Eksekusi Mati di Antara Misteri Curhatan Freddy Budiman

Di tengah curhatan Freddy Budiman, belum tahu kapan Kejaksaan Agung mengeksekusi 10 terpidana mati lain yang sudah masuk daftar jilid III.

oleh Ahmad Romadoni TaufiqurrohmanPutu Merta Surya PutraRita Ayuningtyas diperbarui 01 Agu 2016, 11:04 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2016, 11:04 WIB
Freddy Budiman
Freddy Budiman, merupakan terpidana mati kasus narkoba. Ia dieksekusi pada 29 Juli 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Eksekusi mati jilid III menyisakan misteri. Munculnya curahan hati (curhat) salah satu terpidana mati, Freddy Budiman yang ditulis Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mengagetkan sejumlah pihak.

Haris menuliskan pertemuannya dengan Freddy Budiman pada 2014 di laman media sosialnya. Pada tulisan tersebut, kepada Haris, Freddy mengaku menyetor sejumlah uang kepada aparat polisi dan BNN.

Pimpinan Kepolisian dan BNN pun tidak mau percaya begitu saja dengan ucapan Haris.

Kapolri, Jenderal Polisi Tito Karnavian, tidak menampik adanya kemungkinan pengakuan Freddy benar. Namun, Polri tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

"Bisa saja terjadi, kita akan dalami. Tapi bisa saja jadi alasan yang bersangkutan untuk menunda eksekusi, supaya ramai jadi tunda eksekusi," kata Tito di kantornya, Jakarta, Jumat 29 Juli 2016.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso tidak akan main-main dalam permasalahan ini. Dia tak ragu memberi sanksi tegas kepada pegawainya yang terbukti terlibat membantu bisnis narkoba Freddy.

"Jika terbukti, oknum BNN membantu Freddy Budiman dalam melancarkan bisnis narkobanya maka BNN akan memberikan sanksi tegas dan keras sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," ujar Buwas melalui press release yang diterima Liputan6.com, Minggu 31 Juli 2016.

Namun, sulit untuk membuktikan pengakuan Haris tersebut. Terlebih, Freddy telah menghadap regu tembak di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat lalu.

Eksekusi 10 Terpidana

Kejaksaan Agung mengeksekusi empat terpidana mati pada Jumat 29 Juli 2016 dinihari. Namun, eksekusi 10 terpidana mati lainnya ditunda. Belum tahu kapan Kejaksaan Agung akan mengeksekusi mereka.

"Saya belum bisa pastikan tahun ini atau tahun depan," ucap Prasetyo di kantornya, Jakarta, Jumat (29/7/2016).

Menurut dia, Kejaksaan Agung sudah mengkaji, baik dari faktor yuridis maupun nonyuridis, sebelum menunda eksekusi 10 terpidana tersebut. Namun, dia tidak memperinci alasan yuridis dan nonyuridisnya.

Mantan Presiden Indonesia BJ Habibie sempat menyurati Presiden Jokowi, untuk menunda salah satu terpidana mati, Zulfiqar Ali.

"Jampidum melaporkan, setelah dilakukan pembahasan dengan segala unsur (di Cilacap), ternyata empat orang yang perlu dieksekusi dinihari tadi. Sementara 10 lainnya akan ditentukan kemudian," tegas Prasetyo.

Pada laman resmi Kontras, lembaga swadaya masyarakat itu mengecam tindakan pemerintah Indonesia yang mengeksekusi mati terpidana kasus narkoba. Mereka menilai ada aturan hukum dan HAM yang dilanggar oleh Kejaksaan Agung. Salah satunya, pelanggaran Pasal 6 Ayat (1) UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya