Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam resmi menyandang status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) izin usaha pertambangan (IUP).
IUP tersebut diberikan kepada PT Anugrah Harisma Barakah (ABH) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra.
Diduga ada imbal jasa atau kickback yang diterima Nur Alam, dalam mengeluarkan SK IUP kepada PT AHB. Kickback itu yang saat ini tengah ditelusuri KPK, sebab ditemukan adanya sejumlah bukti transfer ke rekening Nur Alam.
Advertisement
"Info rekening sudah kami dapatkan dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan), jadi semuanya berjalan lancar. Kami sudah dapat beberapa bukti transfer, tapi belum bisa mengeluarkannya karena masih diakumulasi. Jumlahnya cukup signifikan‎," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Berdasarkan informasi yang ditelusuri, jumlah uang yang dikirim ke rekening Nur Alam US$ 4,5 juta. Hal itu merupakan hasil penelusuran PPATK. Namun menurut Laode, jumlah tersebut diduga baru sebagian dari keseluruhan uang yang ditransfer ke rekening Nur Alam dari pihak PT AHB.
‎"Salah satu angka yang dipakai adalah laporan dari PPATK. Data PPATK itu hanya sebagian dari bukti yang ditemukan KPK," ujar Laode.
Karena itu, KPK tengah menyelidiki pihak pemberi kickback dan bukti-bukti yang cukup untuk menjerat pihak pemberi. Di antaranya dengan menggeledah sejumlah tempat.
"Dari sisi pemberi sedang dilakukan penyelidikan yang intensif. Sedangkan statusnya belum bisa kita keluarkan sekarang, karena hasil penggeledahan masih di lapangan. Sehingga belum bisa melaporkan apa saja dokumen yang diambil," Laode memaparkan.
Pun demikian dengan kerugian negara akibat perbuatan yang dilakukan Nur Alam, juga tengah dalam penghitungan. Untuk hal ini, KPK akan menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan ‎Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Khusus penghitungan kerugian negara juga masih sedang dimintakan ke BPK atau BPKP," kata Laode.
KPK telah menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK), terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).
Diduga, Gubernur Sultra 2009-2014 dan 2014-2019 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK, yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.
Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
PT AHB merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.‎‎ Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.