Journal: Ironi Kemang yang Kian Berkembang

Perubahan tata ruang akibat desakan pembangunan membuat Kemang rentan terkena banjir.

oleh Mufti Sholih diperbarui 08 Sep 2016, 10:23 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2016, 10:23 WIB
Macet di Jalan Kemang Raya
Antrean kendaraan di Jalan Kemang Raya menuju Prapanca (Liputan6.com/Balgoraszky Marbun)

Liputan6.com, Jakarta - Achmadi Umar tertahan hampir satu setengah jam di Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Sabtu, 27 Agustus 2016. Kala itu, dia hendak menuju ke resepsi pernikahan yang digelar karibnya di bilangan Kebayoran Baru. Selama satu setengah jam, Achmadi hanya baru sampai ke perempatan Kemang yang berjarak 1,1 kilometer dari rumahnya. “Di situ saya ketemu banyak polisi. Mereka bilang, jangan ke Prapanca. Banjir segini. Saya disuruh pulang lagi,” ucap Achmadi menirukan imbauan polisi sambil menunjuk ke pahanya saat ditemui Liputan6.com, Jumat (2/9/2016).

Secuil cerita kemacetan dan banjir di Kemang, menjadi pembuka obrolan dari Achmadi Umar, tokoh kebudayaan Betawi yang berasal dari Kemang. Lelaki kelahiran tahun 1949 itu menuturkan, banjir yang terjadi pekan lalu merupakan banjir terparah. Genangan air meluap setinggi 40 sentimeter hingga 60 sentimeter di Jalan Kemang Raya dan Jalan Taman Kemang.

Menurut Achmadi wilayah yang diterjang luapan Kali Krukut itu dahulu dinamakan Kemang Bedigul. Nama itu diberikan lantaran kawasan itu dulunya digunakan sebagai kebun untuk menanam ubi jalar, singkong, dan tanaman hortikultura lain. Tanah di kawasan itu, kata Achmadi, dulunya merupakan milik kakeknya, Haji Sainin bin Ra. Topografi Kemang Bedigul yang berada di cekungan dan dekat kali, memungkinkan kakeknya menanam pepohonan tersebut. “Kalau orang sini nyebut-nya gulaan,” kata Achmadi menambahkan.

Banjir di depan Tamani Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan. (@amru_ms)

Kebun itu juga menjadi tempat mencari pakan buat ternak sapi milik kakeknya. Sebab, keluarga besar Achmadi merupakan pengusaha susu sapi. Seiring perjalanan waktu, kawasan yang namanya diambil dari nama pohon Kemang itu mulai didatangi pendatang. Menurut Achmadi, Kemang awalnya hanya punya luas 1.500 meter persegi dan terbagi menjadi dua wilayah. Wilayah timur dinamakan Kemang Pohon Kelapa dan wilayah barat dinamakan Kemang Bedigul.

Dahulu, kata Achmadi, Kemang terpisah dengan Prapanca. Baru sekitar tahun 1958, Achmadi menyebut, TNI Angkatan Darat membangun jembatan yang menghubungkan wilayah Prapanca dengan Kemang Bedigul. Jembatan tersebut masih kokoh berada di atas Kali Krukut yang membentang dari timur ke barat Jalan Kemang Raya.

Kemang, kawasan elite yang tak hanya kebanjiran, tapi juga langganan macet. (Adrian Putra/Bintang.com)

Keberadaan jembatan itu membuat Prapanca tak lagi terisolasi. Warga negara asing yang banyak menetap di Prapanca pun mulai bersentuhan dengan Kemang. Hingga dekade 1970-an, kata Achmadi, warga asing makin menjamur dan banyak yang menetap di Kemang. “Sampai saya dari perusahaan susu jadi kontraktor,” ucap bapak lima anak ini.

Geliat kedatangan warga asing membuat Kemang lambat laut jadi perkampungan bule. Suasana Kemang yang asri menjadi daya tarik tersendiri buat warga asing menetap di kawasan tersebut. Ahli Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga membenarkan soal daya tarik ini. Ia menyebut kawasan Kemang dan Jakarta Selatan secara keseluruhan memang memiliki daya tarik tersendiri. “Karena kondisi lingkungan lebih baik dari daerah lain,” ucap Joga.

Menata Ulang Kemang

Daerah Kemang secara administratif masuk wilayah Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan. Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Bangka, Siswanto menuturkan, Kemang memiliki daya pikat bagi pendatang. Ini terbukti dari banyaknya pengembang yang membeli tanah warga. Sebagian warga lain menyewakan tanah dan bangunan mereka kepada diplomat asing yang bertugas di Indonesia.

Kegiatan jual beli dan sewa menyewa ini lazim terjadi sejak akhir dekade 1970-an hingga saat ini. Perkembangan ini lambat laut menjadikan kawasan Kemang penuh sesak. “Boleh dibilang banyak warga asli yang menjual lahan kepada pengembang. Sehingga banyak bangunan,” kata Siswanto kepada Liputan6.com, Kamis (1/9/2016).

Banjir di perumahan mewah di kawasan Kemang Selatan juga mulai surut. Meski demikian, air masih berada pada ketinggian 1 meter.

Achmadi Umar tak menampik pernyataan Siswanto. Dia bilang, bisnis kontraktor penyewaan tanah dan bangunan memang cukup menggiurkan. Meski tak mau menyebut berapa harga sewa lahan dan bangunan, Achmadi mengaku, keuntungannya sangat lumayan. Ia mencontohkan, dirinya pernah menyewakan rumah untuk warga Belanda yang bekerja di Shell. Ini membuat banyak saudara dan warga Kemang lain, mengikuti jejaknya sebagai kontraktor lahan dan bangunan.

Kedatangan banyak pendatang asing dan kaum elite ke Kemang, tanpa disadari menjadi masalah. Wilayah yang awalnya hanya seluas 1,5 kilometer persegi itu pun kian sesak. Sebab, banyak bangunan baru yang dibangun tanpa memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Banjir juga melanda kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Ketinggian air mencapai 70 sentimeter. (TMC Polda Metro Jaya)

Padahal, kata Nirwono Joga, Kemang merupakan kawasan terbuka hijau seperti yang dicantumkan dalam Rencana Induk Jakarta 1965-1985, Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) 1985-2005, dan RTRW 2000-2010, serta RTRW 2010-2030. Ini berarti, izin pendirian bangunan tak bisa diberikan dengan mudah untuk kawasan tersebut. “Karena daerah itu untuk bangunan rendah dan daerah resapan air,” kata Joga.

Joga mencatat, zonasi peruntukkan kawasan seolah tak dipahami warga. Mereka seperti tak menyadari lahan yang mereka tempati bukan untuk peruntukkannya. Ini dibenarkan Siswanto. Lelaki yang sudah bertugas di Kelurahan Bangka sejak 2001 ini, kerap mendapati bangunan bersertifikat berdiri di lahan hijau. Tapi, ia mengaku tak bisa apa-apa.

Kepala Bappeda DKI Jakarta, Tuty Kusumawati mengungkapkan, pemerintah daerah sedang mengkaji penggunaan lahan di Kemang. Menurut Tuty, pihaknya sudah mendapat laporan tentang adanya bangunan bersertifikat di lahan hijau. Saat ini, pemerintah menurunkan petugas lapangan untuk menginventarisir ulang seluruh bangunan dan unit usaha yang berdiri di atas Kemang.

Serpihan tembok yang hancur diterjang banjir luapan Kali Krukut (Liputan6.com/Awan Harinto)

Di sisi lain, pemda pun mendapati ada masalah penyempitan badan Kali Krukut yang mengalir di kawasan Kemang. Tuty mengatakan, penyempitan terjadi lantaran ada warga yang mereklamasi kali untuk dijadikan bangunan. Ini terbukti dengan adanya tembok milik warga yang jebol dihantam air dari Kali Krukut.

“Secara administratif paling kongkret, kita mesti meninjau kembali zona peruntukan dan perizinan di sana dan kewajiban dari proses perizinan yang dikeluarkan. Walaupun sudah ada perizinan dan sertifikatnya tapi kalau nempel bibir kali apakah harus didiamkan? Padahal seharusnya ada jalan inspeksi, garis sepadan kali,” kata Tuty menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya