Mensos: Majelis Taklim Harus Bisa Jadi Penangkal Ujaran Kebencian

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, ujaran kebencian bisa berujung pada fitnah.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 27 Nov 2016, 04:00 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2016, 04:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Media sosial belakangan ini dipenuhi dengan tautan bernada negatif dan saling menghujat. Tak jarang, hate speech atau ujaran kebencian itu berujung pada masalah hukum.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, hate speech bisa dikategorikan sebagai hasutan. Biasanya, hasutan berujung pada fitnah.

"Jadi hate speech itu kalau ujaran kebencian maka itu bisa hasut, fitnah, itu haram," kata Khofifah usai penutupan Kongres XVII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Asrama Haji, Jakarta, Sabtu 26 November 2016.

"Jadi kalau sesuatu yang disampaikan tidak sesuai dengan sebenarnya dan itu sifatnya menghasut, sifatnya kemudian memviralkan sampai pada tataran fitnah, itu haram," jelas dia.

Wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Muslimat NU ini mengatakan, sebenarnya ada cara meredam hate speech yang kini semakin merebak di masyarakat. Di antaranya dengan memanfaatkan majelis taklim.

Saat ini, lanjut Khofifah, Muslimat memiliki 59 ribu lebih majelis taklim. Para ustazah bisa memanfaatkan majelis taklim untuk menyampaikan pesan damai kepada jemaahnya.

"Karena mereka kan mendapatkan forum sangat luas untuk proses edukasi, proses literasi, dan proses saling membangun kepercayaan, saling memberikan penghomatan di antara satu dengan yang lain," jelas dia.

Secara umum, kata Khofifah, para pimpinan majelis taklim sekarang ini sudah melakukan itu. Hanya saja, tema harus dipertajam. Termasuk, melalui hasil diskusi forum bahsul masail atau pembahasan masalah.

"Bentuk konkretnya adalah kita siapkan grand desain satu abad Muslimat NU jatuhnya 2046. Itu yang sudah diputuskan di kongres ini," pungkas Khofifah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya