Liputan6.com, Jakarta - Kabar itu sebenarnya tak berbeda dengan berita lainnya tentang aktivitas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK dikabarkan menggeledah Ruang Kerja Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan kediamannya terkait dugaan suap dalam pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dari kedua tempat itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penyidiknya menyita uang dalam pecahan dolar Amerika dalam jumlah yang cukup besar serta sejumlah dokumen.
Dari tempat itu, KPK juga turut mengambil sejumlah barang dan menyitanya. "Menyita dokumen," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 21 April 2016.
Advertisement
Mengenai temuan uang, Agus mengatakan memang disita dari lokasi yang digeledah. Termasuk ruang kerja Nurhadi selaku Sekretaris MA dan di kediamannya. Namun, Agus menyebut hingga saat ini jumlah uang itu masih dihitung.
"Jumlah uang belum dihitung. (Sitaan) itu akan dikonfirmasi ke sejumlah pihak," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Kamis lalu.
Yang jelas, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan penyidik meyakini uang yang ditemukan di kediaman Nurhadi itu terkait perkara hukum.
"Kita punya keyakinan bahwa uang itu ada hubungannya dengan perkara," ujar Syarief di Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Oleh karena itu, lanjut dia, penyidik masih mendalami sumber-sumber uang tersebut. Ini untuk menguatkan keyakinan penyidik.
"Kalau uang ada berhubungan di pengadilan, itu tidak mungkin tidak berhubungan dengan perkara," ujar Syarief. ‎Namun, KPK masih mencari tahu uang tersebut terkait perkara hukum apa.
Tak sampai di situ, KPK kemudian mengajukan pencegahan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap Nurhadi atas kasus yang sama. Pencegahan terhadap Nurhadi mulai berlaku untuk masa 6 bulan ke depan.
"Telah dicegah berdasarkan permintaan Pimpinan KPK atas nama NHD (Nurhadi), pekerjaan PNS," kata Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Heru Santoso, Kamis pekan lalu.
Â
Posisi Penting di MA
Kabar bahwa Nurhadi dikaitkan dengan kasus korupsi sebenarnya terasa sangat aneh dan sulit untuk diterima. Pertama, dia bekerja di MA yang merupakan benteng terakhir bagi para pencari keadilan. Mereka yang bekerja di MA harusnya sosok yang sudah teruji dan tak mudah goyah ketakinan hukumnya.
Kedua, posisi yang dipegang Nurhadi juga tak sembarangan, karena dia membawahi Sekretariat MA. Sekretariat MA mempunyai tugas membantu Ketua MA dalam menyelenggarakan koordinasi dan pembinaan dukungan teknis, administrasi, organisasi dan finansial kepada seluruh unsur di lingkungan MA dan pengadilan di semua lingkungan peradilan.
Saking pentingnya posisi ini, Sekretaris MA diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
Ketiga, Nurhadi juga dikenal sebagai sosok yang mencanangkan Zona Integritas dan Wilayah Bebas Korupsi di lembaga peradilan. Tak main-main, pada 19 Januari lalu gagasan tersebut dicanangkan Nurhadi di sebuah hotel berbintang di Jakarta.
Sayang, tak lama kemudian Nurhadi diperiksa KPK. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait penundaan salinan putusan kasasi di Mahkamah Agung yang menjerat Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisno.
Namun, Nurhadi mengaku tidak tahu perihal kasus dugaan suap yang melibatkan Andri tersebut. "Tidak tahu sama sekali," kata Nurhadi ketika tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 8 Maret 2016.
Inilah kali pertama Nurhadi berurusan dengan KPK yang kemudian berlanjut hingga sekarang dalam kasus dugaan suap dalam pengajuan PK di PN Jakarta Pusat. Namun, nama Nurhadi sebenarnya tidak hanya sekarang menjadi buah bibir. Meski bukan karena kasus korupsi, nama Nurhadi sempat disorot karena gaya hidup serta jumlah harta kekayaannya.
Â
Advertisement
Suvenir Mahal di Hotel Mewah
Â
Nama Nurhadi sempat jadi perbincangan ketika dia memberi suvenir Apple iPod shuffle kepada tamu resepsi pernikahan putranya di Hotel Mulia, Sabtu 15 Maret 2014. Komisioner Komisi Yudisial (KY) Taufiqurahman Sahuri yang menghadiri resepsi ketika itu mengaku menerima iPod yang diprediksi harganya sekitar Rp 700 ribu itu.
Namun, Taufiq menegaskan bakal melapor ke KPK atas suvenir yang diterimanya itu. "Saya sendiri mau lapor ke KPK karena saya hadir dan dapat suvenir tersebut," kata Taufiq dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Senin 17 Maret 2014.
Karena kabar itu, resepsi pernikahan Rizky Wibowo dengan Rizki Aulia Rahma langsung membuat heboh. Diketahui, tamu yang hadir diketahui sekitar 2.500 undangan, di mana masing-masing undangan mendapatkan iPod Shuffle versi 2 GB.
Menurut pantauan Liputan6.com, harga pasaran saat ini, pemutar musik digital itu dibanderol sekitar Rp 700 ribu. Untuk mempercantik souvenir, iPod diletakkan di sebuah kotak cantik berwarna cokelat yang diikat dengan pita warna cokelat muda.
Bukan itu saja, Nurhadi juga membuat undangan edisi khusus dalam semua kotak mewah. Masing-masing undangan diberi kartu elektronik sebagai pass card untuk memasuki Ball Room Hotel Mulia.
Â
Harta Kekayaan Nurhadi
Nurhadi memiliki kekayaan Rp 33.417.646.000. Menurut pengumuman harta kekayaan penyelenggara negara yang dapat dilihat di laman resmi KPK, acch.kpk.go.id, Nurhadi melaporkan kekayaannya itu kepada KPK pada 7 November 2012.
Sumber kekayaan Nurhadi yang paling besar adalah dari harta bergerak, yaitu Rp 11,2 miliar. Batu mulia yang dia peroleh sejak 1998 memiliki nilai jual hingga Rp 8,6 miliar. Sisanya, barang seni antik hingga logam mulia.
Nurhadi memiliki aset tanah dan bangunan Rp 7,3 miliar. Dia memiliki 2 aset tanah dan bangunan di Jakarta Selatan, 4 aset di Malang, 5 aset di Kudus, 2 aset di Mojokerto, 2 aset di Kediri, dan 1 aset di Tulungagung.
Nurhadi melaporkan empat mobil miliknya, yaitu Jaguar, Lexus, Mini Cooper, dan Toyota Camry. Mobil paling mahal dari empat itu adalah Lexus seharga Rp Rp 1,9 miliar. Aset giro setara kas yang dimiliki Nurhadi juga memiliki nilai besar, yaitu Rp 10.775.000.000.
Nurhadi memang bukan tersangka korupsi dan kita juga tak bisa menghakimi jumlah kekayaan yang dia miliki. Namun, pencegahan dirinya oleh KPK serta ditemukannya uang dolar yang diyakini KPK sebagai bagian dari perkara, jelas telah mencoreng wajah Mahkamah Agung.
Kasus ini pelajaran bagi Mahkamah Agung agar tak membiarkan perilaku tercela tumbuh subur di lembaga peradilan tertinggi. Mahkamah Agung juga harus memastikan kalau lembaganya masih menjadi benteng terakhir lembaga peradilan, ketika lembaga peradilan di bawahnya ditatap dengan pandangan ragu.
Â
Advertisement