KPK-Kejagung Koordinasi Kasus TPPU Rekening Gendut Nur Alam

KPK akan koordinasi dengan Kejagung terkait kasus TPPU rekening gendut Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, usai jadi tersangka.

oleh Oscar Ferri diperbarui 23 Agu 2016, 22:12 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2016, 22:12 WIB
20160823- Penyidik KPK Geledah Rumah Gubernur Sulawesi Tenggara-Jakarta- Helmi Afandi
Penyidik KPK menggeledah rumah pribadi Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam di Kuningan, Jakarta, Selasa (23/8). Penggeledahan ini terkait dugaan korupsi penertiban izin usaha pertambangan (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui, ada benang merah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam dengan kasus dugaan pencucian uang politikus Partai Amanat Nasional (PAN) yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

Nur Alam ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (ABH) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra.

"Ada benang merah dengan kasus yang diperiksa Kejagung dan KPK tentu akan koordinasi dengan Kejagung," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8/2016).

Pada 2015, masyarakat Sulawesi Tenggara sempat dihebohkan dengan dugaan pencucian uang yang dilakukan Nur Alam. Saat itu, Kejagung menyelidiki dugaan pencucian uang berdasarkan Laporan Hasil Analisa (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dari temuan PPATK, Nur Alam diindikasikan menjadi satu dari 10 kepala daerah yang memiliki rekening gendut. Ternyata, berdasarkan hasil penyelidikan Kejagung, ditemukan fakta Nur Alam menerima sejumlah aliran uang dalam jumlah yang fantastis. Jumlah uang yang ada di rekening Nur Alam mencapai US$ 4,5 juta.

Uang itu diduga ditransfer dari pengusaha tambang asal Taiwan untuk mengamankan wilayah konsensi tambangnya di wilayah Sultra. Diketahui, Nur Alam menerima US$ 4,5 juta itu dari empat kali transfer dalam bentuk polis asuransi bank di Hong Kong.

Namun, Kejagung telah menghentikan penyelidikan dugaan pencucian uang Nur Alam tersebut tanpa alasan jelas. Meski demikian, terkait dugaan pencucian uang oleh Nur Alam, KPK tak menutup kemungkinan akan melakukan penyelidikan hasil pengembangan dugaan korupsi yang sudah menjeratnya.

"Sedang dikaji apakah ada kemungkinan tindak pidana pencucian uang atau tidak. Tergantung bukti-bukti yang didapat. Bila ada dua alat bukti yang cukup maka ditingkatkan jadi tersangka. Sedangkan bukti-bukti lain yang berhubungan dengan pencucian uang itu juga akan dipelajari," kata Laode.

KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 (sebelumnya ditulis 2009-2014 dan 2014-2019) itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.

Nur Alam selaku Gubernur Sultra mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.

PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsesi PT Inco.

Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya