BPK Akui Sedang Audit Laporan Kunjungan Kerja DPR

Ketua BPK mengaku tengah gencar mengaudit laporan keuangan sejumlah lembaga negara, termasuk terkait kunjungan kerja DPR.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 13 Mei 2016, 17:50 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2016, 17:50 WIB
dugaan kunker Fiktif
Ilustrasi dugaan kunker Fiktif (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengakui tengah mengaudit sejumlah laporan kegiatan DPR. Salah satu di antaranya, anggaran kunjungan kerja (kunker) para legislator.

Namun, dia belum bisa mengungkap ada atau tidaknya potensi kerugian uang negara dalam hasil audit itu.

Ketua BPK RI Harry Azhar Azis juga mengaku belum mengetahui jumlah anggaran tersebut karena audit masih berjalan.

"Sedang melakukan audit, bukan hanya kunjungan kerja tapi seluruh keuangan DPR. Angkanya saya belum tahu. Jadi kunjungan kerja itu bagian dan belum kita selesaikan, baru Juni 2016 kita laporkan ke DPR," kata Harry Azhar saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (13/5/2016).

Menurut dia, BPK memang tengah gencar mengaudit laporan keuangan sejumlah lembaga negara, termasuk kementerian. Khusus untuk DPR, lanjut dia, BPK akan menyerahkan hasil auditnya pada sidang paripurna bulan depan.

"Memang sedang kita audit, belum selesai. Kita sedang gencar-gencarnya melakukan audit terhadap lembaga negara. Akhir Mei mungkin selesai, nanti kita kirim ke DPR atau nanti awal Juni baru kita serahkan di paripurna," Harry Azhar menandaskan.

Sebelumnya, beredar surat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berisi keraguan Kesekretariatan Jenderal (Kesekjenan) DPR terkait laporan kunjungan kerja anggota dewan. Kunker itu diduga menimbulkan potensi kerugian negara mencapai Rp 945.465.000.000.

Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno mengakui adanya surat yang dikeluarkan pihaknya atas keraguan Kesekjenan DPR tersebut.

"Benar itu," kata Hendrawan saat dihubungi di Jakarta, Kamis 12 Mei 2016. Hendrawan menjelaskan, surat itu berawal dari audit BPK dengan melakukan uji petik. Ternyata, terdapat laporan yang tidak memenuhi persyaratan, sehingga sulit diverifikasi.

"Apakah memang kegiatan yang dilakukan anggota dewan itu bisa dibuktikan atau tidak gitu loh," ucap Hendrawan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya