Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius menyatakan bahwa perlindungan dan penanganan korban terorisme menjadi salah satu fokus utama dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Ini menunjukkan bahwa ada perhatian negara kepada korban terorisme, ada semacam tanggung jawab negara di situ," ucap Kepala BNPT Suhardi Alius di Jakarta, Selasa, 25 Oktober 2016, seperti dilansir Antara.
Meskipun penanganan korban terorisme sudah diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), Suhardi menyatakan ketentuan tersebut belum sempurna.
Suhardi menilai undang-undang tersebut masih terfokus pada pelaku terorisme, namun kurang memperhatikan penanganan korban terorisme. "Maka perlu disempurnakan, karena ketentuan tersebut belum membahas definisi yang jelas mengenai korban terorisme."
Baca Juga
Penanganan korban terorisme berupa kompensasi, bantuan medis, serta bantuan rehabilitasi trauma psikologi pascaperistiwa terorisme, menurut Suhardi, belum diatur lebih jelas dalam undang-undang tersebut.
Karena itu, Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini akan membahas permasalahan kompensasi dan rehabilitasi korban terorisme.
"Selain pencegahan dan penindakan aksi terorisme, untuk penanganan korban berupa kompensasi dan rehabilitasi juga akan dibahas," kata Suhardi.
Lebih lanjut Suhardi mengatakan, BNPT meminta Komisi III DPR RI supaya melibatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam pembahasan Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Karena LPSK bersentuhan langsung dengan para korban peristiwa terorisme," Kepala BNPT Suhardi Alius memungkasi.
Advertisement