Rumahnya di Rawajati Digusur, Siswa SMA Ini Terus Menangis

Bahkan Putri seperti trauma, setiap melihat Satpol PP dia menangis dan ketakutan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 01 Sep 2016, 19:04 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 19:04 WIB
20160901-Penggusuran-Rajawati-Jakarta-IA
Alat berat merobohkan bangunan di kawasam Rawajati, Jakarta, Kamis (1/9). Penertiban puluhan bangunan liar di kawasan tersebut menyebabkan warga terpaksa menyelamatkan barang berharga mereka ke tepi rel kereta api. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Penggusuran di Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan berdampak bagi anak-anak sekolah di kawasan itu.

Putri Farah, siswi kelas XII IPS di SMAN 14 Jakarta, terus menangis bahkan histeris melihat rumahnya dibongkar oleh Satpol PP.

"Dia sedih rumahnya dihancurin. Sejak tadi nangis terus," tutur Agus, ayah Putri, di lokasi gusuran Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (1/9/2016).

Menurut Agus (45), anaknya menjadi depresi karena penggusuran tersebut. Sejak rumahnya digusur dan dihancurkan, sang anak menangis tanpa henti. Bahkan Putri seperti trauma, setiap melihat Satpol PP dia menangis dan ketakutan.

Putri pun tak bisa pergi ke sekolah karena penggusuran itu. Saat ini keluarga Putri mendirikan tenda di pinggir jalan dan masih bertahan sambil memikirkan tempat tujuan selanjutnya.

Agus melihat kondisi anaknya kini sangat tertekan. Sebab, jika mereka menempati Rusun Marunda, Putri harus pindah dari sekolahnya yang merupakan sekolah favorit.

Jika dipaksakan pindah ke Marunda, Agus khawatir dengan jalanan  Jakarta Utara yang banyak dilewati mobil besar, truk, dan kontainer dapat membahayakan anaknya.

"Kasihan. Dia dulu sudah belajar susah payah sampai masuk sekolah favorit saat ini. Tapi malah harus pindah. Apalagi ke Jakarta Utara, bahaya banget nanti dia jalan sekolah banyak kontainer dan lain-lain. Saya kasihan sama anak saya," keluh Agus.

Agus mengaku paham dengan keinginan pemerintah untuk membangun kawasan Ibu Kota agar lebih indah. Hanya, proses keindahan itu mesti dilakukan dengan kajian mendalam.

"Saya sudah tenangkan anak saya. Saya harap pemerintah juga harusnya kirim psikolog anak," ujar dia. "Kirim dari pengajar sekolah biar anak saya juga paham dan tenang. Jadi kondisinya tak seperti ini," ucap Agus.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya