini tak mengakomodasi penanganan kejahatan terorisme secara menyeluruh. Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tersebut dibuat dalam kondisi darurat pasca Bom Bali I.

Dia menjelaskan pemerintah saat itu masih buta pengetahuan tentang tindak kejahatan terorisme. Tidak tahu seberapa mengancamnya kejahatan tersebut untuk keamanan negara.

"Kalau menurut saya, (RUU) itu kan isinya lebih banyak mengkriminalisasikan yang tidak ter-cover dalam undang undang yang lama. Karena undang-undang yang lama itu dibuat emergency tahun 2002, Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) Nomor 1," terang Tito usai acara 'The General Briefing on Counter Terrorism' di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).

"Yang saat itu kita belum tahu jaringan teroris itu seperti apa, jumlahnya berapa, ada kaitan dengan ideologi, ada kaitan internasional, kita belum tahu," ujar Tito.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya