TGPF: 81 Laporan Tidak Terkait Aliran Dana Freddy Budiman

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Polri menyatakan menerima 81 laporan, terkait penelusuran testimoni Freddy Budiman.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 15 Sep 2016, 16:47 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2016, 16:47 WIB
20160915-TPFG Freddy Budiman Beberkan Hasil Temuan-Jakarta
Anggota TPFG, Effendi Gazali (kanan) memberi keterangan terkait cerita gembong narkoba Freddy Budiman pada Koordinator KontraS Haris Azhar, Jakarta, Kamis (15/9). Effendi Gazali mengatakan, ditemukan lima indikasi aliran dana. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Polri membeberkan hasil penelusuran testimoni Freddy Budiman. Setelah bekerja sebulan, tim menerima 81 laporan. Puluhan laporan itu masuk melalui hotline yang dibuka untuk umum.

Namun, 81 laporan tersebut tidak berkaitan langsung dengan aliran dana Freddy Budiman ke sejumlah pejabat Polri.

"Dari hot line yang dibuka oleh tim terdapat 81 laporan. Namun, tidak ada satu pun mengenai aliran dana yang berhubungan dengan kasus Freddy Budiman," kata anggota tim independen Effendi Gazali di Kompleks Pergurusn Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Kamis (15/9/2016).

Kendati, kata Effendi, tim independen meminta Polri menindaklanjuti 81 laporan masyarakat tersebut. Polri diminta serius mengusut anggota Polri, yang diduga menyalahgunakan wewenang dalam penanganan kasus narkoba.

"Polri menindaklanjuti temuan-temuan permulaan yang dihasilan oleh TPF dan belum ditindaklanjuti. Seperti akses dokumen pada keluarga korban, akses laporan masyarakat yang sudah dikumpulkan oleh korban, dan laporan masyarakat lain terkait dugaan tindakan penyalahgunaan wewenang oleh aparat Polri dalam penanganan kasus narkoba," papar dia.

Bukan hanya itu, lanjut Effendi, Polri juga harus membuat standar operasional prosedur (SOP) penanganan kasus narkoba yang akuntabel. Di mana, penyelidik atau penyidik kasus narkoba dirotasi guna menghindari adanya intimidasi berlebih dengan jaringan narkoba di Tanah Air.

"Polri juga harus akuntabilitas pemusnahan barang bukti kejahatan," tegas Effendi.

Penemuan Fakta

Selain puluhan laporan, sejumlah fakta ditemukan, termasuk tentang pertemuan Koordinator Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar dengan Freddy di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 2012 lalu.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, 64 orang telah dimintai keterangan. Sebanyak 24 orang berasal dari internal Polri dan 40 lainnya dari eksternal. Tim juga merekonstruksi terstimoni Freddy kepada Haris Azhar.

"Bahwa benar Haris Azhar telah melakukan pertemuan dengan Freddy Budiman," kata Boy pada kesempatan sama.

Tak hanya memeriksa puluhan saksi, Boy mengatakan, TGPF juga memeriksa video rekaman jelang eksekusi mati Freddy Budiman dan sejumlah dokumen.

Termasuk, lanjut Boy, memeriksa data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hasilnya, tim tidak menemukan adanya bukti aliran dama dari Freddy Budiman kepada pejabat Polri.

"TPF tidak menemukan adanya bukti aliran dana dari Freddy ke pejabat Mabes Polri tertentu sebesar Rp 90 miliar," tegas dia.

Boy menjelaskan fakta itu juga diperkuat dengan penelusuran dokumen pledoi milik Freddy Budiman. Di mana, dari hasil pemeriksaan dokumen nota pembelaan Freddy, tidak disebutkan terpidana mati narkoba itu menyerahkan sejumlah uang ke beberapa pejabat Polri.

"Pledoi Freddy hanya berisi pembelaam normatif yang berisi pembebasan dari segala tuntutan," kata dia.

Meski tidak menemukan aliran dana dari Freddy Budiman ke beberapa pejabat Polri, kata Boy, tim menemukan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang perwira menegah (pamen) Polri.

Boy menyebutkan, perwira menengah Polri itu berinisial KPS. Dia diduga melakukan pemerasan uang Rp 668 juta, dari tersangka kasus narkoba lainnya bernama Chandra Halim alias Akiong.

"Saat ini Polri telah melakukan tindak lanjut dengan langkah pro justicia, terhadap oknum KPS. Karena sudah ada bukti permulaan," tandas Boy.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya