Liputan6.com, Jakarta Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dituntut delapan tahun penjara karena mengurus setidaknya empat perkara terkait perusahaan Lippo Group di PN Jakpus, dan menerima gratifikasi dari perkara-perkara lain.
Jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta juga menuntut Edy Nasution untuk dihukum tambahan berupa denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang mengadili perkara ini memutuskan menjatuhkan pidana kepada terdakwa, berupa pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan," kata Ketua tim JPU KPK Dzakiyul Fikri, seperti dikutip, Senin (21/11/2016).
Advertisement
Menurut JPU, terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Edy, antara lain perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat-giatnya memberantas korupsi.
"Perbuatan terdakwa menciderai lembaga peradilan dan meruntuhkan kepercayaan publik dalam mencari keadilan, terdakwa tidak mengakui menerima Rp 1,5 miliar dan penerimaan Rp 100 juta," ujar JPU.
Sedangkan hal meringankan, terdakwa menyesali perbuatan dan belum pernah dihukum. "Punya tanggungan keluarga, mengakui penerimaan Rp 50 ribu dolar AS dan Rp 50 juta yang ditemukan saat OTT," tambah Dzakiyul.
Perbuatan Edy adalah menerima uang senilai Rp 1,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura, uang Rp 100 juta dari Doddy Ariyanto Supeno atas arahan Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto dan Eddy Sindoro. Dia juga menerima uang sebesar Rp 50 ribu dolar AS dari Agustriadhy atas arahan Eddy Sindoro dan uang Rp 50 juta dari Doddy atas arahan Wresti dan Ervan.
Eddy Sindoro adalah Presiden Komisaris Lippo Group yang membawahi beberapa anak perusahaan di antaranya PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC) dan Paramount Enterprise Internasional dengan Evan Adi Nugroho selaku Direktur dan PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Hery Soegiarto sebagai direktur. Sedangkan Doddy Aryanto Supeno adalah pegawai PT Artha Pratama Anugerah dan Wresti Kristian Hesti Susetyowati adalah bagian legal PT Artha Pratama Anugerah.
Atas tuntutan itu, Edy akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada 30 November 2016.
"Setelah berkonsultasi dengan saudara terdakwa, mengenai pembelaan kami akan lakukan pembelaan melalui penasihat hukum dan pembelaan terdakwa secara pribadi," kata pengacara Edy, Waldus Situmorang.
Terkait perkara ini, Doddy Aryanto Supeno sudah divonis penjara selama empat tahun ditambah denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.