Yusril Minta Kasus Ongen Unggah Foto Jokowi-Nikita Dibatalkan

Jaksa tidak menyebutkan dengan jelas di mana Ongen melakukan kejahatan

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 26 Apr 2016, 15:48 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2016, 15:48 WIB
20150804-Praperadilan Dahlan Iskan Dikabulkan-Jakarta-Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan perkara UU ITE dan UU Pornografi dengan terdakwa Yulianus Paonganan alias Ongen. Sidang terhadap pemilik akun Twitter @ypaonganan dengan agenda pembacaan eksepsi ini digelar secara tertutup.

Pengacara Ongen, Yusril Ihza Mahendra dalam eksepsinya mengatakan, pihaknya meminta agar dakwaan terhadap kliennya ditolak karena terdapat banyak kejanggalan. Sebab, kata dia, locus delicti atau tempat terjadinya tindak pidana tidak jelas.

"Di dalam surat dakwaan itu tidak jelas betul di mana locus delecti dari peristiwa ini. Padahal locus delicti ini berkaitan dengan tempat kejadian perkara dan pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara ini," ujar Yusril usai mengikuti persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (126/4/2016).

Dalam dakwaannya, kata Yusril, jaksa tidak menyebut dengan jelas di mana Ongen melakukan kejahatan. Sementara berdasarkan keterangan Ongen, foto Jokowi dengan Nikita Mirzani ‎yang diunggah melalui akun Twitternya itu dilakukan saat Ongen dalam perjalanan ke Bandung, Jawa Barat.

 



"Ada beberapa tempat. Kok ini tiba-tiba dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara tidak ada dalam berita acara, Ongen mengatakan dia meng-upload foto Pak Jokowi itu dilakukan di wilayah hukum PN Jakarta Selatan," tutur dia.

Seharusnya perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebab, pengadilan  memiliki wewenang mengadili kasus di mana locus delictinya berada di luar yurisdiksi pengadilan. "Karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili misalnya orang melakukan kejahatan di luar negeri," ucap Yusril.

‎Kedua, kata Yusril, dakwaan yang dikeluarkan jaksa tidak jelas, apakah masuk delik penghinaan, delik ITE, atau delik pornografi. "Kalau Ini delik pornografi, ya foto ini sudah lama ada, bukan dibuat sama Ongen. Ongen hanya meneruskan foto-foto yang sudah ada," kata dia.

"Tapi kalau Ongen dituduh menyebarluaskan foto porno, yang foto pornonya siapa? Yang pelaku foto kan Jokowi sama Nikita Mirzani, masa Jokowi dan Nikita itu melakukan adegan porno turut disebarluaskan sama Ongen. Jadi kacau balau negeri ini. Itu hal yang tidak jelas," tandas Yusril.

Karena itu, Yusril meminta agar kasus tersebut didrop atau tidak dilanjutkan. Sebab, kasus dengan dakwaan yang tidak jelas ini justru akan mempermalukan institusi pemerintahan dan institusi penegak hukum.

"Dari awal saya sudah katakan sebaiknya kasus ini didrop aja karena akan berdampak luas di masyarakat dan kepada Jokowi yang sekarang sudah jadi presiden. Dan Pak Jokowi juga tidak perlu merasa terhina (dengan foto yang diunggah Ongen)," pungkas dia.

Belum Ditanggapi

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdul Kadir Sangadji enggan mengomentari eksepsi yang dibacakan Yusril selaku pengacara Ongen. Pihaknya menegaskan akan memberikan jawaban atas eksepsi pada persidangan selanjutnya, Selasa 3 Mei 2016. "Kami tidak akan menanggapi sekarang, nanti akan ada waktunya. Dan juga ada hakim yang melihat penanganan kasus ini," ucap Sangadji.

Ongen ditetapkan sebagai tersangka oleh Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan penyebaran konten berbau pornografi di media sosial pada Desember 2015. Melalui akun Twitternya @ypaonganan, Ongen mengunggah foto Presiden Joko Widodo dengan artis Nikita Mirzani dan menuliskan tagar yang diduga mengandung pornografi.

Atas perbuatannya, Ongen diduga melanggar Pasal 27 Ayat (1) jo Pasal 45 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6  tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Tersangka juga terancam melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf e jo Pasal 29 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya